20

180K 10.6K 702
                                    

"Papa..."

Ponsel Prilly terlepas begitu saja dari genggamannya ke lantai. Kabar yang baru saja ia dapati dari Driesa membuat hatinya remuk redam. Air mata mengalir di pipinya, dengan mulut setengah terbuka mengambil napas susah payah karena sesak. Prilly merasa tulang kakinya melemas hingga dia terduduk di tepi kasurnya.

Suara sepatu Ali dengan langkahnya yang cepat sama sekali tidak mengalihkan perhatian Prilly dari lantai yang ditatapnya dengan pandangan kosong. Di ambang pintu, Ali berdiri menatap Prilly cemas. Hingga dia masuk berdiri di hadapan Prilly.

"Babylove," bisik Ali serak seraya menyentuh tangan Prilly. Membuat Prilly langsung berdiri dan memeluk lehernya dengan berjinjit. Ali menekan punggung Prilly membalas pelukannya sangat erat. "Don't cry, baby."

"Papa meninggal," lirih Prilly di sela isak tangisannya.

Ali sudah tahu kabar buruk itu. Maka dari itu dia langsung pulang meskipun sedang rapat dengan kolega bisnisnya.

"Biarkan Papa pergi dengan tenang, babylove." Ali mengelusi rambut Prilly.

"Aku gak percaya Papa pergi secepat ini. Kemarin dia terlihat sehat-sehat aja."

"Seperti yang kita tahu, kematian bisa datang kapan saja."
Prilly melepaskan pelukannya, mengangguk pelan.

"Aku mau lihat Papa. Apa pesawat yang membawa jenazah Papa udah mendarat? Aku mau lihat Papa terakhir kali sebelum dimakamkan."

"Tunggu sebentar lagi pesawat yang membawa jenazah Papa akan mendarat." Ali menghapus air mata Prilly dengan dua tangannya. "Sekarang kita ke rumah Papa untuk persiapkan pengajian di sana." Prilly mengangguk, kemudian pergi dengan didekap satu tangan oleh Ali.

Saat membawa Prilly pergi, air mata Ali menetes tanpa Prilly ketahui. Ali tidak pernah menyangka kehidupan Prilly menjadi seperti ini, menjadi yatim piatu. Ali berjanji sepenuh hati akan menjaga Prilly semampunya, dan membahagiakannya sampai Prilly lupa terhadap penderitaan yang selama ini dia terima.

***

Hujan deras mengguyur pemakaman itu, mengantarkan jenazah Papa Dani yang dimakamkan di sebelah Dafina, Sang Istri. Prilly berdiri di samping gundukan tanah merah makam Papanya bersama Ali. Satu per satu orang yang menghadiri pemakaman itu pun berpulangan hingga tinggal mereka berdua saja di makam itu, di bawah payung hitam.

Ali tidak melepaskan tangannya dari punggung Prilly. Sejak tadi dia memeluk Prilly yang menangis dalam diam. Tidak mengeluarkan kata sepatah pun. Hingga Ali juga tidak bersuara. Membiarkan Prilly tenang dengan sendirinya sambil terus menatapi makam Dani. Tanpa Ali tahu Prilly sedang mengenang tiap saat bersama Sang Papa yang belum satu tahun menghabiskan waktu bersamanya.

Prilly menghapus air matanya sendiri. Dia menoleh menatap Ali sebentar, "Pulang yuk!" Ajaknya dengan suara yang serak. Mengambil payung dari tangan Ali namun diambil lagi oleh Ali.

"Are you okay? Tidak apa-apa jika kamu memang masih mau di sini," balas Ali.

"Aku gak apa-apa, Ali. Aku gak mungkin nangisin kepergian Papa terus kan?"

Ketegaran Prilly lah yang membuat Ali sangat menyesal karena pernah menyakiti perasaannya.

"Baiklah. Kita pulang," kata Ali akhirnya seraya menuntun langkah Prilly melewati jalan yang banyak genangan air. Angin berhembus melingkupi Prilly seolah itu adalah pelukan terakhir Papanya.

"Selamat jalan, Papa. Aku sayang banget sama Papa." Batin Prilly saat menoleh melihat makam Papanya terakhir kali sampai ia dan Ali meninggalkan tempat pemakaman itu.

Marry With BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang