◐ D u o

7.8K 453 11
                                    

Kemarin Devan benar-benar pulang setelah mendapat makan siang. Tidak tau malu memang, tapi itu yang akan Andara ingan di waktu lengang.

Devan memang sering membuat kesal tapi laki-laki itu tidak pernah mengecewakan, satu tahun bersama tidak ada kecewa ataupun air mata.

Di akhir minggu, dari dia membuka mata di jam lima pagi hingga sekarang jarum panjang menunjuk angka duabelas, Andara masih malas beranjak.

"Andara, bangun sayang! Anak gadis kok belum bangun sih jam segini, Bunda aja udah keringetan! Matahari udah di atas kepala, sayang! Mau nunggu matahari terbit, kamu?!" omelan nyonya Geovano di pagi hari langsung membuat Andara terduduk.

"Andara!"

"Ini mau mandi, Bunda!"

Andara mendecak malas, bukan kesal karena bunda mengomel, tapi kesal karena harus bergerak.

Tigapuluh menit, dia sudah selesai, menggunakan berbagai skincare yang sudah jadi kebiasaan. She has bad story behind it, dia pernah jadi korban bully, karena dulu kulitnya tidak sebersih sekarang—dekil. Tubuh dulu pendek juga kecil, dengan kacamata, apalagi sifatnya yang pemalu dan insecure.

Bunda bantu Andara mulai pola makan sehat hingga merawat diri juga tentang mencintai diri sendiri.

Keluar dari kamar, ia langsung melangkah ke ruang makan, perutnya protes kelaparan.

"Wah, nyonya udah keluar dari kamar? Silakan dimakan nyonya, apa mau saya siapin juga?"

Sarkas sekali.

Andara mengambil pisang, membuka kulitnya lalu memakannya.

"Kamu nyuci, ya Dek?" ia mengangguk, pasrah saja jika tidak ingin mendengar nyonya Geovano marah-marah. Ayah saja yang sudah 20 tahun bersama lebih sering mengalah.

Menghabiskan dua pisang, kaki berbalut celana training melangkah ke laundry room, mulai memasukkan cucian kotor yang sudah dipisahkan berdasarkan warna.

Bunda begitu menyukai warna putih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bunda begitu menyukai warna putih. Dia memainkan ponsel sembari duduk di kursi kayu, mendapat banyak pesan spam dari Devan yang kurang kerjaan. Coba saja main ke rumah lagi, siap-siap jadi pembantu.

"Pacar lagi latihan ngebabu?"

Andara menatap Devan yang menyandarkan tubuh di dinding. Apa dia cari makan siang lagi?

"Devan." Andara memanggil.

Pemilik nama ikut bergabung, duduk menyandarkan kepala pada bahu kekasihnya. Napasnya terdengar berat, tangan Andara terangkat, mengelus rambut Devan yang mulai memanjang.

DevandaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang