29. You still love him?

94 11 0
                                    

JEDAR!

Vina membuka matanya seketika. Ruangannya gelap, hanya cahaya dari kilat yang masuk ke sela sela gorden sesekali menerangi ruangan. Di luar hujan deras Vina memekik tertahan. Ia meraba ke sisi kasur sebelahnya. Tak ada siapa siapa! Lisa belum pulang.

Vina mencoba menemukan ponselnya yang terletak di nakas. Namun sial, ponselnya mati. Vina mengumpat di dalam hati. Tidak ada masalah dengan ruangan gelap, namun suara petir yang memekakkan itu membuat Vina takut.

Pintu kamar Vina diketuk dari luar. Vina tersentak. "Sa? Lo udah pulang?"

Tidak ada jawaban. Pintu kamar terbuka perlahan, samar-samar Vina melihat seseorang tengah membawa lilin.

"Vano! Gue kira siapa." Vina menghela napas lega. Vano menyengir, "Gue tau lo cemen kalo udah ada petir."

"Nggak." Elak Vina. Vano meletakkan lilin di atas nakas. Ia menaikkan sebelah alisnya pada Vina. "Kalo gitu gue pergi ya?"

"Eh- jangan,"

Vano tersenyum. Ia pun merangkak ke kasur menghampiri Vina. Vano bersandar pada dipan, lalu menyuruh Vina berbaring di sebelahnya.

Entah sengaja atau tidak, Vina memeluk lengan Vano. Ia menjadikannya guling untuk tidur. Tidak lama Vina pun kembali terlelap.

Vano menghela napas lega saat listrik sudah menyala. Ia mematikan lilin yang ada di nakas.

Vano tersenyum simpul melihat Vina. Ia mengelus rambut Vina lalu beranjak pergi menuju kamarnya.

***

"Yah jadi gimana, Ga?" tanya Lisa saat Angga baru saja mematikan mesin motornya. Angga turun dari motor, lalu mengacak-acak rambutnya yang sedikit basah akibat terkena air hujan.

Angga mendaratkan bokongnya di sebelah Lisa. "Kita tunggu hujannya reda."

Saat ini mereka berdua tengah berteduh di sebuah toko yang sudah tutup. Akibat hujan deras yang tiba-tiba turun.

"Kalo nggak reda sampe pagi?"

"Ya tidur disini."

"Ga!"

"Apa?" sahut Angga polos. Lisa mendengus sebal.

Lisa merapatkan jaketnya saat merasakan dingin yang menusuk. Selain karena disini daerah pegunungan dan hari sudah malam, hujan deras menambah kedinginan pada malam ini. Lisa berasa masuk ke dalam kulkas.

"Nggak usah manja lo. Minta dipeluk kan?" ceplos Angga. Dahi Lisa mengerut tidak senang, "Eh?"

"Iya. Lo pura-pura kedinginan biar gue peluk kan?"

"Kok lo pede banget sih? Yang minta dipeluk pas tahun baru siapa?" Balas Lisa yang membuat wajah Angga memerah seketika. Ia membuang muka agar Lisa tidak menyadarinya.

"Enaknya ngapain ya, Ga?" tanya Lisa mengalihkan pembicaraan.

Angga menoleh. "Ena-"

"Stop! Sehari aja nggak usah mikir tentang ena-ena, bisa? Isi otak lo kotor semua." Potong Lisa cepat. Angga menatap Lisa heran. Kemudian senyum miring tercetak di bibirnya.

"Gue mau bilang 'Enaknya minum kopi panas'. Kenapa lo mikirnya lain?"

Lisa terdiam. Ingin rasanya ia membenturkan kepalanya berulang kali. Angga menyeringai, "Siapa yang otaknya kotor sekarang?"

"Udah ah!" Lisa mengerucutkan bibirnya yang membuat Angga tertawa.

Suasana kembali hening. Hanya suara hujan dan petir yang sesekali muncul. Jalanan sangat sepi dan gelap. Kendaraan yang lewat pun dapat dihitung dengan jari. Toko yang lainnya pun juga sudah tutup. Mereka seperti berada di kota mati. Belum lagi hawa dingin yang sangat menusuk.

DiseasedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang