____________________________________
Semuanya terlihat tidak begitu jelas saat Prilly membuka matanya. Matanya terasa berat dan ia merasakan kantuk yang tidak biasanya. Maunya selalu terpejam dan tertidur dalam waktu yang lama. Tetapi tangisan seprang wanita di sampingnya membuat ia terjaga.
"Ma?" Panggil Prilly lemah saat melihat wajah wanita di dekatnya dengan pandangan buram. Mendengar suaranya saja membuat Prilly langsung tahu wanita itu adalah Ibu mertuanya.
"Kamu sudah bangun sayang, kamu tidurnya lama sekali." Perlahan penglihatan Prilly mulai jelas melihat Dian menghapus air matanya.
Prilly pun melepas masker oksigen di wajahnya supaya lebih mudah berbicara dengan ibu mertuanya.
"Ma, aku... aku udah tahu semuanya. Tahu tentang Natasha... dan... keluarga kandung aku," ucap Prilly.
"Iya, sayang. Ali sudah mengatakannya pada Mama dan juga Papa. Katanya kamu yang bertanya lebih dulu dengannya. Maafin Mama ya sayang karena Mama gak cerita sama kamu dari awal. Mama malah biarin kamu bingung dengan pernikahan kamu."
"Gak apa-apa, Ma. Aku mengerti."
"Kamu jangan berpikir Ali terpaksa melakukannya sayang, Ali menikahimu atas kemauannya sendiri. Awalnya dia menolak menikahi kamu saat Natasha memintanya. Tapi, setelah dia cari tahu soal kamu akhirnya dia memutuskan menikahi kamu dan mau berjanji pada Natasha kalau dia akan menjagamu dengan baik, menjadi pertama dan terakhir, dan membuatmu selalu bahagia."
Melihat Ibu mertuanya begitu serius saat mengatakannya, membuat Prilly merasa yakin kalau ada maksud lain Ali menikahinya.
"Sayang? Kamu kok diam saja?"
Prilly tersenyum tipis lalu menggeleng pelan, "Kepalaku sakit, Ma," ucapnya jujur sekaligus mengalihkan pembicaraan itu.
"Ya sudah kalau gitu kamu istirahat ya. Mama di sini kok gak ke mana-mana."
"Ali di mana, Ma?" Tanya Prilly menyadari tidak adanya sosok lelaki yang dingin itu di ruangannya.
"Ali pulang ke rumah, sejak kemarin dia di sini terus menjaga kamu. Jadi, Mama menyuruhnya pulang dulu. Kata Alex dia sampai lupa mengganti pakaiannya yang kotor karena darah kamu lho. Makanya Mama paksa dia buat membersihkan diri. Sekarang kamu percaya kan betapa berharganya kamu bagi Ali, dia bahkan meninggalkan pekerjaannya sementara."
Prilly tidak tahu harus senang atau sedih mendengar itu. Perhatian Ali dari dulu memang sudah ada, tapi perhatiannya itu tidak mengandung perasaan apa-apa terhadapnya.
"Kamu baik-baik saja sayang? Kepalamu tambah sakit? Biar Mama panggilkan dokter dulu ya?"
Prilly menggeleng lagi, "Nggak perlu, Ma. Aku nggak apa-apa. Aku... mau ke kamar mandi."
Dian tersenyum lembut dan berdiri memegang tangan Prilly, "Sini Mama bantu. Tapi, Mama ambilkan kursi roda dulu ya."
"Aku mau jalan aja, kaki aku gapapa kok, Ma."
"Sayang, kaki kanan kamu itu patah. Mama gak bisa bayangin kamu jatuh dari batu karang."
"Tapi, aku masih punya kaki kiri yang barguna. Bukannya lebih baik kalau aku jalan supaya kaki kanan aku sembuh?"
"Ya sudah. Ayo sini Mama bantu," Sebetulnya Dian sangat mencemaskan kesehatan Prilly, tapi apa boleh buat kalau menantunya sudah berkata seperti itu. Dian pun melepas kantung infusan dari tiang penyangga kemudian membantu Prilly turun dari ranjangnya dengan sangat hati-hati.
Prilly merintih kesakitan saat kakinya menapak di lantai, untung saja Ibu mertuanya memegangi tangannya hingga ia tidak jatuh ke lantai. Tiba-tiba ada yang memegang tangannya yang lain. Prilly tidak bisa mendongak melihat pemilik tangan kekar itu karena penyangga di leher yang membuat tulang lehernya tidak bisa bergerak bebas. Tapi, melalui aroma parfumnya ia bisa tahu kalau pemilik tangan kekar yang sedang memeganginya itu adalah Ali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry With Boss
FanfictionHanya karena kesalahan yang bahkan tak Prilly sadari membuat Prilly terpaksa menandatangani perjanjian tertulis meski sebenarnya hatinya tak yakin. Ternyata Bos itu sangat pintar mencari cara agar Prilly masuk ke dalam hidupnya. Lalu, apa jadinya ji...