◐ E p t a

4.4K 369 2
                                        

"It's good to say goodbye"
◑◑◑

Kamar yang temaram ditemani suara malam, Andara termenung walau tau sudah tengah malam. Sulit untuk terpejam ketika kepalanya terasa berat.

Andara tidak pernah ingin punya masalah, tapi ketika keberadaan teman dipertanyakan jelas ia kalah. Devan terasa menjauh disaat bayang masa lalu memeluk, semakin menenggelamkan pada ketakutan.

Bahunya terguncang, tangis yang ia tahan pecah--lagi. Ini tekanan yang tidak pernah Andara harapkan, ia berhasil lawan ketakutan pertama kali tapi jika sampai datang yang kedua kali, ia pertanyakan diri sendiri.

◑◑◑

Kaki itu melangkah turun dari mobil Ayah. Ini sekolah baru yang kedua kalinya bulan ini. Kepalanya tertunduk dalam, sepatu lebih menarik dari pada taman main didepannya.

Bisik-bisik anak seusianya seperti suara lebah mengerubungi sarangnya.

"Wah, diantar pakai mobil."

"Dia pendek."

"Kurus banget."

"Dia orang kaya, jangan dekat-dekat."

Andara hampir menangis jika ayah tidak segera melangkah masuk ke ruang kepala sekolah. Walau sudah masuk, Andara bisa melihat beberapa anak mengintip dari jendela.

Tidak memperhatikan apa yang diobrolkan dua orang dewasa di depannya, sepasang telinga malah mendengarkan bisik-bisik dari balik pintu.

Kenapa mereka selalu ada? Bahkan kesekian kalinya pindah sekolah orang-orang seperti itu ada dimana-mana.

Andara masuk ke dalam kelas bersama guru, dia kelas satu sekolah menengah pertama waktu itu. Perkenalkan singkat, lalu Andara duduk pada kursinya.

"Kenapa dia masuk setelah MOS? Enak banget gak ikut MOS."

"Dia dari sekolah negeri, ngapain pindah ke swasta?"

"Mungkin karena bodoh."

Satu bulan Andara masih bertahan walau tanpa teman. Terlalu canggung untuk memulai percakapan. Mereka juga masih sering menjadikannya bahan candaan.

Saat jam istirahat pertama, Andara mengeluarkan kotak bekal dari bunda. Ia meletakkan diatas meja lalu membukanya. Beberapa anak lelaki datang mendekat.

"Wah, kita gak dibagi, nih?"

Andara rasa dia ketua geng Orc. Ya, Andara juluki mereka Orc, si buruk dari film Lord of The Ring. Satu bulan ini Andara mengelompokkan mereka, mana si provokator dan mereka yang netral atau kadang hanya ikut-ikut.

Sebenarnya itu cuma basa-basi, ditawari atau tidak bekal Andara tetap akan diambil dan akan kembali jika kotak sudah kosong.

"Lo bisu, ya?"

Andara menggeleng tapi memajukan bekal, agar segera mereka ambil. Andara berdiri, hendak pergi saat salah satu dari lima orang mencekal tangannya.

"Mau kemana lo?"

Ia coba lepaskan, tapi malah semakin kuat, "Lo gak denger? Mau kemana?"

"Kantin," jawabnya lirih.

Astaga, ia hampir menangis.

"Heh dekil! Bagi duit lo!"

Andara menggeleng, "Ini punyaku," ujarnya yang nyaris seperti bisikan.

"Kalau ngomong tuh yang keras!"

Kedua tangan itu mengepal, bukan karena marah tapi ketakutan. Tidak ada yang menolong, mereka hanya menonton.

DevandaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang