Sebuah Alasan

14 5 0
                                    

saya mematok target weekend munggu depan bisa 1k readers. bantu penuhi target saya dengan read, vote and share yak. bantuan kalian sangat ku nanti

happy reading 

~~~~

Bisakah alur hidupku berubah? Ku harap kaulah orang bisa membantuku merubah alur hidupku yang kejam ini.

Setelah selesai membaca dua bait puisi yang ia terima dari seseorang yang hingga kini belum ia ketahui identitasnya, kini Ike berjalan melewati lorong-lorong sekolah. Ia tidak berniat mengikuti pelajaran hari ini. Toh dia gak bakal paham dengan materi yang disampaikan karena hati dan pikirannya tengah bergelut dengan badai asmara yang terus menerjang. Hatinya masih begitu ngilu merasakan apa yang baru saja terjadi sementara pikirannya masih berkelana mencari berbagai kemungkinan yang mungkin akan ia hadapi setelah apa yang baru saja ia lihat.

Seperti daun kering yang dibawa angin, langkah kaki Ike benar-benar tak menentu hingga akhirnya ia kini telah berada di taman belakang sekolah yang begitu sejuk dengan rimbunnya pepohonan. Ike berniat untuk melangkahkan kakinya menuju bangku taman yang cukup tersembunyi, namun belum mencapai lokasi yang ia tuju, matanya sudah menangkap seonggok lelaki yang tengah berbaring di bangku tersebut. Mata Ike memicing mencoba menerka siapa yang tengah tidur disana. Setelah memfokuskan lensa mata dan mendapatkan kesimpulan atas pengamatan singkatnya disinilah Ike berkahir. Ia berjumpa dengan orang yang beberapa hari belakangan selalu mengganggu ketenangannya, Revando Orlean Muller.

"Lo ngapain disini?" sentak Ike yang merasa tempatnya telah direbut oleh orang yang begitu ia benci. Ike memang jarang ke sini, tapi bangku ini sudah menjadi langganan Ike saat ia sedang malas mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas. Bangku Ike juga yang telah lama menjadi saksi atas segala keluh kesah yang sering ia curahkan.

"Eh pacar,,, kangen ya? Sampai rela nyusul kesini!" seperti biasa Vando selalu memancing dan terus mencoba mengganggu ketenangan Ike. Tapi beda dengan hari ini, meski kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah ledekan seperti biasa, tapi nadanya tidak sarkastis dan justru terkesan lebih lembut dibandingkan biasanya. Entah memang seperti itu atau justru Ike yang sekarang bisa sedikit menerima kehadiran Vando, yang pasti Ike benar-benar butuh untuk sendiri guna mengeluarkan segala gundah yang menerpa hatinya.

"Eh jigong, lu nangis ya??" menyadari ada yang aneh dengan suara Vando dan juga wajahnya yang agak kusut, Ike langsung saja berkesimpulan kalau Vando tengah menangis. Ia jadi ingin menggunakan kesempatan ini untuk balik membully cowok sok cakep yang telah mengakuinya sebagai pacar. Cowok yang begitu rese dan kurang kerjaan karena terus-terussan mengganggu ketenangan hidupnya.

"Ciya elah, pacar gue perhatian banget si,,,, " bukannya terpancing, Vando malah balik menyerang Ike dan kini ia telah mencubiti pipi Ike dengan gemasnya. Vando memanglah terkenal jahil dan brengsek tapi dia bukanlah badboy. Banyak yang bilang dia playboy, mungkin benar namun bisa saja salah karena faktanya dia tidak pernah nembak cewek sama sekali. Faktanya, Ike lah orang pertama yang ia anggap sebagai pacar. Vando juga bingung dengan dirinya sendiri kenapa kejahilannya terhadap Ike malah justru dengan cara mengakui dia sebagai pacarnya. Padahal hal tersebut sama sekali bukan ciri dirinya.

Ike merasa kesal dengan apa yang dilakukan Vando terhadap dirinya, tapi ia sadar bahwa vando justru bisa membuatnya melupakan segala kegundahan yang tengah ia rasakan sebelum ia datang kesini. Pikirannya yang tertuju kepada Nata sedikit demi sedikit hilang berganti dengan kesal karena ulah Vando yang terus-terussan memancingnya dengan berbagai hinaan atau celaan yang tak ada habisnya. Ike jadi berpikir mungkin dengan melawan segala hinaan Vando bisa membuat dia melupakan badai yang baru saja memporak-porandakan isi hatinya.

Unconditional Feeling (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang