Chapter 3

12.1K 864 14
                                    

Sedari tadi Prilly tak pernah berhenti menggerutu. Bagaimana tidak? Hari pertamanya berstatus sebagai mahasiswi, bukannya memberikan kesan baik, justru menberikan kesan yang buruk.

Prilly mengikuti langkah seorang pria yang sudah membuat moodnya down pada hari ini. Ali, ya pria itu akan memberikan hukuman kepada Prilly karena gadis itu tak sengaja menumpahkan minuman pada pakaian yang di kenakan oleh Ali.

"Kak kita mau kemana 'sih? Gue mau di kasih hukuman apa? Jangan yang berat-berat ya, lagian gue nggak sengaja kok numpahin minumannya. Suerr deh nggak bohong," cerocos Prilly sembari mengangkat jari telunjuk dan tengahnya secara bersamaan.

"Lo bisa diam nggak 'Sih? Bawel banget," balas Ali sedikit menyentak. Prilly menghela nafasnya gusar kemudian mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya, berharap ada dewa atau dewi penolong yang menyelamatkannya saat ini.

'Aaaa Jessica, Kak David kalian dimana? Tolongin gue dari jeratan macan ini.' Teriak batin Prilly cemas.

"Buruan, lelet lo." Cicit Ali yang membuat Prilly mendengus kesal dan mempercepat langkahnya untuk mengikuti pria itu.

"Kak, Gue 'kan udah minta maaf. Masa masih mau di hukum? Lagian bentar lagi gue ada kelas 'lho, kalau sampai telat gimana? 'Kan bisa tambah masalah," lanjut Prilly kembali.

Ali menghentikan langkahnya di depan ruang futsal. Ia membuka ruangan tersebut kemudian menoleh ke arah Prilly yang masih berdiri di belakangnya.

"Lo liat 'kan? Ruangannya kotor. Jadi lo tahu apa yang harus lo lakuin?" ujar Ali. Prilly mengikuti arah pandangan Ali melihat seisi ruang futsal. Memang ruangan itu tampak kotor, sepertinya jarang di bersihkan.

"Enggak," Prilly menggelengkan kepalanya pelan. Lagian apa hubungannya yang harus ia lakukan dengan ruang futsal yang kotor itu?

"Lo punya otak nggak 'Sih?" tanya Ali menahan geramannya.

"Punya, Kalau gue nggak ada otak, berarti gue nggak bakalan hidup kak," sahut Prilly.

"Punya akal juga 'kan?" lanjut Ali.

"Punya Kak, kenapa 'sih dari tadi nanyain otak sama akal?" bingung Prilly.

"Lo tahu kegunaan akal untuk apa?" tanya Ali kembali.

"Untuk berpikir, 'kan nggak mungkin kegunaannya untuk kita bernafas," sahut Prilly sekenanya.

"Nah itu lo tahu 'kan. Makanya kalau punya akal di gunain buat mikir, jangan cuma jadi hiasan organ tubuh doang," sentak Ali tepat di depan wajah Prilly.

"Ihh Kak Ali jangan dekat-dekat gitu mukanya. Ntar naksir lo," goda Prilly.

"Najis!" umpat Ali.

"Bersihin ruangannya! Gue balik udah harus selesai." Lanjut Ali sembari berlalu meninggalkan Prilly.

"Dih galak banget 'sih jadi cowok. Lagian mukanya kenapa nggak ada ekspresi gitu 'sih? Datar ngelebihin tembok, emang Kak Ali nggak pernah di ajarin buat senyum apa? 'Kan sayang muka ganteng kayak gitu di anggurin, mending contoh tuh Kak David udah ganteng, baik, ramah murah senyum pula. Aishh bikin gue klepek - klepek," tutur Prilly menangkup kedua tangannya di wajahnya sembari tersenyum tak jelas.

"Prilly," panggil seseorang menyadarkan lamunan Prilly.

"Eh, Bella?" sahut Prilly tersentak sembari menatap seorang gadis yang seumurannya memanggilnya.

"Edwarnya mana?" lanjut Prilly terkekeh.

"Lo kenapa senyum-senyum kayak gitu? Lo baik-baik aja 'kan? Terus kenapa masih di sini? Lo belum masuk? Bentar lagi 'kan mata kuliah jam pertama di mulai," cerca gadis yang bernama Bella. Ia salah satu teman fakultas Prilly dan mereka sudah saling mengenal saat OSPEK hari ketiga.

My Cute Girl (PENDING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang