Bab 7

330 8 0
                                    

Dingin jari-jari Siau Ma. "Obat apa?" tanyanya.

"Yang terang obat itu adalah racun."

"Tapi racun juga banyak jenisnya."

Tawar suara sang duta, "Tanggal 15 menjelang fajar engkau harus sudah berada di sini, atau kau akan merasakan racun apa yang sudah kutaruh dalam tubuhmu."

* * * * *

Tanggal 13 bulan 9. Malam sudah larut, kabut pun makin tebal.

Cahaya lampu masih menyala di balik jendela hotel Damai, di luar kabut amat tebal, dari kejauhan, cahaya lampu mirip sinar rembulan yang redup.

Suasana sepi, tiada orang lain dalam hotel itu, hanya terdengar suara tik-tak-tik-tak dari suipoa pemilik hotel yang sedang sibuk menghitung keuntungan hari ini, hari yang menggembirakan. Maklum selama membuka hotel dan selama hotel ini dibuka, belum pernah juragan yang satu ini merasa dirugikan, meski belum tentu satu minggu ada tamu yang menginap di hotelnya, tapi hari ini hotelnya laris, keuntungan hari ini jumlahnya lebih besar dibanding setengah tahun biasanya.

Dengan langkah gopoh Siau Ma menerobos ke dalam rumah, tanyanya lantang, "Mana mereka?"

Juragan Jik yang lagi asyik menghitung keuntungan itu tidak kaget, juga tidak heran, menoleh pun tidak.

"Siapa?" ia balas bertanya, tetap asyik dengan alat hitungnya.

"Teman-temanku itu," sahut Siau Ma keki.

"Mereka sudah pergi."

"Kenapa mereka pergi?"

"Kenapa mereka pergi aku tidak tahu, yang pasti rekening hotel sudah dilunasi, cukup lama mereka berangkat, katanya harus buru-buru menempuh perjalanan."

Siau Ma menjublek. Bukan ia ingin menjual kawan, bahwa ia kembali sesuai janji karena memerlukan bantuan tenaga. Maklum dalam keadaan kepepet dan terdesak seperti Siau Ma, apalagi biasanya dia jarang menggunakan otak, maka setelah tersudut begini, dia kehabisan akal, kecuali mengulur waktu dan berunding dengan teman, tiada jalan lain yang bisa dia tempuh.

Cukup lama kemudian baru juragan Jik mengangkat kepala dan memandangnya sekejap, "Kau tidak menyusul mereka?"

"Kau tahu ke arah mana mereka pergi?"

"Aku tidak tahu," sahut juragan Jik menutup buku catatannya, setelah menghela napas, ia berkata, "Aku tidak peduli kemana mereka pergi, aku hanya tahu mereka menuju jalan kematian, umpama kau menyusul mereka juga tiada gunanya."

Siau Ma menggerung gusar, dengan melotot tiba-tiba ia renggut baju di dada orang, lalu menyeretnya keluar dari balik meja kasir.

Juragan Jik pucat ketakutan, badannya menggigil, tapi masih tertawa dipaksakan, "Aku bicara sejujurnya."

Siau Ma maklum apa yang dikatakan memang benar, karena orang bicara jujur maka hatinya mendelu, keki hingga emosinya berkobar, sekarang Siau Ma tidak bisa menipu diri sendiri. Sebetulnya ia segan menjual orang lain, mengorbankan orang lain demi keselamatan dan keutuhan Siau Lin, tapi ia pun pantang kehilangan Siau Lin, tidak boleh berpeluk tangan melihat Siau Lin berkorban percuma.

Menghadapi jalan buntu begini, makin keruh pikiran Siau Ma, kini tiada orang bisa membantu dirinya menyelesaikan persoalan pelik ini, lalu apa gunanya menyusul mereka?

Juragan Jik memperhatikan perubahan rona mukanya, lalu katanya memancing, "Aku maklum kau menghadapi kesulitan, kecuali pelik persoalan ini juga menyudutkan dirimu."

Pucat muka Siau Ma.

Lekas Juragan Jik berkata pula, "Jelek-jelek kita sudah jadi sahabat, apa salahnya kubantu mengatasi kesulitanmu ini, di Long-san, siapa pun jika menghadapi kesulitan, jarang ada orang mampu membantunya."

Serial 7 Senjata (Qi Zhong Wu Qi Zhi) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang