11

677 39 0
                                    

Bagaimana bisa ia langsung lupa kalau hari ini, ia akan menjemput papanya bersama Kak Arsel.

Padahal jelas, satu minggu yang lalu ia sangat-sangat tidak ingin hari dimana ia akan menjemput papanya, bukan ia tidak suka kalau menjemput papanya tapi yang ia tidak sukanya karena ia akan menjemput papanya bersama Kak Arsel.

Bahkan dirinya sama sekali tidak mengenal Arsel itu bagaimana, apakah dia orangnya baik? Atau bahkan jahat?, bisa-bisanya Bundanya menyuruh ia pergi bersama cowok itu kalau ia di culik bagaimana? Atau di mutilasi? Atau bahkan lebih dari itu? Kan bisa gawat jadinya, Pikirku.

Lalu hari ini, bagaimana bisa Aku melupakannya langsung sedangkan pada hari-hari sebelumnya muka ku langsung kusut mengingat hari sabtu itu.

Padahal pagi tadi ia masih ingat kalau dirinya masih sedikit kesal terhadap Bundanya. Dan ini di karena kan pertemuanku dengan Kak Fajar pagi tadi.

"Gimana udah ingatkan, gue ke sini cuman mau bilang ke lo kalau pulang sekolah nanti lo tunggu gue di halte yang lumayan jauh dari sekolah setidaknya jauh dari pandangan murid-murid lain" ujarnya.

"Hah? Gila apa lo?! "Teriakku, lalu segera menutup mulut dengan tangan sebelah, karena teriakanku tadi bisa saja didengar oleh orang di sekitar perpus.

Setelahnya Aku kembali menyuarakan dengan suara yang biasa dan pelan.

"Lo kira jalan dari sini sampe ke halte dekat apa? Bisa-bisa gue pingsan duluan sebelum sampe sana" jawabku dengan sedikit amarah.

"Lo gak mau kan satu sekolah gosipin lo? "

Aku terdiam. Ia sangat tidak ingin orang-orang menggosipinnya karena ia merasa hidupnya tidak akan tenang kalau banyak orang yang membicarakan dirinya.

"Ya jelaslah gue gak mau di gosipin tapi kan gak juga gue tunggu lo di halte, itu kan jauh banget dari sekolah" kataku tidak setuju.

"Ya jadi maunya dimana, tempat itu satu-satunya yang jauh dari sekolah" ujarnya.

Aku berpikir tempat mana yang tidak jauh dari sekolah namun sedikit tersembunyi dari gedung sekolah, tapi nihil sepertinya emang tidak ada tempat yang sedikit tersembunyi dari sekolah.

"Yaudah kalau gitu gue tunggu lo di halte pulang sekolah" ucapku setelah berpikir panjang, pasrah.

Arsel memandangku lama begitu mendengar jawabanku, lalu setelah itu ia langsung membalikkan badan tanpa berucap sepatah katapun dan menghilang di belokan.

Aku memandangnya sinis, sudah dua kali dia mengabaikannya begini.

'Aish dia itu buang-buang waktu ku saja! Kenapa juga gue harus peduli dan kenapa juga tadi gue langsung nurutin dia harusnya tadi ia nolak! Bener-bener gila deh gue'.teriak batinnya

Aku menghela napas panjang.

Aku kembali melanjutkan tugasku, namun saat tanganku hendak terangkat untuk mengelap kaca lagi, Bel sudah berbunyi pertanda pergganti pelajaran dan saat itu juga ia sangat bersyukur dalam hati.

Aku langsung membereskan perlengkapan yang ku bawa dan langsung pergi.

-------------------

Waktu istirahat...

Kami bertiga tengah berjalan menuju kantin saat tiba-tiba saja ada bola basket yang sepertinya tidak sengaja jatuh ke arahku, Vio, dan Ocha.
Tanpa pikir lagi, Aku langsung maju dan mengambil bola basket tersebut. Saat Aku bangun dan menghadap ke arah lapangan ia sangat terkejut karena dihadapannya sudah berdiri seorang cowok, Kak Fajar.

Aku terpaku beberapa detik, namun begitu tersadar Aku langsung mengembalikan bola tersebut kepada Kak Fajar.

"Makasih ya" ucapnya sambil tersenyum ke arahku.  Lalu berlalu dari hadapanku tanpa menunggu ku membalasnya.

Aku yang sedikit telat menyadarinya, langsung tersenyum senang sambil menatap kepergian Kak Fajar menuju ke lapangan. Ia masih saja memandang ke arah lapangan sampai bahunya di tepuk oleh seseorang barulah ia kembali sadar.

"Aduh Cil jangan kelamaan banget dah laper nih gue" suara Vio kembali terdengar.

"Iya yok" ajakku.

Saat sampai di kantin Aku terus-terusan tersenyum, dikepalaku berulang-ulang berputar kejadian tadi.

"Cil udah dong senyumnya gue takut lo kenapa-kenapa lagi" ujar Ocha.

"Emang gue kenapa? " tanyanya balik, gak ngerti sama sekali. Dengan mulai mencomot makanan.

"Kalau lo gini terus-terusan orang bakal kira lo salah makan" jawab Ocha.

"Dalam artian lo gila dikira orang" sambung Vio.

"Apaansih kok gilaa" balasku sambil memonyongkan bibir.

"Gue masih waras asal kalian tau" tambahku lagi, tak terima di katai gila.

"Yah kita mah tau lo masih waras, tapi kan orang yang gak kenal lo pasti ngira gitu secara lo saat jalan kesini aja, senyam senyum mulu" jawab Vio.

"Udah ah gue gak mau ngomongin yang itu yang penting gue senang tadi" ucapku dengan bibir yang sebelumnya maju berganti lengkungan ke atas.

Sedangkan Vio dan Ocha memilih tidak membalasnya dan membiarkan temannya itu bersenang-senang sendiri. Karena bagi mereka Pricil sangat keras kepala susah untuk di bilang,  jadi mereka membiarkan saja dia begitu.

______________

Bel pulang berbunyi...

Dalam kelas semua murid gaduh dan buru-buru memasukkan semua peralatan sekolah ke dalam tas, terbukti mereka sudah tak betah lagi berlama-lama di dalam kelas. Ada sebagian murid yang sebelum beranjak keluar kelas berkumpul membicarakan, misalnya kemana mereka akan pergi pulang dari sini, ada yang mengajak jalan-jalan sebentar sebelum pulang sekolah, dll. Dan sebagian murid yang lain ada yang langsung pulang. Dan semua itu dikarenakan esok adalah hari pekan.

Sedangkan dirinya, masih tetap betah berada di kelas, ia dengan malasnya memasukkan semua buku ke dalam tas.

"Cil lo abis ini langsung pulang? "
Tanya Vio di sampingku.

"Enggak.. Gue kayaknya habis dari sini mau ke bandara jemput bokap gue". Ujarku tanpa menatap ke arahnya.

"Oh gitu.. Padahal gue sama Ocha pengen ngajak jalan-jalan bareng sebelum pulang".

"Aduh.. Maaf deh Vi gue gak bisa kali ini soalnya gak mungkin gue suruh tunggu bokap gue di bandara bisa-bisa bunda gue merepet-repet"

Sebenarnya Vio sama Ocha belum tahu kalau Aku pergi menjemput papaku bersama Kak Arsel, Aku tidak memberitahukan ini karena Vio pasti akan mengejeknya habis-habisan. Dan sebenarnya ia sangat ingin pergi jalan bersama kedua sahabatnya ini karena ia malas sekali bertemu muka dengan Kak Arsel. Dan makanya ia sengaja berlama-lama di kelas dan malas beranjak dari kelas.

"Ohya emang Ocha kemana?" tanyaku saat tidak melihat keberadaan Ocha di belakangnya.

"Ocha ada keperluan sebentar sama anak Osim katanya ada rapat gitu" jawab Vio.

"Yaudah deh kalau gitu gue berdua sama Ocha aja deh yang pergi, gue pergi nyusul Ocha dulu ya Cil byee" pamit Vio sambil berjalan keluar kelas dan melambai tangan ke arahku.

Aku hanya mengangguk dengan lemah sambil memandang kepergian Vio.

'Hfftt seharusnya gue ikut pergi dengan mereka daripada harus ketemu sama Kak Arsel'

Pikirku dalam hati. Sambil berjalan keluar kelas.


StalkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang