"Lo mau ke mana?"
Pertanyaan yang bersumber dari sosok di belakang saya membuat langkah saya terhenti seketika. Saya melirik sekilas arloji di pergelangan tangan kanan saya sebelum menoleh ke belakang. Navy dengan penuh selidik menatap saya lekat.
"Ke kantor. Kamu pikir ke mana lagi saya pergi kalau bukan ke kantor?"
"Emang lo gak ngambil cuti?" tanya Navy dengan sedikit menguap.
"Ada banyak hal yang harus saya urus."
Tanpa menoleh lagi, saya mengambil tas laptop di sofa. Meninggalkan Navy yang masih berdiri di dekat dinding pembatas antara ruang tengah dan ruang tamu.
"Gue rasa nggak masalah kalau lo ambil jatah cuti buat seminggu lagi. Orang-orang juga ngerti kalau lo baru nikah."
"Ada urusan penting yang harus saya tangani langsung." Saya dengan sengaja menekan kata-kata yang saya ucapkan.
Navy membuka mulutnya, membuat ekspresi mengantuk yang disengaja.
"Apa elo segitu workaholic-nya kah? Sampe memperpanjang cuti aja nggak mau."
"Memangnya kalau saya memperpanjang cuti, saya harus ngapain?"
"Ya liburan dong. Emang nggak suntuk apa kerja terus? Gue aja suntuk pake banget. Untung aja orang kantor ngasih cuti lumayan karena gue nikah. Terus—"
"Jadi, kamu mau kita honeymoon kayak pengantin baru lainnya? Itu maksud dari kata-katamu?"
"Ya nggak gitu juga kali. Emang siapa juga yang mau honeymoon. Mending gue istirahat aja di rumah," jawab Navy langsung.
"Ya, bisa saja kamu mempunyai niat terselubung."
Saya sudah akan masuk ke dalam mobil saat Navy berkata, "Bukannya itu elo, ya? Elo punya niat terselubung, kan? Lo juga nggak pernah jawab pertanyaan gue tentang alasan lo sebenarnya."
"Saya sudah jujur saat saya mengatakan akan melindungi kamu."
"Melindungi?" Navy berdesis. "Gue nggak tahu apa yang mesti lo lindungi dari gue. Lo pikir gue nggak bisa jaga diri? Iya? Lo salah, Sat. Salah besar!"
"Saya tidak mau berdebat."
"Lo pengecut, Sat!"
Saya tidak tahu sejak kapan Navy berdiri di dekat mobil. Kata-kata Navy yang sangat ingin saya abaikan, malah membuat saya seketika tidak berkutik.
"Kenapa lo diem aja? Baru nyadar kalau omongan gue bener? Lo bener-bener pengecut, Sat! Nggak gentle banget sih jadi cowok!"
"Waktu saya terlalu berharga untuk meladeni ucapan kamu."
Tanpa membiarkan Navy berkata lagi, saya langsung menutup pintu mobil. Begitu mesin mobil telah dihidupkan, saya bergegas menginjak pedal gas. Pantulan wajah Navy yang terlihat kacau tampak jelas di kaca spion tengah.
Setelah mobil yang saya kemudikan bergabung dengan kendaraan lain di jalan raya, barulah saya bisa bernapas normal. Saya menundukkan wajah, menghela napas panjang.
Kata-kata Navy kembali terngiang di kepala saya. Membuat sesuatu yang semestinya saya lupakan kembali menari di ingatan saya.
***Kantor Silver Group tampak lenggang seperti biasa. Dua orang penjaga keamanan dengan siaga berjaga di pos satpam, di dekat gerbang yang terbuka sebagian.
Setelah memarkirkan mobil di tempat biasa, saya kembali mengawasi pergerakan di Silver Group.
Meski sang waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi, tidak ada pergerakan berarti dari kantor yang tingginya begitu mencolok itu. Bahkan, dari pengamatan saya, si tua George belum juga menampakkan batang hidungnya hingga detik ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
(END) After That Month
Action"Manusia tidak bisa menghindari kematian dan cinta." Navy Julianarya, seorang jurnalis yang ditugaskan melakukan sebuah investigasi di salah satu perusahaan yang dicurigai melakukan perdagangan gelap. Siapa yang menyangka, hal ini justru mengubah ja...