◐ D w d e k a

4K 248 9
                                        

“Angel without wings
and I saw its you”
◑◑◑

Hari ini merupaka hari kelulusan dan nilai diumumkan. Sekolah mengelar acara wisuda yang juga dihadiri oleh orang tua siswa

Andara duduk disebelah Alwan, mereka dikelompokkan setiap kelas dan Andara belum melihat Ali hingga saat ini.

"Tau nggak?" Andara buru-buru menggeleng sebelum Alwan menyelesaikan kalimatnya.

Alwan mendecak pelan, "Kenapa lo bisa kuliah di luar negeri?" lanjutnya.

"Karena gue cerdas, punya banyak koleksi piala, mendali dan piagam, dari nasional sampai internasional," kata Andara.

Ah, jika saja gadis itu tidak terlihat cantik dalam balutan kebaya berwarna abu-abu, Alwan pasti sudah mencak-mencak sekarang.

"Pamer apa sombong?"

"Gue cuma mensyukuri gen yang diwariskan dari Ayah, Bunda."

Tengil.

Andara sebenarnya bosan, karena sambutan terlalu lama. Ia lupa sudah menahan untuk menguap berapa kali.

"Lo udah ketemu Ali?" Alwan menggeleng.

"Dia bareng orang tuanya."

Andara bersandar pada bahu Alwan, "Gue laper, Wan," bisiknya.

Alwan mengangkat kepala Andara agar kembali tegak, "Jangan senderan, nanti bedak lo luntur di jas gue," katanya yang terdengar menyebalkan ditelinga Andara.

Gadis itu mendecak sebal, hampir memukul Alwan tapi tidak jadi karena nama-nama lima besar yang meraih nilai-nilai tertinggi akan diumumkan.

Andara melirik Alwan, "Liat aja, kali ini gue yang nomor satu," katanya.

Tiga tahun jadi saingan, nilai terakhir Try Out Alwan menjadi yang tertinggi satu angkatan dan Andara dibawahnya.

Alwan mendecih pelan, "Gue, Ra," balasnya.

"Dengan nilai sempurna..."

Andara dan Alwan terdiam, keduanya sama-sama menghela napas dalam-dalam lalu saling menatap dan menggeleng pelan.

"Gue mundur deh, Wan. Sempurna soalnya." Alwan mengangguk.

"Gue juga, Ra. Berat kalau udah bawa-bawa sempurna."

Mereka saling menggengam tangan.

"Andara Putri Geovano."

Gadis itu terdiam sebentar, lalu menatap Alwan, "Gue bilang juga apa, Wan! Sempurna tuh Andara," katanya disusul tawa senang yang buat Alwan ikut tertawa walau memasang wajah kesal.

Andara melangkah maju naik ke atas panggung, berdiri di tengah-tengah.

"Alwan kok nggak ikut?" tanya pembawa acara yang buat semua terdiam dan menatap Alwan yang juga terdiam memasang wajah kebingungan.

"Dengan nilai sempurna yang dikurangi dua soal, Alwan Daffa."

Andara bertepuk tangan heboh, senang berhasil mengalahkan Alwan di ujian terakhir.

"Cie salah dua soal," ejek Andara ketika Alwan sudah disampingnya.

Gadis itu kembali menatap ke depan, mengedarkan pandangan dan mendapati Ali melambai kearahnya.

"Loh Ali, sini maju mewakili anak IPS," lanjut pembawa acara yang buat anak IPS berseru senang.

"Ali Bhakti!"

Semua berseru, "Tau gitu gue masuk geng Andara!"

Seru salah satu siswa yang buat Andara terbahak senang, "Sombong sih sama gue!" serunya buat semua tertawa senang.

"Katanya mau kalem, Ra?" kata Alwan.

"Sempurna bebas dong, Wan," kata Andara buat Alwan kembali kesal.

Mereka menerima bunga, sertifikat, mendali dan trofi. Andara sampai dibantu Kelvin yang baru saja tiba karena susah membawanya ketika turun panggung.

Mereka mengabaikan kenangan setelah acara utama selesai dan diisi hiburan.

Kelvin mencuri perhatian karena lama tidak tampak setelah lulus dan kuliah. Ia membantu Andara membawa piala dan buket bunga di tangan kiri dan membantu adiknya turun dengan tangan kanan.

"Si pinter," kata ayah ketika Andara dipelukannya.

Andara menoleh, menatap bunda yang mengelus kepalanya.

"Peluk Bunda nanti aja, ya? Ini enak banget beluk Ayah," kata Andara buat semua tertawa.

Tiga keluarga berkumpul tak jauh dari panggung, dekat photbooth yang disediakan panitia dari OSIS.

Alwan berdiri diantara kedua orangtuanya, begitu pula Ali. Andara melepaskan pelukan, beralih memeluk Kelvin.

Ia memasukkan tangan ke dalam jas yang dipakai kakaknya, peka dengan keadaan adiknya, Kelvin merapatkan jas yang dipakai untuk menutupi punggung Andara.

"Udah akur ternyata," kata bunda.

Seorang remaja lelaki yang memakai almamater OSIS datang menghampiri, ia menyalami semua orang kecuali Andara yang memilih tersenyum.

"Kamu acara sampai jam berapa, Dek?" tanya Ali.

Andara mengernyit, "Ali punya adik?" Orang tua Ali tertawa.

"Gak mirip ya, Ra?" Andara mengangguk—jujur.

"Aku Rade, Kak," ucapnya memperkenalkan diri.

Ali menepuk kepala Rade, "Yang rajin belajarnya, kalau nilai jelek nanti dibandingin sama gue."

Andara bisa lihat Rade mengumpat pelan. Rade undur diri, masih harus mengurusi acara hari ini. Kelvin menarik adiknya menjauh, lebih memilih melepas jas dan menyampirkan pada bahu Andara.

Gentleman.

"Makan-makan dulu, yuk?" ajak ibu Alwan.

"Besok malam aja gimana?" usul mama Ali.

Bunda tersenyum lebar, "Ayo! Dirumah siapa? Ajak Devan sekalian!"

"Dirumah Ali aja, besok siang kumpul ya, kita masak bareng."

Semua setuju. Para ibu yang paling semangat karena para bapak dan anak hanya pasrah.

Mereka pulang ke rumah masing-masing, Kelvin bantu ayah masukkan piala dan mendali di lemari besar yang ada di perpustakaan.

Andara membersihkan diri dan berganti baju dikamar mandi. Tubuhnya sudah segar kembali, ia masukkan sertifikat ke dalam map, bergabung dengan puluhan sertifikat ataupun piagan lainnya.

Ia duduk di kursi belajar, pintu balkon sengaja dibiarkan terbuka, memperlihatkan bahwa pintu balkon tetangga juga terbuka.

"Siapa namanya?"

Andara bermonolog sendiri, mengingat-ingat nama yang kemarin bunda sebutkan.

"Orion Gabino," gumamnya.

Bibirnya mengerucut, "Kamarnya jelek, terlalu soft buat cowok. Gapapa sih, tapi kenapa pastel?"

Sepertinya jiwa designer interior bunda sedang merasuk ke dalam Andara.

Gadis itu berjalan tegas kearah balkon, menumpukan kedua tangan pada pagar besi.

"ORION! KAMAR LO JELEK, GUE GAK SUKA!"

Well done, Andara.

◑◑◑
Direvisi pada
12042020

eunoiaelpis

DevandaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang