Kata Maaaf

7 4 0
                                    



Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu. Hampir semua siswa juga telah pergi meninggalkan kelas untuk segera menuju ke rumah masing-masing. Namun tidak dengan Ike yang masih berada di sekolah. Ia tengah berdiri seorang diri di parkiran sekolah. Ya, seperti yang sudah kita ketahui bahwa sudah 2 mingguan ini Ike selalu berangkat dan pulang sekolah bersama dengan orang yang menyandang status sebagai kekasihnya, mungkin memang bukan kekasih hati, tapi status yang diketahui publik sekolah tetaplah menyatakan bahwa dia kekasih Vando.

Tentu sudah jelas, mengapa Ike berada di parkiran seorang diri. betul, dia memang sedang menunggu Vando yang sedang berada di kamar mandi. Ike dengan sabarnya menunggu Vando yang sudah seperti bang toyib yang tak kunjung pulang padahal dia hanya ke kamar mandi. Keadaan mendung semakin membuat Ike gelisah, ia tidak mau pulang hujan-hujannan dan menjadi basah kuyup.

Tidak seperti dalam cerita fiksi atau novel lainnya yang pemerannya begitu mengidolakan Hujan. Banyak yang bercerita bahwa titik-titik Hujan merupakan lambang dalam sebuah kisah cinta, mereka rela jatuh dan sakit hanya agar membuat bumi subur, membuat pasangannya merasa bahagia. Tetapi Ike tidak memiliki pemikiran yang sama, baginya hujan itu bodoh, hujan itu tolol, hujan itu terlalu di butakan oleh cinta. Buat apa berkorban sedemikian besar jika hanya untuk kebahagiaan pasangan saja. Bukankah dalam sebuah hubungan seharusnya dua pihak harus sama-sama berjuang untuk saling membahagiakan satu sama lain? Begitu lah pemikiran Ike akan hujan. Karena itu pula ia tidak begitu suka dengan suasana yang mendung atau saat-saat hujan datang.

Masih sibuk dengan lamunannya, Ike sampai tidak sadar jika saat ini sudah berdiri sosok cowok di belakangnya. Cowok tersebut terlihat begitu menawan meski dengan wajah kusutnya. Dia nampak ragu untuk melakukan suatu hal, tetapi nampaknya hatinya terus mendorong dirinya untuk berbuat jahil seperti yang ia bayangkan.

Tiba-tiba saja Ike merasa penglihatannya menjadi begitu gelap hingga membuatnya tidak bisa melihat meski hanya setitik cahaya sekalipun. Ia tidak tahu siapa yang tengah berbuat jahil terhadap dirinya. Namun ia begitu yakin bahwa yang menutup matanya adalah Vando. Memang siapa lagi yang selama ini selalu berbuat jahil padanya kecuali si curut satu itu yang sayangnya memiliki wajah yang sangat menawan minus kelakuannya.

"Vando, lepasin! Lo apa-apaan sih!" tanpa mengetahui siapa sebenarny yang menjahilinya, Ike menganggap dia adalah Vando. Oleh karenanya ia agak berteriak dengan kesal meminta si pelaku untuk melepas tangannya.

"VANDOO!!!" tak mendapat respon yang baik, Ike semakin kesal hingga ia berteriak dengan kencang seraya menyebut nama Vando.

Mendengar kekesalan Ike, lelaki tersebut pun langsung melepaskan tangannya. Ia masih tidak berani untuk berbuat lebih jauh. Ia tahu, hubungannya sedang tidak baik dengan Ike. Oleh karena itu ia bertekad untuk merubah sikap dan mencoba memperbaiki hubungannya dengan Ike. Disisi lain, Ike yang masih kesal dibuat terperangah begitu membalikkan badannya dan melihat siapa pelaku yang telah menutup matanya dari belakang.

"Kak Na—ta?" sebut Ike dengan suara penuh keraguan karena ia sama sekali tidak menyangka bahwa Nata lah pelakunya. Orang yang sudah seminggu belakangan tidak muncul dalam penglihatannya kini berdiri dengan tegak di hadapannya.

"ngapain kak Nata disini?" Ike bertanya dengan nada datar yang menyiratkan banyaknya rasa kecewa yang menggelembung besar dalam hatinya. Kenapa Nata kini muncul lagi setelah ia mulai bisa melupakan rasa kekecewaannya. Ia tidak mau merasakan kecewa lagi dalam dirinya hanya karena perasaan cinta yang datang tanpa ia inginkan itu. Ia sudah menyiapkan diri untuk bersikap biasa saja setiap berjumpa dengan Nata.

"Ke, gue minta maaf" hanya empat patah kata tersebut yang mampu Nata ucapkan kepada Ike. Melihat raut wajah penuh kecewa Ike sudah mampu menghancurkan mental yang sudah ia siapkan untuk menampakkan diri dihadapan Ike. Memang seminggu ini dia sengajar menghindar dari segala potensi yang memungkinkan dirinya bertemu dengan Ike karena dia tidak siap. Nata tidak siap melihat Ike berjalan bersama lelaki lain. Nata juga tidak siap melihat raut muka benci dan kecewa Ike saat melihat dirinya.

" sudah gue maafin!" suara Ike benar-benar terdengar penuh dengan rasa ketidaksukaan. Ya, memnag betul dia tidak suka berjumpa dengan Nata untuk saat ini karena itu sama saja menghancurkan tatanan hatinya yang sudah mulai sedikit rapi setelah insiden beberapa waktu yang lalu.

"makasih Ke, sampai jumpa lagi" lagi-lagi hanya beberapa patah kata pendek yang mampu Nata ucapkan. Ia benar-benar tidak kuat melihat tatapan penuh kebencian Ike. Ia tidak siap untuk dibenci oleh orang yang ia cintai. Bukan, bukan berarti Nata enggan memperjuangkan cintanya. Ia sudah berjuang, Nata sudah sangat berjuang dengan dirinya sendiri. Dia berjuang melawan trauma dan luka masa lalu yang selalu menghantuinya. Ia selalu berjuang sendiri melawan rasa takut yang selalu muncul mengganggu pikirannya. Ia sudah sangat lama berjuang melawan rasa sakit yang tergores dalam hatinya. Luka yang selalu memberikan tekanan dalam dirinya tanpa seorangpun tahu.

Tanpa mengarahkan matanya ke arah Ike. Nata berjalan meninggalkan Ike kembali sendiri di parkiran sekolah. Sementara Ike yang kembali berteman dengan sunyi tengah berjuang mati-matian untuk menahan dirinya agar tidak mengucapkan tiga kalimat keramat yang mungkin bisa mengobrak-abrik hatinya kembali.

"I MISS YOU" Ike berteriak dengan kencang meneriakkan tiga kata yang mewakili isi hatinya. Namun sayang, Nata sama sekali tidak menengok, Nata tidak merespon sedikitpun teriakannya. Dan mungkin Nata tidak akan pernah mendengar jeritannya yang hanya mampu ia teriakkan dalam hatinya. Ia tidak mungkin menyampaikan tiga kata tersebut ketika ia tengah membenahi hatinya yang hancur oleh orang yang sayangnya begitu ia rindukan saat ini.

" Sayang, maaf agak lama" suara Vando sukses menyadarkan Ike dari lamunannya. Ike hanya melirik sekilas kehadiran Vando tanpa memberikan respon sedikitpun. Memang hati Ike saat ini belum bisa menerima Vando dan dirinya juga tidak akan pernah menerima Vando dalam hidupnya. Ia masih memegang teguh strategi yang akan ia jalankan.

"ayo pulang, keburu hujan." Ucap Vando yang lagi dan lagi tidak mendapatkan respon sediktipun dari Ike. Vando bisa saja berulah jahil seperti biasanya, namun ia sedang tidak mau melakukan itu karena ia sadar tidak selamanya apa yang kita inginkan harus terpenuhi. Kadang kita butuh untuk mengerti situasi dan kondisi untuk bisa memahami hati.

***

Setelah sekitar 30 menit berkendara ditengah padatnya lalu lintas kota kini Vando sudah sampai di depan rumah minimalis Ike. Sosok yang diboncengpun dengan segera turun dari motor. Ia melepas helm dan menyerahkan helm yang ia kenakan kepada cowok yang berstatus sebagai kekasih paksanya. Ya, masih sama, Ike tidak mengucapkan satu patah katapun kepada Vando. Kehadiran Nata tadi memang benar-benar memperburuk moodnya yang sedang tidak terlalu baik.

" Gue pulang dulu ya, kalau kangen bilang aja nanti gue dateng!" kali ini celotehan jahil Vando kembali keluar. Setelah mengusap kepala Ike sesaat, Vando langsung meninggalkan Ike yang saat ini tengah memasuki rumahnya.

Dengan langkah yang begitu berat, Ike memasuki kamarnya yang berada di lantai dua rumahnya. Ia meletakkan tasnya di kursi belajarnya. Fokusnya langsung berganti begitu melihat sebuah kertas warna terjatuh dari tasnya. Kertas yang dilipat berbentuk segitiga kecil berwarna ungu kini menjadi pusat perhatian Ike. Degan segera Ike mengambil kertas tersebut dan membuka lipatan demi lipatan yang mewarnai kertas tersebut.

Cinta tanpa balasan memang menyakitkan. Namun aku yakin kamulah orang yang akan mengubah jalan hidupku yang terasa semakin berat.

Aku akan selalu menunggumu menyebut namaku dengan penuh kasih karena isi hatiku sudah penuh akan dirimu seorang.

Aku cinta kamu. Dan akan selalu begitu hingga waktu tak lagi berjalan.

Ike, I'm waiting for you to change my faith

R.

Bukan puisi yang ia terima, namun lagi dan lagi Ike dibuat heran dengan isi dari kertas tersebut yang sukses mengetuk hatinya. Huruf R yang ada pada surat tersebut membuat dirinya berpikir bahwa pengirim surat dan puisi kepada dirinya selama ini adalah Nata. Ia ingat betul nama Nata adalah Adrian Reinata, dan mungkin saja R disurat tersebut mewakili nama Reinata. Ike ragu terhadapa dirinya sendiri, ia berpikir apa ia sudah terlalu kejam kepada Nata hingga membuat tulisan yang menunjukkan isi hatinya tersebut. Namun apa benar surat tersebut benar-benar Nata yang membuat? Ike benar-benar pusing memikirkan hal tersebut.

Unconditional Feeling (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang