Mentari semakin melambai semakin jauh. Cahaya yang terpancar semakin lama semakin samar. Perpisahan akan terjadi. Kehidupan akan segera berakhir. Dan kini waktunya untuk bersenda gurau melepas lelah hingga larut dan akhirnya terbuai dalam lelap. Matahari kini bergilir menjadi bulan diiringi bintang yang sedang berpesta menikmati malam. Semilir angin memaksa tumbuhan di alam semesta ini untuk berdansa ria.
Aku sungguh menikmati. Tapi apa yang terjadi dengan hati ini?
Mengapa aku tak dapat merasakan kebahagian? Hembusan angin malam ini seakan-akan mengantarku untuk kembali mengingat masa lalu bersamamu. Ingin rasanya aku kembali mengisi kekosongan ini. Ingin rasanya aku ikut berdansa menemani tanaman di depan rumahku. Tapi mengapa? Mengapa hati ini begitu perih hingga mengundang air mata yang tak kuasa ku bendung.Tanpa ku sadari pipi ini sudah kubanjiri dengan penyesalan yang aku lakukan padamu. Ya... sungguh tak ada gunanya untuk ku sesali. Alunan piano mengiringi telinga mungilku semakin melengkapi penyesalan ini. Entah rindu atau malu yang aku pelihara. Yang pasti aku sungguh mencintaimu. Hanya inilah yang dapat aku lontarkan. Tak ada lagi ungkapan lain selain aku mencintaimu. Aku benar-benar mencintaimu. Aku harap hembusan angin malam ini dapat mengantar rindu yang begitu menggebu kepadamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Air Mata Jilbab
Ficción GeneralAku butuh bicaramu yang terus terang juga penuh kejujuran apa adanya. Kau menutupi kebenarannya yang ada sehingga kau telah menyakiti hati perempuan yang tak berdaya. Kau terus berkata bijak seakan kaulah yang paling benar di dunia ini. Aku sendiri...