Aku bergerak gelisah dalam selimut, berharap menemukan posisi yang pas untuk tidur. Aku lelah tapi kasurku seolah tidak mau bekerjasama. Aku mendengus sebal, lantas bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu. Semoga di luar cuacanya bagus, batinku.
"Jisoo-ya, mau kemana?" Aku menoleh ke sumber suara dan menemukan kakak iparku berdiri di ambang pintu dapur membawa wajan teflon.
"Ah itu, aku tidak bisa tidur. Jadi aku memutuskan turun dan berjalan-jalan keluar rumah sebentar."
"Ah begitu, baiklah."
***
"Ah kenapa disini juga sepi sekali? Aku bosan." Ujarku sebal entah pada siapa.
Aku menoleh ke rumah sebelah. Rumahnya.
Pintunya tertutup dan pagarnya terkunci. Apa bibi sedang pergi ya?
"Apa aku jalan-jalan di sekitar sini saja,ya? Ya sudahlah kalau begitu."
"Hm hm hm...Disini dingin juga,ya." Gumamku.
Langkahku terhenti tatkala netraku menangkap sosoknya.
Mata kami bertemu.
Perlahan ia berjalan sambil terseok ke arahku.
Semakin dekat.
Kedua tangannya menyentuh pundakku. Sepasang matanya menatapku seolah memastikan apa yang ada di hadapannya sekarang adalah realita, bukan hanya imajinasi semata.
Tanpa berkata apapun, perlahan ia menarikku dalam sebuah pelukan hangat, sehangat hari musim semi terakhir yang kulalui bersamanya belasan tahun lalu.
Perlahan, kuangkat lenganku untuk membalas pelukannya dan bersamaan dengan itu air mataku menetes.
Ya Tuhan, terimakasih banyak. Terimakasih.
Kueratkan pelukanku. Seolah jika kulepas ia akan melebur bagai debu dan tertiup angin.
Dapat kurasakan detak jantungnya. Jiwon-ah, kau tahu? Ini detak yang sama setiap kali aku merindukanmu.
Dengan berurai air mata dan suara serak ia berkata, "Apa ini nyata? Apa kau benar-benar Jisoo? Kim Jisoo sahabatku? Sahabat 17 tahunku? Benar ini kau?"
"Ini aku, Jiwon-ah. Aku, Kim Jisoo, sahabat 17 tahunmu yang dulu sering kau ganggu. Ini aku. Ini aku, Jiwon-ah."
Tangisannya semakin menjadi seiring pelukannya yang semakin erat. Kurasakan rambutku mulai basah karena air matanya.
Jiwon-ah, serindu itukah dirimu?
***Setelah beberapa menit, suara tangisannya mulai mengecil. Dan detak jantungnya mulai stabil dan tenang.
Ia melepaskan pelukan kami. Ia menatapku dengan kedua tangannya masih memegang pundakku. Hangat yang ia berikan mulai menjalar di pundakku lalu menerobos masuk hatiku.
Sungguh, aku takkan melepaskan tangan ini lagi.
"Ya! Akhirnya kau kembali juga!" Ujarnya sambil menjitak kepalaku.
Sepertinya ini memang Jiwonku.
"Ya! Kenapa kau menjitak kepalaku?"
"Itu hukuman karena kau sangat lama."
"Ah I see. Apa kau merindukanku?" Tanyaku menggodanya.
"Cih mana mungkin. Untuk apa aku merindukanmu?"
"Oh begitu ya. Ya sudah aku kembali ke Jepang saja." Ujarku sambil melangkah pergi.
Kurasakan sepasang lengan memeluk pinggangku dari belakang. "Jangan pergi." Isaknya.
"Jiwon-ah..." Aku melepaskan lengannya dan berbalik kearahnya.
"Jangan pergi lagi, Jisoo-ya. "
"Ya! Kenapa kau menangis? Tidak aku tidak akan pergi."
"Maaf aku tadi hanya bercanda."
"Ya ya ya aku tahu. Jangan menangis, hm?"
"Okay." Ujarnya sambil tersenyum. Senyum terhangat malam ini.
I'm rlly sorry for sO0oooo late update:'( Ini yg nulis aja udah gedeg apalagi kalian btw:(
-bae

KAMU SEDANG MEMBACA
dear my friend🌸
Short StoryKau bukan masa lalu yg pantas kubuang atau hapus. Kau masa lalu yang harus kupeluk. 🌸JiSoo Kim Aku akan dan selalu menunggumu. Walau harus dibayangi hantu kerinduan yang sewaktu-waktu bisa membunuhku 🌸Bobby • plot is mine. ©jae-anget