7

166K 10.3K 261
                                    

Prilly merasa ada yang tidak beres dengan Ali. Lelaki itu pulang larut malam dengan wajah pucat. Bukan hanya malam ini saja tetapi malam sebelumnya juga. Prilly yang saat ini tengah mencorat-coret hasil desain gaun akhirnya melepaskan pensil itu kemudian menghampiri Ali yang sibuk melepaskan dasi.

"Pak Bos kenapa?" Tanya Prilly begitu ia berdiri di hadapan Ali. Wajah Ali terlihat kelelahan sekali.

"Sini biar aku bantu," Prilly pun membantu Ali membuka ikatan dasi sampai dasi itu benar-benar terlepas dari lehernya.

"Pak Bos mau mandi? Aku siapin air hangatnya dulu ya," Prilly hendak pergi ke kamar mandi namun tangannya digenggam Ali.

"Kenapa belum tidur?" Tanya Ali pelan. Prilly pun tersenyum lembut.

"Aku lagi nyelesain gambar gaun aku."

"Berhentilah mengerjakan itu, kamu selalu tidur larut malam."

Rasanya kupu-kupu dalam perut Prilly beterbangan mendapat perhatian dari Ali meskipun ini bukan yang pertama kalinya.

"Apa bedanya sama Pak Bos?"

"Berhenti memanggilku Bos, sudah kuingatkan berapa kali, eh?"

Prilly menarik napasnya. Hampir setiap hari Ali mengingatkannya untuk tidak memanggilnya sebagai atasan lagi dan ini sudah hari ketujuh semenjak perdebatan mereka soal pekerjaan malam itu.

"Oke. Jadi, aku harus panggil apa? Mas, Bang, Aa, Ayang, Bae, Bep, Sweety?"

"Ali..."

"Kalau panggil nama aku merasa ngelunjak sama kamu, kamu kan atasan aku."

"Memangnya kamu masih bekerja untukku?"

"Tentu saja, sebagai istri aku masih bekerja untuk kamu. Melayani kamu, antar kamu sampai pintu rumah sebelum bekerja dan menyambut kamu saat kamu pulang. Selain itu, aku juga harus sayangi kamu agar kamu gak merasa kesepian di saat kamu sedang lelahnya setelah dihadapkan banyak pekerjaan."

Ali hanya diam sambil menatap Prilly dalam.

"Anggap aja aku ini tempat kamu pulang untuk melepas rasa lelah, penat, aku akan berusaha buat kamu melupakan rasa yang menghalangi semangat kamu bekerja itu dengan cara apa pun. Sekalipun kekonyolan aku buat kamu semangat lagi kenapa nggak?" Prilly tertawa kecil.

"Jadi, Pak Bos mau aku siapin air hangat?"

Ali tidak menunjukkan ekspresi apa pun bahkan tidak ada isyarat menjawab pertanyaan Prilly.

"Pak Bos?"

"Ada perbedaan bekerja sebagai karyawan dan istri. Ini terakhir kalinya aku memintamu untuk tidak memanggilku Bos lagi."

Prilly memutar bola matanya, "Oke, jadi mau aku siapin air hangatnya gak, sayang? Cie kan jadi sayang."

"Aku tidak mau mandi."

Prilly terkejut mendengarnya.

"Kenapa?! Kok tumben? Biasanya kamu selalu mandi dalam suka maupun duka! Lho? Hehe..." Prilly cengar-cengir di hadapan Ali.

"Aku sedang tidak enak badan."

Prilly pun menaruh telapak tangannya di dahi Ali. Ia tidak sadar kalau Ali merasa tegang mendapat respons seperti itu.

"Iya, hangat. Kamu sih kerja terlalu diforsir, tiap hari pulang larut malam padahal kamu bisa mempercayakan asisten kamu atau pimpinan dibawah kamu."

"Banyak hal yang harus aku tangani."

"Iya aku ngerti orang sibuk kayak kamu. Tapi, kesehatan itu jauh lebih penting."

Ali memejamkan matanya dengan dahi yang mengerut kesakitan. Prilly tidak tega melihatnya. Tidak biasanya Ali seperti itu. Tatapan matanya saja tidak tajam seperti biasanya. Kini tatapan itu meredup dan terlihat sayu. Prilly merindukan tatapan tajam Ali yang selalu menantangnya untuk mengusiknya.

Marry With BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang