Malam ini malam kepulangan. Masih ada rasa kekecewaan yang memenuhi relung hatiku. Siapa yang tak kecewa setelah 11 tahun berpisah dan sekarang diberi kesempatan untuk sekedar mencarinya hilang begitu saja.
''Bobby ayo cepat masuk.'' Suara Hanbin menginterupsiku. Kakiku seakan tak mau menuruti otakku. Aku tak ingin pergi. Tapi terkadang otakmu harus lebih pintar dari hatimu kan?
Mungkin inilah takdir kami berdua. Selamat tinggal Jepang, selamat tinggal temanku.
Malam ini adalah malam tersepi yang pernah kurasakan. Entah kenapa hatiku menjadi bimbang. Aku terus saja memikirkan Jisoo. Jujur, aku sangat merindukannya saat ini.
Di pesawat aku tak ingin banyak berpikir yang nantinya akan membuatku bertambah kecewa. Lebih baik aku segera tidur.
Tak terasa ini sudah lima menit sebelum landing. Penerbangan terasa sangat hambar bagiku. Aku bahkan tak bisa tidur selama penerbangan. Rasanya ada yang masih kurang.
Tak ingin terus kepikiran, aku melangkahkan kaki keluar bersama member lain saat pesawat sudah mendarat.
Di mobil dalam perjalanan pulang ke dorm aku tak banyak bicara. Moodku untuk bercanda entah mengapa menguap begitu saja.
Aku melirik ke kiri, kearah Hanbin.
Ada apa ya dengan Hanbin? Ia terlihat senang sekali. Tetapi sepertinya ia tak ingin aku tahu. Ah mungkin saja ada yang menarik perhatiannya tapi tak ingin seorang pun tahu dan akhirnya juga tertarik, asumsiku dalam hati.
***
Kami sampai di dorm sangat larut. Semua member terlihat lelah dan langsung pergi menuju kamar masing-masing untuk istirahat. Berbeda denganku, sepertinya malam ini aku tak akan bisa tidur. Hatiku sungguh tak tenang.
Aku berjalan naik ke lantai dua. Setelah sampai di depan pintu yang paling ujung aku memutar kenop dan membukanya.
Udara malam langsung menyerangku ketika pintu itu terbuka. Aku melangkah menuju ujung atap. dari sini bisa aku lihat keramaian kota Seoul dengan kehidupan malamnya. lampu-lampu gedung yang masih menyala seolah ikut menemaniku menghabiskan malam ini.
Kudongakkan kepala. Menatap langit tak berbintang. Merasakan dinginnya buliran gerimis menjamah kulit wajahku. Aku tak perduli. Mungkin ini bisa menyegarkan pikiranku.
''Jiwon-ah, apa yang sedang kau lakukan?'' Tanya seseorang yang kini telah berdiri disampingku. Hanbin.
''Ah kau mengagetkanku saja. Tidak ada apa-apa.'' Jawabku bohong.
''Kau bohong. Ada apa sebenarnya? Ceritalah padaku.''
Aku menghela napas sebelum mulai membuka mulut.
''Aku sedang galau dan dilema. Rasanya ada sesuatu yang terus mengganggu pikiranku. Aku sendiri tak tahu caranya menenangkan pkiranku. Makanya aku kesini berharap menjadi rileks sejenak.'' Jelasku panjang lebar.
''Apa yang sedang mengganggu pikirnmu? Mungkin dengan berbagi denganku beban pikiranmu akan menjadi sedikit berkurang.''
Aku menghela napas yang kesekian kalinya sebelum mulai menceritakan semua. Tentangnya.
''Tujuh belas tahun yang lalu aku mempunyai sahabat. Sampai sekarang ia tetap menjadi sahabatku. Kami bertemu di Amerika saat usia kami 4 tahun. Ia adalah orang Korea tetanggaku. Rumahnya tepat di seberang rumahku. Enam tahun kemudian saat usia kami 10 tahun, ia dan keluarganya memutuskan pindah ke Jepang. Ia memberikan alamatnya di Jepang dan Korea. Saat aku berusia 17 tahun aku pergi ke Korea dan harus meninggalkan keluargaku. Aku mencari tahu alamat yang ia berikan. Ternyata yang tinggal di rumahnya bukan lagi ia dan keluarganya, melainkan bibi nya. Beliau mengatakan bahwa ayah sahabatku itu sudah meninggal di Korea satu bulan sebelum aku datang. Sahabatku dan kakak lelakinya masih menetap di Jepang. Aku sangat sedih dan kecewa saat itu. Sedih dan kecewa karena tak tahu kapan ia akan menepati janjinya dahulu.''
Hening.
''Apakah ia berjanji akan kembali?'' tanya hanbin memecah keheningan.
''Aku bertanya padanya saat itu. Tidak, ia hanya mengatakan jika aku mempunyai keyakinan dan rasa percaya diri aku bisa menunggunya.'' Jawabku disertai seringai pasrah.
''Apa kau tidak berusaha menghubunginya saat itu?''
''Sudah tak terhitung jumlahnya aku menghubungi nomor yang juga sempat ia berikan. Namun tidak bisa. Selanjutnya aku disibukan dengan kegiatan menjadi trainee. Aku menulis banyak lagu saat di Amerika. Karena aku berharap kami dapat menaynyinkannya bersama-sama. Aku tetap menunggunya hingga saat ini. Dengan keyakinanku yang kuat bahwa ia juga sedang menungguku dan suatu hari nanti kami akan bersama lagi. Meski, aku tak tahu kapan hari itu akan tiba.'' Kuakhiri ucapanku dengan seulas senyum meremehkan yang terpatri di bibirku.
''Apa yang kau rasakan beberapa tahun belakangan ini? Dan juga, sekarang.''
''Sesak. Waktu sekaan menghimpitku. Menempatkanku dalam ruang yang ia buat. Yang entah kenapa terasa sangat sempit dan menyiksa walau ruang itu besar.
Saat ini, fakta yang sedang berputar dalam benakku adalah, bukan masalah kepergian, kepindahan, atau perpisahan dengannya. Yang menjadikan duka dalam hati adalah karena kita telah menempatkan perasaan, memberikan cinta yang teramat besar, dan kepercayaan pada seseorang yang bahkan tak kau yakini kapan akan kembali. Dan akhirnya yang menorehkan luka yang tak pernah mengering adalah, saat kita merindukannya.
Mungkinkah kau menungguku? Seperti yang kulakukan selama ini?

KAMU SEDANG MEMBACA
dear my friend🌸
Short StoryKau bukan masa lalu yg pantas kubuang atau hapus. Kau masa lalu yang harus kupeluk. 🌸JiSoo Kim Aku akan dan selalu menunggumu. Walau harus dibayangi hantu kerinduan yang sewaktu-waktu bisa membunuhku 🌸Bobby • plot is mine. ©jae-anget