Bab 10: Golok Kumala Hijau Tanda Pertunangan (TAMAT)

485 10 1
                                    

Sebenarnya matahari bersinar terik, tiba-tiba saja langit berubah jadi gelap karena diselimuti awan tebal, menyusul hujan pun turun.

Hujan turun makin lama semakin deras.

Menyaksikan tetesan air hujan yang membasahi wuwungan rumah, semua orang mulai berkerut kening.

"Hahaha, ternyata Thian menciptakan peluang indah untuk kita," seru Hoa Hoa­hong sambil tertawa.

"Kau suka turun hujan?" tanya Ku-tojin dengan kening berkerut.

"Kalau berada dalam suasana lain, aku tak suka. Tapi hujan ini memang turun tepat waktu." "Kenapa?" tanya Ku-tojin tak habis mengerti.

"Kalian adalah orang-orang kenamaan di tempat ini, sasaran kita pun bukan orang kecil, kemana pun kita pergi pasti akan memancing perhatian orang banyak. Sekalipun ingin menyaru, bukan pekerjaan yang gampang."

Setelah tersenyum, lanjutnya, "Tapi dengan turunnya hujan, semua persoalan pun terselesaikan."

Ku-tojin semakin tak mengerti, begitu juga dengan yang lain.

Hoa Hoa-hong telah mengambil satu stel baju hujan yang tergantung di atas dinding, ujamya sambil tertawa, "Asal kita kenakan jas hujan, lalu mengenakan topi caping bambu ini, siapa lagi yang bisa mengenali kalian?"
-
Banyak orang beranggapan, kelebihan dari telaga Se-ouw adalah bukan saja indah di saat musim semi, indah pula di saat musim salju, musim hujan ataupun musim dingin. L 5

Duduk di atas perahu pesiar yang lebar, mengenakan pakaian yang bersih, mengelilingi telaga sambil menikmati pemandangan saat hujan, benar-benar merupakan satu peristiwa yang indah dan penuh seni.

Namun ketika kau mengenakan jas hujan, memakai caping lebar, berbasah-basah di tengah hujan, menembusi jalanan berlumpur untuk menangkap seorang begal ulung, jelas keadaannya sama sekali berbeda.

Di tepi telaga terdapat sebuah paviliun bersegi enam. Dalam paviliun terdapat seorang kakek penjual teh dan wedang kacang, saat itu dia sedang mengawasi hujan dengan termangu.

Titik-titik air hujan yang menimpa permukaan telaga persis seperti kuah dalam wajan yang sedang mendidih. Dengan jatuhnya hujan sederas ini, sama artinya dagangan hari ini bakal tak laku.

Tiba-tiba terdengar Hoa Hoa-bong berkata, "Mari kita menangsal perut dengan beberapa butir telur karena apakah hari ini masih bisa makan atau tidak, masih tanda tanya."

"Kenapa kita tidak pergi ke rumah makan Lau-gwat-lau untuk menangsal perut?" usul Ku-tojin. "Orang yang bekerja macam kita sudah terbiasa hidup susah. Jadi bila kalian ingin membantu aku mengungkap teka¬teki kasus ini, lebih baik sedikitlah menahan diri."

Ku-tojin tidak berbicara lagi. Sambil bermuram durja, ia membeli beberapa butir telur dan perlahan-lahan melahapnya. Hujan turun semakin deras.

Kembali Hoa Hoa-hong berkata, "Lebih baik kalian membeli beberapa butir telur lagi sebagai sangu, bisa dimakan di tengah jalan nanti."
"Sekarang juga kita akan berangkat?" tanya Lu Kiu.

"Sekarang waktu sudah larut, lagi pula kita harus menempuh perjalanan yang cukup jauh," sahut Hoa Hoa-hong.

"Sebenarnya dimana tempat itu?" dengan merendahkan suara Kiau-losam berbisik.

Hoa Hoa-hong segera menunjuk puncak bukit di seberang telaga, sahutnya, "Kita akan ke sana!"

"Balk, akan kucari sebuah perahu besar, kita menyeberang dengan perahu." "Tidak bisa!"

"Kenapa tak bisa?" tanya Kiau-losam tertegun.

Sambil menarik wajah, sahut Hoa Hoa-hong, "Bisa jadi setiap tukang perahu di sini telah menjadi mata-mata Cing¬liong-hwe, kita tak boleh menyerempet bahaya."

Serial 7 Senjata (Qi Zhong Wu Qi Zhi) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang