Prolog

6.7K 435 64
                                    

Tak ada yang akan selamat!

Lelaki itu tahu dengan pasti, setiap pilihan yang ia pilih memiliki risiko. Sama sekali tak pernah terbersit di pikirannya akibat dari pilihannya akan seperti ini.

Lengannya terasa kebas sedari tadi. Semenjak timah panas itu menembus lengan kirinya. Menyebabkan bau anyir menyeruak ke udara dari balik kaus hitam yang telah melekat sempurna karena keringat.

"Pergilah."

Lelaki itu meringis pelan. Merasa pengecut karena sama sekali tak berdaya menghadapi pemandangan di hadapannya.

"Pergilah."

Kalimat yang terucap dengan lirih itu kembali terdengar. Lelaki itu merasa semakin pengecut saat seseorang meraih lengannya untuk segera pergi dari tempat itu.

Ia berontak. Tentu saja. Tapi ia tak kuasa melawan karena orang yang menariknya memiliki tenaga yang lebih kuat dari dirinya yang hampir menembus ajal.

"Kita harus pergi! Jangan berlagak bodoh!"

Makian itu begitu menusuk jantungnya.

Ia tidak bisa pergi. Tidak bisa!

"Dia akan baik-baik aja. Lo percaya sama gue."

Laki-laki itu sangat ingin percaya. Tapi, kenyataan yang menyapa penglihatannya membuatnya tak bisa memercayai kata-kata itu.

Dia tidak akan baik-baik saja. Gadis itu tidak akan baik-baik saja.
Gadis itu dalam bahaya!

"Carl!"

Sentakan kuat itu akhirnya membuat lelaki itu berdiri. Melangkah dengan berat, dan mata yang tak pernah lepas dari sosok gadis yang kini tersenyum lemah ke arahnya.

Walau dalam pencahayaan yang remang, Carl masih bisa membaca gerak bibir wanita itu. Bibir yang kering karena tak menerima asupan mineral selama tiga hari.

Maafin gue, maafin gue Carl.

Samar-samar, Carl mendengar derap langkah. Bukan satu, tapi belasan pasang kaki yang melangkah ke tempat mereka berada sekarang.

"Shit! Cepet pergi dari sini Carl! Jangan bertingkah bodoh dan menjadi umpan untuk mereka!"

Orang itu berdesis. Putus asa karena Carl masih bergeming di persembunyian mereka. Dengan sisa tenaganya yang terakhir, ditariknya tubuh tegap Carl. Pergi dari tempat itu dan bergabung dengan teman mereka yang sudah menunggu di luar sedari tadi.

Carl membuang ludahnya saat merasakan aliran darah di mulutnya. Tiba-tiba Carl menoleh, menatap gadis itu sebelum benar-benar pergi, matanya terbelalak tak percaya. Ia berontak, meraung-raung. Air mata luruh membasahi wajahnya yang berdebu.

Suara desing peluru yang bertubi-tubi membuat dunianya seketika runtuh. Carl merasakan punggungnya dipukul keras dari belakang saat melihat tubuh gadis itu meluruh ke lantai. Berselimut darah segar akibat peluru yang bersarang di tubuhnya.

Pandangan mata Carl mengabur. Diulurkannya tangannya ke arah gadis itu, berharap dapat menggenggam tangan gadis itu. Namun, udara dingin di balik punggung dan pukulan yang kembali menyapanya membuat mata Carl terpejam sempurna.

Bersamaan dengan tertutupnya mata gadis itu yang menghentikan detak jantungnya.

(END) After That MonthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang