He is my boyfriend #31

45 2 0
                                    

Sepanjang jalan aku terus menangis. Rasanya, tiada hari tanpa menangis. Selamat cassy, kau telah menjadi gadis cengeng tak tahu diri.

Melewati lalu lintas kota sydney yang cukup padat, aku memacu kendaraanku dengan kecepatan cukup tinggi. Berharap lebih cepat sampai ke apartemenku. Aku mengambil belok kiri dari jalan st.crimson menuju salisbury street.

Tak kurang dari 25 menit, aku telah sampai di parkiran basement apartemen. Aku melepas kunci, kemudian keluar dari mobilku, dan menguncinya. Dengan mata sembab, aku berjalan dengan pandangan tertunduk berharap tak ada seorangpun yang menyadari bahwa aku telah menangis. Dengan cepat aku memasuki lift.

Perlahan pintu lift terbuka, menampilkan lorong yang tak asing lagi bagiku. Aku berjalan dengan terburu-buru, memasukan kode apartemenku dan kemudian membuka pintu.

"SURPRISE!!!!" suara lelaki yang sangat familiar di telingaku mengagetkanku. Aku mendongakkan kepalaku dan terkejut melihat figur Hal, dengan rambut yang lebih gondrong dari saat terakhir kali aku melihatnya, kemeja merah marun yang dikeluarkan, serta celana formal berwarna hitam.

"Hal?" Hanya kata itu yang dapat ku ucapkan sebelum aku terjatuh dan penglihatanku menjadi hitam.

***

Rasa sakit menjalar di seluruh tubuhku, aku membuka mata, pandanganku yang awalnya kabur perlahan mencoba menyesuaikan dengan cahaya matahari yang masuk ke dalam melalui jendela.

"Cassy? Oh syukurlah kau sudah siuman," suara hal menyadarkan indra pendengaranku membuatku menoleh ke arahnya.

"Hal?" Aku memanggil nama orang itu. Yang secara teknis adalah kekasihku, namun entahlah. Hatiku tetap bertaut pada luke yang sekarang entah dimana.

Aku bisa merasakan kehangatan membungkus tanganku yang pucat juga dingin. Ya, hal menggenggam tanganku erat, dan menciumnya.

"Aku disini cassy," ujar hal. "Maafkan aku, yang telah meninggalkanmu."

Aku mengamati setiap inci dari wajah hal. Matanya, hidungnya, bibirnya, yang membuat setiap memoriku bersamanya terlintas di dalam pikiranku.

"Tak apa hal. Aku baik-baik saja," gumamku mencoba mengguratkan sebuah senyuman.

"Tidak cassy, aku, aku minta maaf. Sungguh." Tidak hal. Karena sesungguhnya, akulah yang sepantasnya meminta maaf. Karena telah menyakitimu.

"Sudahlah hal. Semuanya akan baik-baik saja," ujarku.

"Cassy, aku akan menyiapkanmu makanan siapa tahu kau bel—"

"Oh, tak usah hal. Aku, aku sudah makan tadi."

"Oh benarkah? Baiklah kalau begitu. Aku akan menunggumu disini sampai kau merasa lebih baik." Hal membenahi posisi duduknya tanpa melepaskan genggamannya terhadapku.

Melihat caranya memperlakukanku membuatku semakin tak tega untuk menceritakan yang sejujurnya. Aku tak mungkin memutuskannya begitu saja. Aku tahu mungkin aku memanfaatkan hal, aku tahu aku adalah pengecut yang tak berani mengatakan kebenaran tapi ya tuhan, aku sungguh tak tega melihat hal terluka.

"Cassy? Kau mendengarkan?" Suara hal membuyarkan lamunanku tentang dirinya.

"Oh, ada apa hal? Maaf aku tak memperhatikanmu. Aku, aku sedikit kelelahan akhir-akhir ini," ujarku pada hal. Ia tersenyum, kemudian tangannya mengelus pipiku.

"Kelelahan memikirkan aku?" Hal tertawa akan perkataannya sendiri membuatku memutar bola mataku. "Tidak, aku hanya bercanda. Maafkan aku cassy. Seharusnya aku berada di sampingmu selama ini, tapi—"

"Ssssttt.." Aku menempelkan jari telunjuk di bibir hal. "Sudah terlalu banyak kata maaf. Kau bahkan tak melakukan kesalahan apapun hal."

Hal mengecup telunjukku, membuatku tersipu malu.

He Is My Boyfriend [L.H Imagine]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang