Bab 6

314 7 0
                                    

Wajah gadis ayu ini kelihatan membengkak, sorot matanya yang bening mengundang rasa hambar dan tak habis mengerti. 

Mendadak dia menghampiri dan langsung duduk di pangkuan Siau Ma, tangan merangkul leher, tangan yang lain mengelus pipinya, mulutnya bernyanyi kecil seperti amat sayang terhadap benda kesenangannya, desisnya kemudian, "Wajahmu tampan, aku suka laki-laki tampan, laki-laki gagah dan kekar, aku senang ... aku suka ...."

Siau Ma diam saja dan hanya mengawasi, tak mendorong atau balas memegangnya. Seorang kalau berani mengutarakan isi hatinya, maka dia pasti tidak bermaksud jahat.

Lalu Siau Ma bertanya dengan nada iba, "Kau terluka?"

Darah yang berkelepotan di baju karung masih basah, belum kering seluruhnya, namun gadis ini menggeleng kepala, sahutnya, "Aku tidak terluka, aku tidak apa-apa."

"Tapi darah ini datang darimana?" tanya Siau Ma sambil menuding dadanya.

Gadis itu tertawa, suaranya lembut, "Ini bukan darah, ini air tetek, air susuku. Aku memberi air susu kepada si upik." Sembari bicara dia menyingkap belahan lubang lehernya hingga dada yang berlepotan darah terpampang di depan mata Siau Ma.

Dalam masa akil baliq seusia gadis ini, payudara anak perempuan masih membukit kencang dan tegak, tapi Siau Ma hanya melihat separoh payudara di sebelah kanan, meski payudara di sebelah kiri masih utuh.

Seketika dingin kaki tangan Siau Ma.

Melihat mimik dan sikap Siau Ma, gadis itu cekikikan geli. Padahal betapa sakit dan derita yang dirasakan seseorang yang kehilangan separoh payudara sebelah kanannya, tetapi gadis ini masih bisa tertawa riang, seolah-olah tidak merasa apa-apa.

"Coba kau terka," demikian tanyanya dengan nada lucu, "kemana susuku yang separoh ini?"

Sudah tentu Siau Ma tidak bisa menerka, tidak mau menerka, ia hanya menggeleng kepala.

"Dimakan oleh Hoatsu," kata si gadis dengan riang dan bangga, "dia adalah anak mestikaku, dia paling suka makan daging dan menerima susuku, aku suka memberi susuku kepadanya."

Jari-jari Siau Ma yang kaku menahan perutnya, hampir saja dia muntah.

Di Long-san ada Thaubak bernama Hoatsu, seorang pendeta, Hwesio tidak pernah makan daging hewan, entah daging babi, sapi, ayam, anjing atau kambing.

Hoatsu yang satu ini hanya makan daging manusia.

Perut Lan Lan juga mual, mendahului rekan-rekannya ia menumpahkan isi perutnya.

Payudara sebelah kiri gadis ini masih utuh dan kelihatan membungkit tegak, mendadak gadis itu mendorong payudaranya ke mulut Siau Ma, katanya lembut, "Aku pun suka kepadamu, kau adalah anak kesayanganku yang kedua, aku ingin memberi susuku kepadamu."

Siau Ma menghela napas, mendadak ia angkat tangan menepuk tengkuknya. Gadis itu menjadi lemas dan kelengar.

Pelan-pelan Siau Ma memapahnya lalu membaringkan tubuhnya di lantai di sebelah meja pinggir sana, lalu katanya dengan menyengir, "Sebetulnya tidak pantas aku berbuat begini kepadanya, tapi tiada cara lain untuk mengurangi penderitaannya."

Untuk menghilangkan derita, cara yang paling manjur adalah cara yang digunakan Siau Ma atas gadis itu, cara langsung yang cespleng.

Tak lama kemudian juragan Jik muncul dari belakang, mengawasi gadis yang menggeletak di lantai, mendadak dia menghela napas panjang, gumamnya, "Gadis cantik lagi sehat, kenapa manusia mau makan daun."

Siau Ma melengak, tanyanya tidak mengerti "Apa? Makan daun? Maksudmu gadis ini suka makan daun."

"Ya, makan banyak sekali. Serakus kambing yang kelaparan," sahut juragan Jik.

Serial 7 Senjata (Qi Zhong Wu Qi Zhi) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang