Suara motor Juna terdengar sampai ke dalam rumah Dira. Cowok itu sudah berhenti di depan rumah Dira tanpa mau masuk. Lebih memilih untuk mengirimkan pesan sampah kepada Dira melalui aplikasi sosial media.
Juna :: dir, buruan, elah!
Dira :: sabar! lagi pakai sepatu! masuk aja kenapa!
Juna :: takut ketemu om broto.
Dira :: anju, papa gue enggak bakal gigit lo.
Juna :: gue takut. kumisnya ngeri.
Dira :: anjai, ini bokap gue yang lo omongin!
Juna :: ya, maaf. juna khilaf.
Dira :: sip. hari ini kesalahan junaedi dimaafkan.
Tak lama setelah itu, Dira keluar dari rumahnya. Dengan seragam batiknya, serta sepatu warna putih, cewek berambut panjang itu langsung menghampiri Juna. Pemandangan ini bukanlah hal langka, Juna memang selalu suka mengantar jemput Dira. Sampai kayaknya, Juna itu memang Kang Ojek Dira, bukan pacar cewek itu.
Rambut hitam Dira yang sedikit ikal di bawahnya akibat efek alat bernama catokan itu nampak berkibar terkena angin. Lalu dengan gerakan seperti biasanya, Dira menjepit rambut itu. Setelahnya, menggunakan helm-nya dan langsung naik ke atas motor Juna.
"Berangkat, Kang!" kata Dira dengan memukul pundak Juna pelan. Membuat Juna mengumpat sedangkan Dira terkekeh bahagia. Mengerjai Juna itu kejadian langka. Dira lebih sering kena sifat usil Juna yang baginya super menyebalkan namun nagih. Ya, karena, kalau Juna tidak jahil, perlu dipertanyakan. Antara Juna sakit, sawan, atau kebelet boker.
"Jun, kenapa, sih, lo suka banget godain cewek?" suatu ketika, Dira pernah bertanya seperti itu saat mereka jalan-jalan ke mal. Pertanyaan itu spontan, saat tidak sengaja ia teringat pernah melihat Juna suit-suit di depan kelasnya saat kakak kelas yang cantik lewat.
"Itu gue lagi unjuk bakat, kok. Gue jago siul ya jadi siul aja." Tahu apa ekspresi Dira saat mendengar jawaban Juna? Dira cuma bisa melongo. Cewek itu benar-benar tidak habis pikir apa yang ada di otak pacarnya.
Dia tidak habis pikir, dulu Tante Dana, Mama Juna, ngidam apa waktu hamil Juna? Kalau dia jadi Mamanya Juna, sudah ia buang punya anak seperti itu.
Akhirnya, mereka sudah sampai di parkiran sekolah. Dira langsung turun, berjalan terlebih dahulu setelah meletakkan helm miliknya di atas jok motor Juna.
Juna menyusul kemudian. Langkah besar cowok itu berhasil mengejar langkah kaki Dira. Ia langsung merangkul bahu Dira. Namun dengan sopan, Dira menepis rangkulan itu.
"Nggak usah rangkul-rangkul!" kata Dira yang membuat Juna langsung berhenti. Begitu juga dengan Dira.
"Siapa yang mau ngerangkul? Orang gue mau ambil ketombe, itu ada di rambut lo."
Boleh tidak Dira marah? Ia rasanya mau mencakar muka Juna yang berbicara tanpa dosa, datar serta super sengak. Dira lalu mengelus dadanya sembari melanjutkan jalannya. Juna masuk ke dalam kelasnya terlebih dahulu. Lalu baru Dira. Mereka berbeda kelas, tetapi ruang kelas mereka bersebelahan.
Saat masuk ke dalam kelas, Dira langsung meletakkan ranselnya di bangku nomor tiga dari depan. Ia duduk bersama Rara. Teman sekelasnya dari kelas sepuluh karena kelas di sekolah mereka tidak diacak.
"Dir, mau ikut gue, nggak?" tawar Rara. Mereka itu teman akrab. Ibarat upil dan hidung yang selalu bersama. Dira sendiri juga merasa klop dengan Rara. Cewek itu setipe dengannya. Meskipun Rara masih lebih baik daripada dirinya karena Rara itu terkadang kalem dan cewek itu juga cukup pintar. Beda dengan Dira yang otaknya sebelas dua belas sama Juna. Masuk lima belas besar saja sudah sujud syukur berasa rangking satu.
"Ke mana?" tanya Dira. Cewek itu perlu menetahui ke mana Rara akan pergi sebelum setuju ikut atau tidak. Lagipula, masih ada Kang Ojek yang terkadang super posesif kalau tahu dirinya pergi dan tidak bilang-bilang.
"Ke Guardian. Mau cari facial foam sama gincu," jelas Rara. Persamaan Rara dan Dira, mereka itu terlalu doyan sama hal-hal berbau make up serta skincare. Apalagi gincu atau lipstik. Mereka bisa heboh dan menggila sendiri. Meskipun tidak menggunakannya di sekolah, mereka tetap saja suka. Di tambah kalau lihat youtube beauty vlogger, mulut dua cewek itu tidak jauh-jauh dari kata, gue pengeeen!
"Ikut, deh. Cus, gue juga mau lihat itu ada Zoya apa enggak. Gue mau coba yang Zoya Lip Paint Mousse, gue suka warnanya. Ugh, why gincu membuatku menggila, Ra?" kata Dira pada Rara yang langsung disambut dengan teriakan yang tidak kalah heboh. Dan setelah itu, keduanya langsung membaur bak ibu-ibu rumpi yang membahas masalah bedak, lipstik dan keadaan dompet apakah mampu atau hanya bersisa serpihan surga yang perlu dihemat.
Usai mengobrol karena guru mereka sudah datang, baik Dira maupun Rara langsung mengeluarkan buku mereka. Mendengarkan dan mencatat apa yang ditulis di papan tulis. Meskipun Dira tidak pintar, ia sadar diri untuk mencatat.
Sudah bodoh, males nyatet? Mau jadi apa? Maka dari itu, Dira sadar diri. Dia tidak mau orangtuanya malu ketika harus mengambil rapotnya.
Selesai kelas, Dira dan Rara berjalan menuju kantin. Makan di kantin dengan seporsi batagor dan soto ayam. Dira dan Rara duduk setelah memesan makanannya, menunggu makanan itu diantarkan dengan cara mengobrol. Dira menopang dagunya, mendengarkan cerita Rara mengenai kegiatan ekstrakulikulernya. Rara sendiri merupakan anggota tim jurnalistik. Sedangkan Dira, cewek itu sudah pensiun dari ekstrakulikuler kecuali pramuka karena wajib.
Dira tidak berminat. Sudah cukup dulu saat SMP ia menjadi flyer di tim cheerleaders sekolahnya. Sekarang, biarkan dia menjadi siswa yang berkegiatan : sekolah, pulang, main dan nugas.
"Makasih, Bu."
"Makasih, Ibu."
Dira dan Rara mengucapkan terima kasih saat ibu kantin mengantarkan pesanan mereka. Dira menikmati seporsi batagor miliknya, mengunyah makanan itu untuk mengganjal perutnya. "Dir, ati-ati ada boraks-nya." Dira langsung terbatuk saat mendengar ucapan orang itu.
"Dir, jangan mati dulu," ujar orang itu lagi. Bukannya memberikan Dira minum, ia malah menyahut yang membuat Rara langsung tertawa. Dira masih terbatuk, sampai akhirnya ia menyeruput es teh di mejanya melalui sedotan berwarna hijau.
Sedikit merasa lega, Dira langsung menolehkan kepalanya kepada sang pelaku kejahatan. Dira mengucapkan istighfar di dalam hatinya saat melihat wajah Juna. Cowok itu kini dengan santai menikmati seporsi batagor yang sepertinya baru saja cowok itu pesan. Kantin yang menjual batagor di sekolah Dira hanya satu, itu berarti Juna juga memesan batagor dari kantin yang sama.
"ADAW!" pekik Juna saat telinganya disentil begitu saja dengan Dira. Namun Juna tetap cuek setelahnya. Cowok itu malah melanjutkan makannya dan mengajak ngobrol Rara.
"Maksud lo apa, sih?" tanya Dira sebal setengah mati dengan Juna. Ini Dira ya, coba kalau pacar Juna itu bukan Dira? Sudah diputus sejak beberapa bulan yang lalu itu Juna! Bukan beberapa bulan yang lalu, tapi satu minggu setelah mereka pacaran!
"Ngetes doang. Itu kuping budek apa enggak."
Ya Tuhan, Dira pusing. Berasal dari mana sebenarnya cowok semacam Juna itu? Kayaknya, dulu Mama Juna lupa buat kasih Juna makanan yang mengandung omega. Makanya waktu gede, kayak sekarang, otak Juna pindah ke lutut.
to be continued
makasih bintang sama komentarnya. makasiy buat yg masih mau nunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Relationship
Novela JuvenilTERBIT & TERSEDIA DI TOKO BUKU | Cerita ini bukan tentang relationship goals. Mereka tidak peduli apa itu relationship goals. Karena ini tentang hubungan Juna dan Dira. Hubungan mereka yang berbeda. Tidak terduga. Tentunya dengan gaya mereka sendiri...