Kenapa?

229 16 0
                                    

Berulang kali Twinzy mengganti channel televisi, tetapi tak satu pun dari acara-acara tersebut yang ada menarik perhatiannya. Menyerah, Twinzy memutuskan untuk mematikan televisi.

Kedua kaki Twinzy ia selonjorkan di sofa, sementara kepalanya disandarkan ke lengan sofa. Benar-benar posisi sempurna untuk mengistirahatkan badan. Sementara itu, tangannya sibuk mengetikkan sesuatu di kolom pencarian Instagram.

"Aku mau ngomong sama kamu."

Twinza berdiri di sebelah Twinzy dengan raut muka cemas.

"Ngomong apa?" Twinzy menegakkan tubuhnya.

"Kemarin kak Rednan jemput kamu di sekolah, ya?"

Twinzy menggaruk kepalanya yang tiba-tiba terasa gatal. "Iya, sih. Eh, tapi lo jangan mikir yang nggak-nggak. Kita berdua cuma makan kok."

Itu benar. Kemarin, Twinzy dan Rednan memang hanya makan. Tidak lebih. Setelahnya, Rednan langsung mengantarkan Twinzy pulang.

Twinzy merasa perlu menjelaskan hal itu supaya Twinza tidak berpikiran yang macam-macam. Bisa gawat urusannya kalau Twinza sampai berpikir yang macam-macam lalu mengamuk. Ibu Suri pasti tidak akan terima anak kesayangannya disakiti. Ujung-ujungnya, Twinzy jugalah yang akan menanggung risikonya.

"Terus, apa benar akhir-akhir ini kak Rednan sering WA atau telepon kamu?"

Another tricky question. Twinzy berpikir keras untuk menemukan jawaban seaman mungkin. Supaya Twinza tidak berpikir yang macam-macam. Dari caranya menatap dan bertanya, Twinzy bisa merasakan jika Twinza sedang dalam suasana hati yang kurang baik.

"Em... nggak sering kok. Lagian, kalau telepon atau WA juga kebanyakan nanyain elo." Twinzy terpaksa berbohong pada Twinza.

Akhir-akhir ini Rednan memang sering sekali mengirim pesan ke Twinzy. Sekalinya Twinzy tak membalas, Rednan langsung meneleponnya. Twinzy jadi bingung sendiri melihat gelagat aneh Rednan ini.

Twinza masih menatap Twinzy dengan tatapan menyelidik. Seolah mencoba mencari tahu apakah ada kebohongan dalam tiap kata yang keluar dari mulut Twinzy.

"Kamu tahu kan, Zy, kalau aku sayang banget sama Kak Rednan. Aku nggak bisa hidup tanpa dia."

Twinzy mengendus sesuatu yang mencurigakan di sini. Ditambah dengan nada menuduh yang tebersit dari kalimat Twinza barusan.

"Lo nggak nuduh gue mau ngerebut Rednan dari elo kan?"

Twinza mendesah. Kepalanya sedikit menunduk. Matanya berubah sayu. "Aku cuma takut aja, Zy."

"Takut kenapa? Percaya sama gue, cinta Rednan cuma buat elo, Za." Twinzy memegang kedua bahu Twinza, mencoba meyakinkan kakaknya itu bahwa ketakutannya adalah hal yang tidak berdasar.

***

Meja yang biasa Papa tempati terlihat kosong saat makan malam. Papa sedang berada di Bangkok untuk urusan pekerjaan. Kadang, Twinzy ingin menjadi seperti Papa.

Bukan masalah pekerjaannya. Namun, tentang bagaimana Papa bisa sering bepergian ke luar negeri. Selain bisa mendapat pengalaman baru, bepergian ke luar negeri akan membuat Twinzy tidak sering-sering bertemu Mama.

"Makan itu ada manner-nya. Jangan kayak orang kere yang baru pertama kali lihat makanan enak. Kampungan, udik, norak."

Karena hanya tiga orang yang ada di meja makan, sudah pasti kalimat bernada sindiran dari Mama tersebut ditujukan untuk Twinzy. Serius ya, mengapa segala sesuatu dari diri Twinzy harus selalu mendapat kritikan dari Mama.

TWINZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang