Sinar mentari pagi yang cerah memasuki sela-sela jendela kamar Anneke, memberi kehangatan lain yang menggelitik pandangan matanya. Dering alarm dari smartphone pun mulai menggetarkan seluruh tubuh anneke secara perlahan. Belum sempat dering alarm smartphone berhenti dan membisu, sebuah lompatan besar menerjang selimut tebal yang kini teronggok di lantai tanpa dipedulikan oleh sang empu. Dengan jurus tangan seribu milik Budha Rullai, Anneke sudah selesai dan keluar dari kamar mandi, aroma parfumnya pun begitu menyengat menusuk setiap bulu hidung lelaki hidung belang. Bukan rasa senang maupun bahagia yang Ike rasakan saat ini, justru serangan tsunami panic attack yang menerjang sekujur tubuhnya, tak lain dan tak bukan karena Ia baru saja tersadar bahwa hari ini ada PR yang seharusnya dikumpulkan tepat sebelum jam 7. Bukan Ike namanya kalau tidak bisa menemukan solusi, lagi-lagi jurus tangan seribu yang menjadi andalannya sangatlah membantu, bukan hanya tangan, otak cemerlangnya jugalah yang telah menolongnya keluar dari lubang kesulitan.
Setelah berakhir dengan berbagai rutinitas paginya, kini anneke sudah bersiap untuk langsung meluncur menuju sekolahnya. Sial baginya, angkot yang seharusnya ia tumpangi tak kunjung menampakkan bentuk kotaknya sementara waktu sudah semakin mengejar. Jam sudah menunjukkan pukul 06:50 yang artinya sepuluh menit menuju kelas pertama. Kaki terus mengentak-hentak tanah, bibir terus merapal gerutuan, dan tangan terus berpindah-pindah dari depan wajah ke samping pinggang hingga berulang kali, bukan sedang olahraga ataupun aerobic, tapi pacuan jantung yang semakin cepat yang membuat Ike semakin dilanda kegelisahan. Setelah begitu lama bertarung dengan waktu, akhirnya abang angkot yang belum tentu berkumis datang dalam benda berbentuk kotak yang berisi penuh dengan ibu-ibu seusia dengan ibu Ike.
Seolah menjadi hari tersial sepanjang umur Ike, lagi-lagi ia harus bersabar karena setelah menginjakkan satu langkah kakinya memasuki pintu gerbang, sebuah suara lantang bagai halilitar menerjang alat pendengaran Ike. Ya, itu merupakan suara Bu Dian yang merupakan guru "favorit" siswa-siswa di sekolah ini. Dan disinilah sekarang Ike berada, bediri didepan sebuah tiang tinggi yang bagian atasnya terdapat kain panjang berwarnakan merah dan putih. Tangan kanan berada tepat di pelipis dan tatapan mata tegak menuju sang merah putih, pun cuaca tidak bisa dibilang sedang sejuk dengan semilir angin yang membuai, tetapi justru terik sinar matahari yang mulai membakar kulit yang mampu menumbuhkan bintik-bintik cairan dari dalam kulit putih nan bersih milik Ike. Ia hormat bendera dengan perasaan yang gemetar, disamping gemetar karena belum sarapan ia juga gugup dan gemetar karena tepat disampingnya juga berdiri seorang siswa dengan badan tinggi tegap dan rambut yang dijambul yang merupakan kakak kelasnya yang tak lain merupakan salah satu most wanted disekolahnya. Adrian Reinata namanya, siswa kelas XI yang merupakan putra tunggal dari pemilik sekolah. Anneke sudah sejak lama mengidolakan bahkan menyukai cowok disampingnya. Adrian terkenal dengan perangainya yang ramah, cerdas dan sopan dengan siapapun, itu yang membuat setiap siswi akan meleleh saat melihatnya.
Degub jantung yang kencang membuat tubuh anneke panas dingin dan bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Saat ia hendak menyapa, tiba-tiba Adrian terlebih dahulu memberikan senyum manis yang menjadi racun bagi setiap gadis di sekolah ini
" Hai, kenapa dihukum? Terlambat?" sapa Adrian yang membuat tubuh anneke menggelinjang dan keringat dingin mengucur dari seluruh tubuhnya.
"I-I- Iyaa" jawab anneke dengan tergagap. Kini ia hanya bisa menunduk kebawah karena tidak bisa menahan semburat merah yang ada diwajahnya sambil sesekali melirik kesamping memperhatikan wajah lelaki idamannya.
" Nama kamu siapa?" tanya Adrian tiba-tiba yang membuat Anneke ingin melompat-lompat saat itu juga.
"Anneke, biasa dipanggil Ike kak." Jawab anneke dengan senyum merekahnya yang membuat ia terlihat lebih mempesona.
" Perkenalkan aku Adrian Reinata biasa dipanggil Nata." Semburat merah kembali memancar diwajah Ike setelah melihat senyuman dari Nata yang membuat dia benar-benar merasa beruntung karena datang terlambat. Tanpa Ike sadari, Nata juga merasakan degub jantung yang kencang karena setelah sekian lama ia hanya bisa mengamati ike dari kejauhan, mendengarkan suara Ike secara diam-diam, akhirnya Ia bisa sedikit ngobrol dengan cewek yang ia kagumi sejak pertama kali melihatnya ketika ia menjadi panitia masa orientasi siswa bagi siswa baru.
Tanpa disadari waktu hukuman mereka telah habis, yang memaksa mereka untuk meninggalkan satu sama lain dan pergi menuju kelas masing-masing untuk mengikuti pelajaran selanjutnya. Mereka berjalan ke kelas dengan semburat senyum yang tak bisa tertahankan setelah berdiri bersampingan dengan idaman masing-masing. Selanjutnya mereka mengikuti pelajaran hingga akhir jam pelajaran tanpa hambatan apapun.
Ketika hendak pulang, Ike memutuskan untuk pergi ke kamar mandi dulu karena merasa perutnya tidak nyaman. Sekitar lima menit ia berada dikamar mandi, dan ketika hendak akan keluar dari kamar mandi, tiba-tiba saja ia dibuat bingung dengan pintu kamar mandi yang tidak bisa dibuka. Ike pun mencoba berteriak minta tolong dari siapapun yang ada diluar sana, karena memang pintunya telah dikunci dari luar oleh seseorang yang telah mengamatinya sejak pagi tadi.
___
gimana?? kurang suka ya???
kritiknya saya tunggu ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Unconditional Feeling (Completed)
Teen FictionCOMPLETED Aku tidak bisa memilih mana yang terbaik dari dua pilihan yang sama baiknya. Aku memang egois, dengan menginginkan kalian berdua untuk terus bersamaku. Tapi kini aku sadar bahwa aku tidak bisa selamanya menggenggam dua hati yang terlalu ba...