Ike hanya bisa diam dengan perasaan yang tidak menentu melihat dua cowok yang telah mengobrak-abrik isinya tengah berdebat. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Sudah berulang kali ia mencoba menyela mereka tapi hasilnya tetap nihil. Mereka sama-sama dikuasi emosi.
"Apa hak lo ikut campur urusan gue?" tanya Nata dengan penuh emosi.
"Hahahaha, jelas gue punya hak. Sejak lo meninggalkan Ike sendirian apapun yang terjadi pada Ike sudah menjadi bagian dari tanggung jawab gue?"
Nata kaget dengan apa yang diucapkan Vando. Pasalnya itu merupakan kesalahan yang tidak Nata sengaja lakukan. Saat itu benar-benar darurat karena Papanya masuk rumah sakit sehingga dia harus segera pergi.
"Ok, gue ucapkan terima kasih kalau waktu itu lo yang nganter Ike pulang. Tapi lo harus sadar sama status lo, Ike itu cewek gue"
Nata bersuara dengan penuh penekanan. Ia benar-benar telah dikuasai emoi. Otak cerdasnya sudah tidak lagi ia gunakan dengan baik. semua yang keluar dari mulutnya adalah emosi yang tidak bisa lagi ia tahan.
"Nyatanya Ike lebih nyaman sama gue. Dia tidak pernah merasa bahagia saat bersama lo. Coba saja tanya Ike."
Vando berulah dengan ucapannya. Ia benar-benar tidak rela melihat cewek yang ia anggap akan menjadi kunci kebahagiaannya di caci maki oleh orang yang disebut sebagai kekasih cewek tersebut.
Mungkin benar cinta tak harus memiliki. Mungkin juga benar melihat orang yang kita cintai bahagia sudah membuat kita bahagia namun jangan lupakan kalau saat melihat ornag yang kita suka sakit hati maka hati kita akan terasa jauh lebih sakit. Perasaan gagal melindungi orang yang disukai akan menyelimuti hati kita. Seperti itulah yang Vando rasakan saat ini. Jika ia bisa, ia ingin Ike putus dengan Nata saat ini juga. Ia tidak terima melihat Ike hanya menjadi poros dari kebahagiaan Nata tapi tidak pernah dibahagiakan oleh Nata.
"Ke, apa kamu benar-benar tidak merasakan apa yang gue rasakan saat gue bersama lo. Apa lo terpaksa menjadi pacar gue?"
Nata sedikit tertegun mendengar apa yang Vando ucapkan tadi. Ia tidak pernah berpikir bahwa Ike tidak bahagia bersamanya. Ia selalu merasa bahwa Ike sangat menikmati hubungannya meski mereka jarang sekali menghabiskan waktu bersaama. Ia selalu yakin bahwa rasa suka Ike terhadap dirinya tidak akan berubah sampai kapanpun. Nata tidak pernah meragukan perasaan Ike. Nata juga meyakini bahwa jika orang tersebut sudah menjalin hubungan dengan orang yang ia suka sudah pasti orang itu akan bahagia. Nata terlalu bodoh untuk mengartikan kata bahagia dalam sebuah hubungan.
Ike yang ditanya oleh Nata hanya bisa diam dan gelagapan. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia merasa menjadi orang yang paling bersalah atas pertikaian Nata dengan Vando. Ia menyalahkan dirinya sendiri yang tidak bisa memantapkan diri kepada siapa sebenarnya hatinya berlabuh. Ike bimbang. Ike tidak bisa memutuskan. Otaknya berkata bahwa Nata lah kekasihnya namun hatinya tidak bisa berbohong kalau Vando telah membuat dirinya nyaman.
Bughhhh
Masih berkutat dengan pikirannya Ike terperanjat melihat Vando yang terpelanting jatuh sesaat setelah menerima bogeman mentah dari Nata. Ike yang melihat itu langsung terperangah dan berteriak.
Bughhh
"Stooooop!" Ike berteriak sekuat tenaga saat melihat Nata kembali melayangkan bogemannya pada Vando.
Vando yang sudah dua kali menerima tinjuan yang cukup kencang dari Nata kini terbaring lemah dibawah kendali Nata yang mencengkram kerah seragam sekolahnya.
"Mau lo sebenarnya apa. Selama ini gue diem. Gue sabar. Mama gue sudah lo rebut. Kini Ike juga mau lo rebut??? Bajingan lo!"
Nata terus menghujam pukulannya ke wajah serta badan Vando yang sudah semakin lemas. Ia termakan emosi. Nata kalap atas berbagai alasan yang membuat dirinya harus membenci Vando. Dia sudah tidak tahan lagi melihat Vando ada di sekelilingnya. Ditambah dengan pernyataan Vando yang secara tidak langsung telah menyatakan akan merebut Ike darinya. Nata benar-benar tidak bisa menerima apapun yang Vando katakan.
Sementara Ike yang mendengar apa yang Nata katakan dibuat kebingungan dengan fakta yang baru saja ia dengar. Ia tidak paham dengan masalah apa yang ada diantara Vando dan Nata. Ike sulit untuk mencerna kata-kata sederhana yang keluar dari mulut Nata yang nyatanya mengandung masalah pelik.
"Gue ti dak pernah ngerebut mama lo." Dengan sedikit terbata-bata Vando mengucapkan kata-kata yang semakin memancing emosi dalam diri Nata.
Bughh bughh
Nata kembali memukul Vando dengan membabi buta. Nata benar-benar kalap saat ini. tidak ada yang bisa menghentikan dirinya. Bahkan saat Vando sudah menyemburkan darah dari mulutnya Nata tetap tidak berhenti memukul Vando.
Ike hanya bisa menangis sembari menarik-narik lengan Nata yang nyatanya tidak mampu untuk mengentikan Nata dari tindakannya yang sudah mengancam nyawa Vando.
Sementara Vando sudah semakin lemas. Ia tidak tahu apakah ia kali ini bisa bertahan atau tidak. Ia tahu betul alasan Nata selama ini membencinya oleh karena itu pula ia tidak melawan Nata saat mendengar kata mama disebutkan oleh Nata. Meski itu bukan kesalahannya, namun ia tahu betul hidup tanpa mama itu seperti apa.
Nata yang masih dikuasai emosi mulai mengendurkan kuantitas pukulannya pada Vando. Namun tetap saja sejumlah pukulan masih ia hujamkan ke tubuh Vando.
"Kenapa lo selalu ngrebut apa yang gue punya? Apa hidup lo tidak cukup kalau belum ngrebut kebahagiaan gue?"
Nata kembali bersuara, namun tidak dengan nada penuh emosi. Kali ini justru terdengar amat pilu. Ia bersuara seolah tidak pernah merasakan kebahagiaan. Ia berbicara layaknya orang yang mengalami berbagai pesakitan selama hidupnya. Suranya benar-benar terdengar amat menyedihkan. Ia berkata benar-benar dari hatinya. Ia mengutarakan apa yang selama ini ia rasakan setiap kali melihat Vando.
Disisi lain, Vando yang masih berada dibawah kungkungan Nata merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Ia bernafas dengan tersengal-sengal. Namun ia tidak sedikitpun melewatkan semua ucapan Nata. Ia paham apa yang Nata alami. Namun kondisinya kini sungguh miris, ia benar-benar harus segera diselamatkan. Wajahnya sudah dipenuhi dengan darah, sementara seragamnya sudah tidak karuan dengan bercak merah dimana-mana.
"Ma-af" satu kata yang diucapkan dengan perlahan diikuti dengan pejaman mata dari Vando sukses membuat Ike panik. Sementara Nata masih tidak menyadarinya sebelum Ike meraung dengan tangis sembari mengguncang tubuh Vando yang sudah sangat lemah.
Vando kini sudah tidak sadarkan diri. Ia kehabisan tenaga untuk bertahan. Vando tidak kuat untuk merasakan rasa sakit yang memenuhi sekujur tubuhnya. Vando tidak tahu apakah kali ini dirinya bisa bertahan atau tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unconditional Feeling (Completed)
Teen FictionCOMPLETED Aku tidak bisa memilih mana yang terbaik dari dua pilihan yang sama baiknya. Aku memang egois, dengan menginginkan kalian berdua untuk terus bersamaku. Tapi kini aku sadar bahwa aku tidak bisa selamanya menggenggam dua hati yang terlalu ba...