Bab Lima

2.8K 240 17
                                    

Saat pertama kali aku membuka mata, langit-langit kamar berwarna hijau muda langsung menyambutku. Setelah mengumpulkan kesadaran, aku mulai menggerakkan tubuhku sebelum bangkit berdiri. Setengah menguap aku membuka kaca jendela. Menyaksikan dedaunan menari bersama udara pagi.

Pagi memang belum sepenuhnya datang. Bahkan mentari pun masih menyembunyikan dirinya di ufuk timur. Tapi sudah menjadi kebiasaan untukku bangun saat subuh. Meskipun aku terbiasa tidur jam 2 dini hari, aku tetap bangun saat subuh.

Aku memutuskan keluar kamar setelah menunaikan ibadahku. Siluet punggung Kak Sonia langsung tertangkap mata saat aku menuju dapur. Wanita yang berbeda tiga tahun itu menoleh dan tersenyum mendapati kehadiranku.

"Udah bangun, Nav?" tanyanya berbasa-basi.

Aku mengangguk singkat dan mendekatinya yang tengah sibuk membuat sarapan.

"Masak apa, Kak?"

"Nasi goreng," Kak Sonia menoleh sekilas. "Kamu udah mandi?"

Aku meringis sebelum menggeleng.

"Belum, Kak. Kakak udah?"

Kak Sonia tersenyum tipis.

"Udah dong. Kamu mandi dulu gih, kita sarapan bareng."

"Oke deh. Navy mandi dulu, ya, Kak," pamitku sebelum meninggalkan Kak Sonia yang berkutat dengan masakannya.

Alih-alih mengikuti ucapan Kak Sonia untuk mandi, aku malah memilih duduk di halaman belakang. Membawa tubuhku menuju ayunan yang berhadapan langsung dengan dapur. Dari tempatku sekarang, aku dapat melihat gerakan Kak Sonia yang begitu telaten memasak.

Aku mengukir senyum saat membayangkan Kak Sonia yang tengah memasak dengan sosok Mama. Dulu, sebelum aku mulai bekerja, aku selalu menunggu Mama menyiapkan masakan dari ayunan ini. Liurku hampir menetes tiap kali aroma masakan Mama tercium hidungku. Perutku langsung keroncongan melihat masakan Mama yang tertata apik di meja makan.

Omong-omong, gimana ya keadaan Mama? Apakah beliau sudah membaik?

"Navy!"

Teguran yang berasal dari arah dapur sontak membuatku mendongak. Aku langsung cengengesan melihat Kak Sonia yang berkacak pinggang saat melihatku.

"Tadi katanya mau mandi. Kenapa malah duduk-duduk di ayunan?"

Sebelum Kak Sonia melanjutkan ucapannya, aku memilih berdiri dam berlari masuk ke rumah. Kali ini aku menuruti Kak Sonia untuk lekas mandi.

Oh ya, apa sebelumnya aku sudah mengatakan sesuatu pada kalian? Sebenarnya, meski umurku sudah 26, aku masih dianggap sebagai anak kecil karena statusku yang anak bungsu. Sesuatu yang menyenangkan karena dimanja, dan menyebalkan karena aku dianggap belum dewasa seutuhnya.

***

Setelah mandi dan berpakaian rapi, aku bergegas menuju meja makan. Kak Sonia dan Rada, keponakanku, sudah menungguku di sana. Kak Sonia yang tengah menyuapi Rada hanya melirikku sekilas sebelum kembali fokus pada Rada yang tampak lahap dengan sarapannya.

"Pagi, Cantik." Kucium pipi Rada yang tampak menggemaskan. Gadis cilik itu langsung menoleh setelah satu ciuman mendarat di pipi kanannya.

(END) After That MonthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang