Monster Bermulut Cabai

1.1K 30 5
                                    

Kata orang, waktu paling menyenangkan adalah saat kita bisa berkumpul bersama keluarga tercinta. Tak peduli walau hanya tahu dan tempe yang tersaji di atas meja, yang penting bisa kumpul. Hem, katanya.

Sayangnya, hal itu tidak dirasakan Twinzy. Alih-alih merasa bahagia dan sejenisnya, Twinzy justru mendapati dirinya seolah berada di sebuah ring of fire tiap berkumpul bersama keluarganya. Ia seperti dikelilingi oleh monster-monster mengerikan yang siap memangsanya hidup-hidup.

Oh, koreksi. Bukan monster-monster, sih, sebenarnya. Lebih tepatnya adalah sesosok monster mengerikan nan kejam, yang level kekejamannya melebihi ibu tiri Snow White.

Oke, mungkin terdengar berlebihan. Namun, begitulah yang ada di benak Twinzy tiap kali memikirkan sosok yang kini duduk di hadapannya. Sosok yang sedang asyik melahap setangkup roti berselai rasberi, seolah itu adalah kali pertamanya memakan makanan selezat itu.

"Papa dengar, nilai-nilai kamu banyak yang turun."

Kalimat mencekam Papa barusan membuat Twinzy tersedak roti yang dilahapnya. Buru-buru ia meneguk segelas susu cokelat yang ada di depannya.

Berkat kata-kata Papa pula, roti panggang yang tadi sempat membuat Twinzy meneteskan air liur, kini jadi terasa seperti batu bata (bukannya Twinzy pernah makan batu bata juga, sih).

Serius, ya, apa tidak bisa papanya membahas masalah lain, seperti kapan sekuel dari Frozen akan ditayangkan, misalnya? Harusnya, papanya tahu, menanyakan nilai sekolah anaknya di saat sarapan adalah hal terlarang.

"Duh, Pa, masalah kayak gitu nggak usah ditanyain. Memangnya sejak kapan putri Papa itu nilai-nilainya nggak turun? Udah untung naik kelas." Tahu-tahu, Mama berceloteh. "Harusnya tuh dia contoh Twinza. Nilai-nilainya selalu di atas sembilan. Begitu seharusnya menjadi anak yang bener."

Andai tidak takut kualat, mungkin Twinzy sudah membalikkan meja makan ini. Monster satu itu, apa tidak bisa, sehari saja mulutnya berbicara manis kepada Twinzy? Apa kalau berbicara manis kepada Twinzy bisa menyebabkan dia sawan dan sebagainya?

Twinzy benar-benar heran. Ada ya orang yang suka sekali mengolok-olok orang lain setiap harinya? Apa dia tidak bosan?

Jika dosa bisa diuangkan, Twinzy yakin mamanya akan menjadi orang paling kaya di muka bumi ini.

"Ma... jangan melebih-lebihkan seperti itu." Twinza yang sedari tadi hanya diam, akhirnya membuka suara.

"Lho, siapa yang melebih-lebihkan. Ini kenyataan, Za. Coba adik kembarmu itu mau denger apa kata Mama, pasti dia sekarang jadi perempuan yang lebih berpendidikan," cerocos Mama lagi, sambil sesekali mencomot roti berselai rasberinya.

Ini bukanlah kali pertama telinga Twinzy harus mendengarkan kata-kata yang level pedasnya melebihi pedasnya petasan cabai. Namun, tetap saja, kata-kata Mama selalu sukses membuat telinganya berasap.

Mungkin, ada baiknya Twinzy mengajak Mama untuk menghadiri rukiah masal. Supaya setan-setan yang menempel di tubuh mamanya bisa dibasmi.

***

Untung saja hari ini Radive menjemput Twinzy lebih awal. Itu artinya, telinga Twinzy bisa terbebas dari polusi suara sang Mama lebih awal. Itu artinya, kehidupannya kembali cerah. Tak ada hal yang diinginkan Twinzy selain terbebas dari jerat maut si Monster.

Hem, memikirkan Mama dan segala cerocosan ala petasan cabainya memang selalu berhasil membuat kepala Twinzy pening bukan main. Bagaimana tidak? Rangkaian pertanyaan tentang mengapa Mama membencinya terus berkeliaran di kepala Twinzy.

TWINZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang