Sebuah Kata Maaf

149 9 0
                                    

Sesampainya di rumah, mama sudah tertidur di kamarnya. Tadi di telepon Bi Nia mengatakan jika mama berteriak-teriak histeris, mengamuk, membuang apa saja yang ada di dekatnya. Sehingga sangat wajar jika kamar mama benar-benar terlihat seperti kapal pecah saat ini.

"Bagaimana kondisi mama, Bi?" tanya Twinzy pada Bi Nia yang tengah membersihkan kamar mama.

"Tadi Bibi sudah manggil dokter Irsyad. Dia ngasih obat penenang ke Nyonya."

"Mama kok bisa kayak gitu sih, Bi? Kenapa emangnya?"

"Kata dokter Irsyad Nyonya lagi syok, Non."

Twinzy mengarahkan pandangannya ke mama yang tampak tertidur lelap. Hanya dalam beberapa hari saja wajah mama nampak lebih tua daripada umur sebenarnya. Tubuhnya juga jadi lebih kurus. Perlahan Twinzy mendekat ke arah mama, duduk di pinggiran kasur.

Sempat ragu, Twinzy akhirnya memberanikan diri menyentuh jemari mama. Ia tidak ingat kapan terakhir kali ia melakukan hal ini. Rasanya sudah lama sekali. Atau bahkan ia tidak pernah melakukannya.

Ada rasa takut yang mendera hati Twinzy. Ia tidak berbohong ketika mengatakan bahwa ia tidak peduli mama membencinya, asal tetap ada bersamanya. Sudah cukup ia merasakan bagaimana rasanya kehilangan seseorang, dan ia tidak mau itu terjadi lagi. Ia tidak mau sendirian.

"Ma..... Twinzy nggak tahu Twinzy udah pernah ngomong ke Mama atau belum. Tapi yang perlu Mama tahu, Twinzy sayang sama Mama. Nggak peduli Mama sayang Twinzy atau nggak. Yang jelas itu nggak akan ngerubah rasa sayang Twinzy ke Mama. Twinzy juga belum pernah minta maaf ke Mama karena nggak pernah jadi anak yang bisa Mama banggain, yang ada Twinzy malah buat Mama marah terus. Maafin Twinzy, Ma," ucap Twinzy dengan mata mulai berair.

{{{{{

"Lo udah makan belom?" tanya Radive ke Twinzy pada suatu malam saat mereka berada di rumah Twinzy.

"Kayaknya sih udah," jawab Twinzy.

"Kok kayaknya?" Radive menaikkan sebelah alisnya.

"Emm..... udah kok," ucap Twinzy.

"Nah, gitu. Lo juga harus jaga kesehatan. Kalo lo nya sakit, siapa dong yang bakal ngurusin mama lo sama Twinza? Masa gue?" ucap Radive.

Twinzy membalas dengan senyuman.

"Thanks ya..... Selama beberapa hari ini lo udah banyak bantuin gue. Lo pasti capek deh," ucap Twinzy.

Ya, selama beberapa hari ini adalah hari yang melelahkan bagi Twinzy. Pagi harinya ia harus sekolah. Sepulangnya sekolah, ia harus merawat dan menjaga mama –yang ngotot tidak mau dirawat di rumah sakit. Malam harinya ia harus menjaga Twinza di rumah sakit. Untung ada Radive yang selalu ada di sisinya. Setidaknya kehadiran Radive membantu meringankan beban Twinzy. Selain itu Radive juga selalu memastikan kalau Twinzy sudah makan dengan teratur, sehingga Twinzy bisa menjaga kondisi badannya.

"Makasih aja nih?" tanya Radive.

"Hah?" hanya kata itu yang berhasil keluar dari mulut Twinzy.

"Badan gue pegel-pegel nih. Pijitin dong," pinta Radive memelas.

"Jadi lo nggak ikhlas nolong gue?" tanya Twinzy.

"Jadi nggak mau nih? Padahal badan gue pegel banget," ucap Radive memelas.

Melihat ekspresi Radive membuat Twinzy jadi tidak tega.

"Mana yang pegel?" ucap Twinzy akhirnya.

Radive langsung mengulurkan tangan kanannya dengan mimik muka masih memelas. Twinzy pun segera memijit tangan Radive. Sementara Radive hanya diam menikmati pijatan Twinzy, sambil menahan senyum. Niat hati ia hanya ingin menggoda Twinzy. Eh, tapi ternyata cewek itu malah mau-mau aja disuruh mijit. Apalagi ternyata pijitan Twinzy tak kalah dengan tukang pijit kebanyakan. Jadilah Radive menikmati rezeki ini.

TWINZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang