Bab 2

345 8 0
                                    

"Bagaimana?" tanya Siau Ma dari belakang pintu.

Lan Lan menghela napas, ujarnya, "Bagus, bagus sekali."

Sambil bergelak tertawa Siau Ma melangkah keluar, serunya, "Gong-heng kau baik-baik saja?"

Begitu Siau Ma keluar, wajah Thio-gongcu berubah jelek, seperti melihat setan di siang hari bolong, tanpa bicara segera dia putar tubuh hendak pergi.

Sudah tentu dia tidak bisa lari. Enam orang laki-laki yang memegang pentung sudah mencegat di depan pintu.

Terpaksa Thio-gongcu membalik badan, sambil mengawasi Siau Ma dia menghela napas, katanya dengan menyengir getir, "Aku tidak baik, tidak baik sekali."

"Lho, kenapa tidak baik?" tanya Siau Ma.
"Siapa saja yang bertemu setan sialan macam dirimu, mana mungkin bisa baik-baik saja?"

Siau Ma bergelak tertawa sambil menghampiri, dengan kencang dia peluk pundak orang, kelihatannya mereka seperti sahabat lama, bahkan sahabat kental.
Seorang gelandangan seperti Siau Ma bersahabat dengan tukang sepatu? Maka asal-usul tukang sepatu ini patut dicurigai.

Tapi Lan Lan tidak mencari tahu asal-usulnya, satu hal yang paling ingin segera dia lakukan adalah segera berangkat, lewat Long-san dan tiba di tempat tujuan dengan selamat.
Lan Lan hanya bertanya, "Kenapa tidak kau tanya padanya, apakah dia mau berangkat bersama kami?"
"Dia pasti mau," jawab Siau Ma tegas.
"Bagaimana kau tahu?"

"Kalau dia sudah bertemu dengan aku, kemana dia bisa menyingkir?"
Air muka Thio-gongcu makin jelek, segera dia memancing pertanyaan, "Kalian tidak mengajakku pergi ke Long-san bukan?"

"Siapa bilang bukan? Aku justru akan mengajakmu ke Long-san."
Berubah pucat muka Thio-gongcu, mendadak dia memejamkan mata, lalu duduk mendeprok di lantai. Maksudnya hendak mogok jalan, bukan saja tidak mau ikut, dia pun tidak mau dengar bujukan siapa pun, peduli apa yang diucapkan, dia tidak akan mau menurut lagi.

Lan Lan mengawasi Siau Ma, Siau Ma tertawa, dia tarik tangan Thio-gongcu lalu mencoret-coret di telapak tangannya, seperti tabib yang menulis resep obat layaknya. Resep obat itu ternyata ces-pleng, amat manjur. Mendadak Thio-gongcu melompat berdiri, katanya sambil melotot kepada Siau Ma, "Apa aku harus menempuh perjalanan ini?"

Siau Ma manggut-manggut.

Berubah hijau muka Thio-gongcu, lalu menjadi pucat pula, akhirnya dia menghela napas, katanya, "Baiklah, aku ikut, tapi aku punya syarat."
"Katakan."
"Panggillah Lo-bi kemari, kalau mau basah, biarlah kita terjun bersama."
Seketika bersinar mata Siau Ma, katanya, "Jadi Lo-bi juga ada di kota?"
"Dia baru datang," sahut Thio-gongcu. "Dia sedang minum arak di dapur rumahku."
Lebih terang cahaya mata Siau Ma, seperti gelandangan yang mendadak menemukan mestika di tumpukan sampah, mestika yang tak ternilai harganya.
Lan Lan bertanya pula, "Siapakah Lo-bi itu?"
"Lo-bi juga seorang tukang kulit."

"Apa kemampuannya?"
"Tidak punya kemampuan apa-apa."
"Sedikit pun tidak punya?"
"Setengah pun tidak punya."
"Tidak punya kemampuan apa-apa?"
Siau Ma mengangguk.

Lan Lan bekata, "Kalau orang itu tidak punya kemampuan apa-apa, untuk apa kau mengundangnya kemari?"
"Berapa banyak orang yang pernah kau lihat dari mereka yang tidak punya kemampuan apa-apa?"
Lan Lan berpikir sejenak, katanya kemudian, "Kurasa seorang pun tiada."

"Oleh karena itu orang seperti dia justru sukar ditemukan."
Lan Lan bingung, dia tidak mengerti.
Siau Ma menjelaskan, "Sedikitpun tidak mampu berbuat apa-apa adalah kemahirannya, keahliannya yang utama, di seluruh kolong langit, yakin takkan bisa kau temukan seorang seperti dia."

Lan Lan seperti maklum, tapi juga seperti belum paham betul. Di hadapan lelaki jarang dia bisa memahami suatu persoalan, umpama satu tambah satu sama dengan dua juga tidak mungkin dia pahami dengan cepat. Akan tetapi bila dikira dia dungu, dia tidak mengerti, maka adalah keliru, salah besar.
Siau Ma tidak melakukan kesalahan, maka dia tidak memberi penjelasan lebih lanjut. Dia hanya tanya kepada Thio-gongcu, "Berapa banyak kau simpan arakmu di dapur?"
"Kalau tidak empat pasti ada tiga kati," sahut Thio-gongcu.
Siau Ma menghela napas, katanya, "Kalau begitu tentu dia sudah pergi, setelah minum tiga kati arak, dia pasti tak mau tinggal lebih lama di dapur orang lain."
Thio-gongcu sependapat. Lan Lan malah bertanya, "Setelah minum tiga kati arak, apa yang akan dilakukan?"

Serial 7 Senjata (Qi Zhong Wu Qi Zhi) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang