" Pain is inevitable.
Suffering is optional. "◑◑◑
"Kak Kelvin," panggil Andara saat membuka pintu kamar kakaknya.
Suasana kamar pria begitu ketara saat ia memasuki ruangan tersebut. Aroma mist juga sedikit mint melewati hidung Andara, benar-benar wangi Kelvin.
Kelvin masih bergelut dengan mimpi, nyatanya dia pulang di sepertiga malam karena harus rapat BEM, mendiskusikan banyak hal dan menyatukan pendapat dari banyak kepala.
Andara duduk di tepi kasur, wajah lelah ketara sekali walau Kelvin terlelap.
Kamar Kelvin tergolong rapi untuk ukuran anak laki-laki, dengan luas kamar yang sama dengan miliknya, menurut Andara ini terlalu sederhana sebelum ia mengetahui jika Kelvin menambah sekat dalam ruangan untuk dijadikan ruang main. Terakhir kali masuk ke medan perang milik Kelvin, telinganya jadi berdengung dan matanya sakit.
"Kak Kelvin makan dulu, yuk. Nanti abis makan tidur lagi gapapa kok."
"Nanti," gumam Kelvin dengan suara serak.
"Udah siang, Kak," ucap Andara.
"Baru juga tidur subuh," gumam Kelvin yang seperti rengekkan di telinganya.
"Sekarang jam 12, loh. Udah sembilan jam tidurnya, emang gak pusing?"
Kelvin diam.
"Kak," panggil Andara sambil menyisir rambut Kelvin dengan jari-jari tangannya.
"Hmm," gumam Kelvin semakin mengeratkan selimut.
"Semalam makan, gak?" Kelvin mengangguk.
"Dimana?"
"Di rumah."
Andara terus bertanya, ini salah satu cara membangunkan Kelvin. Membuat dia harus terus bicara dan membuat otak bekerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devandara
Teen Fiction"I know, i'm not enough. So i let you go, because it hurts to be half loved." ... Written in bahasa [#151 in Teen Fiction 20.07.17]