Kehangatan Keluarga

407 23 2
                                    

Pulang dari sekolah berarti Twinzy harus kembali masuk ke lubang api. Artinya, Twinzy harus kembali berhadapan dengan si monster bermulut cabai. Entah sudah berapa kali Twinzy berdoa supaya si monster insyaf, atau dikerangkeng malaikat, atau sedang bisulan di bibir, atau apalah. Yang penting Twinzy bisa menjalani harinya dengan damai tanpa harus ada polusi suara.

Sayangnya, doa Twinzy sepertinya masih belum terkabul.

"Kamu nggak suka sama makanannya? Dari tadi kok dimainin terus," tegur Papa ketika melihat Twinzy hanya memainkan sendok tanpa sekali pun menelan makanannya.

"Nggak kok, Pa," sahut Twinzy. Sejujurnya, Twinzy sangat tidak suka dengan makanan yang disajikan di meja.

Sekarang begini, Twinzy bukanlah herbivor. Dia makan makanan manusia, bukan makanan kambing. Dan, aneka sayur hijau di hadapannya benar-benar tak ubahnya rerumputan yang menjadi makanan favorit para kambing.

Dilihat dari segi mana pun, mi instan jelas lebih layak untuk dikonsumsi.

"Gimana sekolahmu hari ini, Za?" tanya Mama penuh kasih sayang, yang membuat Twinzy bergidik.

Mamanya seperti memiliki kepribadian ganda. Di satu sisi, Mama bersikap sangat lembut dan manis kepada semua orang. Di sisi lain, Mama berubah ganas dan menyeramkan kalau berhadapan dengan Twinzy.

"Ya gitu-gitu aja, Ma. Oh ya, Ma, Pa, tadi Twinzy dapet nilai bagus pas ulangan Kimia."

"Emang bagusnya berapa sih?" Mama menanggapi dengan skeptis. "Paling mentok juga 3. Udahlah, kamu jangan terlalu membesar-besarkan hal nggak penting kayak gitu."

Yah, memang kenaikan nilai Kimia Twinzy tidak signifikan. Namun, tetap saja, itu sebuah sinyal positif, kan? Tidak bisakah mamanya menghargai usahanya?

Twinzy tidak mengharapkan pujian setinggi langit dan sebagainya dari Mama. Itu percuma, Twinzy tahu itu. Namun, harus banget ya Mama menghina usaha Twinzy?

Sekuat tenaga Twinzy mencegah keinginannya untuk melempar piring di depannya ke sembarang tempat.

Merasa jika bertahan lebih lama di meja makan akan membuatnya melakukan hal-hal yang membuat para pengajar di sekolah kepribadian mengelus dada, Twinzy memutuskan bangkit dan meninggalkan meja makan.

"Lho, Zy, mau ke mana?" tanya Twinza.

"Kamar," jawab Twinzy singkat.

"Makanannya nggak kamu habiskan?" tanya Twinza lagi.

"Nafsu makan gue mendadak ilang. Lagian, gue cuma bisa makan makanan manusia."

"Tapi kan...."

"Udahlah Za, nggak usah kamu peduliin orang nggak punya sopan santun kayak gitu. Udah syukur dikasih makan gratis, eh malah ngelunjak," kata Mama sarkastis. "Biarin aja, entar kalo laper juga makan sendiri."

Seperti biasa, kalau Mama udah berikrar seperti itu, tidak ada yang membantah. Papa dan Twinza memilih menikmati makanan dalam diam. Membantah Mama hanya akan menambah masalah baru. Menambah keributan baru.

***

Twinzy masuk kamar sambil mengentak-entakkan kakinya, sementara mulutnya sibuk menggerutu. Ia lantas merebahkan tubuhnya di atas kasur berseprai kuning.

"Anak yang Mama bilang nggak punya sopan santun, yang Mama bilang ngelunjak, itu anak Mama. Apa Mama lupa? Atau pura-pura lupa? Atau memang Mama nggak pernah nganggep aku sebagai anak?" gumam Twinzy. Air matanya hampir saja keluar, tetapi ia buru-buru menyekanya. Tidak, dia tidak boleh menangis. Dia cewek kuat.

TWINZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang