Chapter 22

10K 765 14
                                    

Prilly melirik Jessica yang sudah tertidur pulas di atas ranjang dengan di baluti selimut tebal yang menutupi sebagian tubuhnya. Prilly melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 9 malam. Pantas saja Jessica sudah tertidur. Namun, sepertinya berbeda dengan Prilly yang tak merasakan kantuk sama sekali. Ini memang sudah menjadi kebiasaan Prilly, tidur kemalaman dan kadang bangun suka kepagian. Jam 3 pagi Prilly suka tiba-tiba terbangun sendiri.

Prilly memutuskan untuk keluar rumah dan duduk di bangku taman yang terletak di depan rumah kontrakan tersebut. Prilly menatap ponselnya sesaat, sudah hampir dua minggu ini Papinya---Tomi tak memberikan kabarnya padanya. Prilly juga sudah mencoba untuk menghubungi Tomi, namun nomornya tak aktif. Prilly merasa sangat khawatir dengan keadaan Tomi. Karena, hanya Tomi satu-satunya keluarga yang Prilly miliki saat ini.

"Papi lagi ngapain? Kenapa nggak bisa di hubungin? Illy khawatir, Pi. Illy takut terjadi sesuatu sama Papi. Illy nggak mau kehilangan Papi. Karena sekarang cuma Papi satu-satunya keluarga yang Illy punya. Semoga Papi baik-baik aja ya sekarang. Illy akan selalu doain Papi," Prilly memandangi langit yang tanpa bintang dan bulan.

Prilly tersentak saat ada sesuatu yang menyentuh kepalanya. Lantas Prilly mendongakkan wajahnya. Prilly melebarkan matanya saat melihat Ali yang sudah berdiri tepat di hadapannya.

"Kak Ali?" gumam Prilly. Ali hanya mendehem pelan dan berangsur duduk di sebelah Prilly. Sementara, Prilly masih diam menatap Ali, karena kaget dan bingung dengan kedatangan pria itu secara tiba-tiba.

"Mungkin Papi lo masih sibuk," ucap Ali yang membuat Prilly mengernyitkan dahinya.

"Kok Kakak tahu kalau aku lagi mikirin Papi? Kak Ali cenayang ya?" tanya Prilly. Ali kembali meliriknya sekilas dan menepuk pucuk kepala Prilly. Prilly tersenyum melihat kebiasaan Ali itu. Aku? Prilly memang mulai membiasakan diri menggunakan aku-kamu, itu adalah hasil sharing dari Prilly di internet. Walaupun Ali yang masih enggan.

"Kak Ali kenapa bisa ada di sini?" tanya Prilly kembali.

"Emang kenapa? Nggak boleh?" sahut Ali balik bertanya sembari bersedekap dada.

"Nggak apa-apa 'sih. Boleh-boleh aja kalau Kakak ke sini. Tapi 'kan ini udah malam? Emangnya Kak Ali di cariin sama orang tua Kak Ali?" balas Prilly menoleh ke arah Ali.

"Gue cowok. Ngapain di cariin?" sahut Ali acuh.

"Emangnya kalau anak cowok nggak di cariin ya sama orang tua?" Prilly kembali bertanya tanpa melepas pandangan dari Ali.

"Bukannya gitu, cuma kalau cowok lebih bisa jaga diri walaupun sampai malam," jawab Ali.

"Aku juga bisa jaga diri kok," ujar Prilly. Ali menaikkan sebelah alisnya menatap Prilly.

"Beneran. Aku 'kan bisa karate sama taekwondo, lagian aku juga udah sabuk hitam. Kak Ali mau aku buktiin?" tambah Prilly meyakinkan dan hendak beranjak dari duduknya. Namun, Ali segera menahannya membuat Prilly mengurungkan niatnya untuk berdiri.

"Nggak usah," titah Ali. Prilly mengangguk pelan.

"Kak," panggil Prilly membuat Ali menoleh.

"Tangan Kakak kenapa?" Prilly meraih sebelah tangan Ali yang tampak memerah dan menatap tangannya lekat.

"Nggak apa-apa," Ali segera menarik tangannya dari genggaman Prilly.

Prilly berdecak kesal. "Nggak apa-apa gimana? Ini tangan Kak Ali luka 'lho? Kak Ali abis ngapain aja 'sih? Kok bisa kayak gini?" cerca Prilly yang kembali meraih tangan Ali.

"Kakak tunggu di sini dulu, ya! Aku mau ngambil kotak P3K di dalam," Prilly beranjak dari duduknya dan segera berlari ke dalam rumah. Ali menatap punggung Prilly yang mulai hilang dari pandangannya dengan senyuman tipisnya. Apakah Prilly khawatir terhadapnya? Entah kenapa hati Ali terasa menghangat mengingat hal itu.

My Cute Girl (PENDING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang