Prilly bersiap-siap meninggalkan rumah sakit atas kemauan Ali karena ingin gadis itu dirawat di rumahnya saja. Entah mengapa lelaki itu begitu memaksa Prilly pulang dengan alasan agar pengawasannya bisa lebih ketat. Prilly dibuat bingung olehnya, seolah dirinya sedang dalam bahaya besar.
"Bagaimana, Alex? Apa semuanya aman? Bagaimana perjalanan nanti? Periksa seluruh bagian mobil, pastikan tidak ada yang menyabotase. Jangan lupa suruh dua mobil lagi untuk mengikuti mobilku."
Prilly diam mendengarkan Ali yang mulai menceramahi anak buahnya. Lelaki itu kalau diam menyeramkan, sekalinya banyak bicara bisa mengesalkan dan bossy banget.
"Semua sudah kami periksa Tuan, aman dan terkendali. Dua mobil yang Tuan perintahkan sudah kami hubungi. Kami pastikan perjalanan Tuan menuju rumah lancar dan keadaan rumah dipastikan aman dengan penjagaan ketat."
Ali menatap Alex selama beberapa detik, "Bagus. Pergilah Alex, tunggu saja di luar tapi kalian harus tetap waspada. Aku segera menyusul."
"Baik, Tuan."
Prilly mengamati punggung Ali yang menatapi kepergian Alex dari ruangannya. Lelaki itu pun berbalik menatapnya.
"Apa sudah selesai?" Ali bertanya pada suster yang mengganti perban di tangan Prilly. Suster itu mengangguk kemudian pergi menyiapkan kursi roda untuk Prilly.
"Tidak apa, Anda boleh pergi," kata Ali mencegah suster itu membantu Prilly turun dari ranjangnya. Ali mendekati Prilly kemudian menggendongnya untuk dipindahkan ke kursi roda. Suster itu memberesi alat-alat medis di dekat Prilly lalu meninggalkan ruangan. Setelah memindahkan Prilly ke kursi roda, Ali pun berlutut di hadapan Prilly. Lelaki itu mengelus perban di kaki Prilly yang patah dan beralih menatap Prilly.
"Kalau kamu merasakan sesuatu yang tidak enak jangan ragu untuk mengatakannya padaku."
Prilly hanya menganggukkan kepalanya.
"Kalau butuh apa-apa panggil saja aku, Radi, Alex atau siapa pun yang ada di dekat kamu saat darurat."
Sekali lagi Prilly menganggukkan kepalanya sambil menyentuh punggung tangan Ali.
"Dan kalau kamu ingin pergi tapi aku sedang ada di luar segera telfon aku atau minta antar sama supir di rumah."
Lagi-lagi Prilly hanya mengangguk. Ali mengernyitkan dahinya heran, "Kenapa jadi pendiam gini, eh?"
"Kamu sendiri kenapa jadi banyak omong?" Balas Prilly sinis. Sejenak Ali sadar. Lelaki itu memalingkan wajahnya lalu berdiri di belakang Prilly mendorong kursi rodanya.
"Kenapa ya?" Gumam lelaki itu.
"Tau ya," Balas Prilly. Ali pun terkekeh. "Stop stop!" Kata Prilly sambil menahan roda kursinya.
"Ada apa?" Ali berdiri di hadapan Prilly.
"Sini," Prilly menarik tangan Ali hingga Ali berlutut menyamai tingginya. "Coba ketawa sekali lagi."
"Apa?" Ali mengerutkan alisnya.
"Ketawa lagi..."
"Tidak ada yang lucu. Untuk apa aku tertawa?" Prilly pun mencebikkan bibirnya.
"Jangan perlihatkan wajah yang seperti itu," Protes Ali.
"Iya aku tahu aku jelek," Dengus Prilly.
"Bagus kalau kamu mengakuinya."
"Ihhh nyebelin banget nih CEO kang pijit!" Prilly mencubit hidung Ali, memutarnya lalu ia tarik kuat.
"Apa-apaan!" Ali segera menyingkirkan tangan Prilly dari hidungnya. "Kamu--," Tatapannya langsung tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry With Boss
FanfictionHanya karena kesalahan yang bahkan tak Prilly sadari membuat Prilly terpaksa menandatangani perjanjian tertulis meski sebenarnya hatinya tak yakin. Ternyata Bos itu sangat pintar mencari cara agar Prilly masuk ke dalam hidupnya. Lalu, apa jadinya ji...