Hak cipta dan moral dilindungi oleh undang-undang. Perlu dipahami meskipun karya ditulis oleh penulis amatir (Read: tiystories), penulis tentu berhak menuntut jika ada yang menyalin dan menyebarluaskan karyanya tanpa izin serta mengakui sebagai karya sendiri. Terima kasih atas pengertiannya.
___________________________________
"Kamu sedang apa?" Prilly bertanya pada seorang remaja lelaki yang sedang duduk manis sambil terus menunduk memegangi alat tulis di atas meja.
"Eh, Kakak." Cowok itu mendongak menatap Prilly yang berdiri di sampingnya.
"Sedang apa kamu? Bikin surat cinta?" tebak Prilly dengan senyuman geli yang tercipta di bibirnya meski terlihat pucat. Cowok itu menutup bukunya buru-buru dan menyembunyikannya di bawah meja.
"Kok Kakak tahu sih? Ngintip ya?"
Prilly terkekeh. "Nggak ngintip. Aku perhatiin kamu senyum terus sejak nulis tadi."
"Haha. Ketahuan deh!" Cowok itu berdiri. Tubuhnya yang tinggi di usia tujuhbelas tahun, membuatnya terlihat sepantaran dengan Prilly. Dia lebih tinggi lima sentimeter dari Prilly.
"Zaman udah canggih. Masa masih pakai surat?" Ledek Prilly.
"Bagaimanapun juga kalau surat menyurat itu lebih spesial, Kak. Si dia lebih suka surat aku sih, daripada sms, haha."
"Uhm, si dianya siapa?"
Prilly menaik-turunkan alisnya menggoda adik sepupunya itu. Putra dari adik kedua Almarhumah Ibunya. Sementara putra dari adik pertama Ibunya, belum Prilly ketahui. Padahal, dia dekat dengannya.Almarhumah Ibunya memiliki dua orang adik. Adiknya yang pertama menikah dengan lelaki Jerman bernama Abelard, dikaruniai satu orang putra yang saat ini sudah menjabat sebagai direktur perusahaan besar dan sedang menjalin kerjasama dengan perusahaan Ali. Sementara adiknya yang kedua, menikah dengan lelaki Inggris bernama Veroz dan dikarunia dua orang putra, salah satunya sedang berdiri di hadapan Prilly saat ini.
"Aditya George Gio? Senyam-senyum gitu pasti mikirin si dia ya?"
Prilly melambai-lambaikan tangannya di depan wajah cowok itu hingga cowok itu mengerjapkan mata berkali-kali.
"Kakak tahu sih? Jangan-jangan Kakak bisa baca pikiran orang nih."
"Cuma nebak aja. Ketahuan banget kok kalau orang lagi jatuh cinta."
"Jadi, boleh aku tahu bagaimana wajah orang yang Kakak cintai saat membayangi Kakak? Pasti terlihat aneh seperti aku ya?"
Prilly terdiam. Senyumannya terlihat getir di hadapan Gio, hingga dia berkata pelan, "Dia terlalu dingin untuk diketahui bagaimana ekspresinya saat membayangiku. Bahkan, aku berpikir, aku tidak pernah ada dalam bayangannya."
"Sungguh maafkan aku, Kak. Aku tidak bermaksud membuatmu sedih." Sesal Gio.
"Forget it, Gio. Tidak apa-apa. So? Bagaimana dengan suratmu? Apa yang kamu tulis untuk si dia?" Prilly kembali menyinggung surat itu.
Gio pun terkekeh. "Aku hanya menulis kata-kata yang sekiranya si dia sukai."
"Jangan patah semangat, Gio. Jika kamu benar-benar mencintainya, jaga perasaan dia. Dia akan menjaga perasaanmu juga."
"Kakak benar. Aku akan berusaha." Gio tersenyum lebar.
"Jangan sakiti gadis yang kamu cintai. Kalau dia pergi meninggalkanmu, maka sesal yang kamu rasakan."
"Tentunya aku akan merasa sangat sedih jika dia pergi meninggalkanku."
Prilly tertegun karena teringat Ali. Apakah Ali sesedih Gio? Ah, tidak. Ali tidak mencintai aku. Pikir Prilly. Sedangkan Gio mencintai gadisnya itu, maka tidak heran jika Gio merasa sangat sedih kalau sampai kehilangan si dia yang Gio maksud.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry With Boss
FanfictionHanya karena kesalahan yang bahkan tak Prilly sadari membuat Prilly terpaksa menandatangani perjanjian tertulis meski sebenarnya hatinya tak yakin. Ternyata Bos itu sangat pintar mencari cara agar Prilly masuk ke dalam hidupnya. Lalu, apa jadinya ji...