36. Teror selanjutnya

77 7 4
                                    

Angga tak henti-hentinya menguap sedari tadi. Mengantuk, sekaligus bosan dengan pelajaran Kimia yang sedang berlangsung saat ini. Angga melirik Lisa yang terlihat sama bosannya dengan Angga. Sementara Vina seperti biasa, tetap memperhatikan meskipun jauh di lubuk hatinya ia juga jenuh.

Inilah yang terjadi apabila mata pelajaran Kimia ada pada jam terakhir. Saat-saat dimana para siswa sangat jenuh dan juga mengantuk. Otak mereka telah panas akibat pelajaran dari pagi hingga siang ini. Bu Intan mulai menunjuk seorang siswa untuk mengerjakan soal di depan. Inilah hal yang paling horror. Kini Rizal sang ketua kelas yang jadi korban. Untunglah cowok itu bisa menjawab karena sedari tadi ia memperhatikan.

Bu Intan meraih buku absen. Ia memberi poin untuk Rizal. Kini Bu Intan meneliti satu persatu nama yang tertulis disitu. "Coba Raihan Prasetya, kerjakan soal nomor dua."

Angga membekap mulutnya menahan tawa. "Mampus." Bisiknya yang berada di depan Raihan. Namun anehnya, tidak ada balasan sama sekali dari rekannya itu.

"Raihan?" panggil Bu Intan sekali lagi. Seisi kelas memusatkan perhatiannya pada Raihan yang ternyata tertidur dengan menelungkupkan kepalanya di meja.

Vano menepuk dahinya. "Goblok si Raihan."

Radit memukul lengan Raihan kuat-kuat. "Woy!"

Spontan Raihan terlonjak kaget dan menoleh kesana kemari. "Hah, apa? Udah pulang?"

Radit menatap Raihan horror. "Lo dipanggil tuh."

"Sama?"

"Yang diatas."

"Astaghfirullah!" ucap Raihan seraya menyikut Radit sebal.

Bu Intan yang sedari tadi memperhatikan pun hanya bisa menggeleng pelan. "Ayo cepat maju, Raihan."

Raihan tersenyum kikuk. "O-oke, Bu." Ia berdiri dan merapikan pakaiannya sebentar. Namun tiba-tiba bel pulang sekolah berbunyi. Ekspresi lega terlihat jelas di wajah Raihan. Ia mengusap dadanya merasa beruntung karena bel berbunyi dengan tepat waktu.

"Tanggung, Raihan kamu kerjakan ini. Setelah itu baru boleh pulang." Raihan mendengus kesal.

Raihan menoyor kepala Angga yang sedari tadi tertawa mengejek. Dengan lesu Raihan mengambil spidol dan menatap soal di papan tulis dengan kerutan di dahi. Raihan berbalik menatap Bu Intan, ia pun menyengir. "Saya nggak bisa jawab, Bu."

Bu Intan menggelengkan kepalanya. Ia menjewer telinga Raihan yang membuatnya mengaduh. Seisi kelas tak dapat membendung tertawanya saat menyaksikan hal itu.

"Lain kali jangan tidur, Raihan!"

"Iya Bu, iya ampun maaf." Ringis Raihan dan Bu Intan pun melepas jewerannya. "Sudah, sana kamu duduk."

Saat Raihan melewati Angga, lagi-lagi ia melihat Angga tertawa mengejek. Dengan kesal Raihan meraih buku tulis dan menggunakannya untuk memukul Angga.

"Saya akan jelaskan sekali lagi. Raihan, perhatikan." Ujar Bu Intan. Ia pun kembali menjelaskan materinya meskipun bel pulang sudah berbunyi. Seluruh murid berdecak sebal, inilah yang paling mereka benci dari bu Intan. Wanita itu selalu saja melanjutkan materinya hingga selesai, tak peduli apabila bel sudah berbunyi sekalipun.

"Aaaahh ini udah jam berapa sih, Van?" pancing Radit yang duduk di tepat belakang Vano dengan suara yang sengaja ia besarkan. "Udah jam dua nih, Dit. Harusnya mah udah pulang." Balas Vano ikut memancing Bu Intan.

"Hadoh laper nih gue, pengen cepet-cepet pulang." Timpal Lisa. Vina terkekeh sambil menggelengkan kepalanya melihat kelakuan temannya itu. Jujur Vina juga sudah jengkel melihat bu Intan, namun sebagai murid teladan ia lebih memilih diam dan terus memperhatikan.

DiseasedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang