19. I'm so sorry, Angga.

159 20 0
                                    

Mulmed bonus Angga Lisa😉

Chap ini juga spesial Angga Lisa yeu. Asoy

Enjoy!

***

Lisa menggeliat di atas ranjangnya. Ia melirik Vina di sebelahnya yang sudah tertidur pulas.

Entah mengapa Lisa selalu menderita insomnia, padahal sejak tadi siang ia aktif beraktivitas.

Merasa sangat bosan, Lisa pun menyibak selimutnya lalu berjalan keluar kamar. Lisa mencoba untuk mencari udara segar keluar.

Saat membuka pintu depan, udara yang dingin langsung menusuk kulitnya. Lisa yang hanya mengenakan celana di bawah lutut dan kaos tipis pun menggigil kedinginan. Namun karena terlalu malas mengambil jaket di kamar, ia pun keluar villa tanpa mengenakan jaket.

Samar-samar Lisa melihat sosok Angga di dermaga. Melangkah semakin dekat, Lisa sangat yakin itu Angga. Namun,sejak kapan Angga bisa bermain gitar?

Lisa berdiri beberapa langkah di belakang angga. Ia mendengar dengan jelas angga sedang bernyanyi "Stitches" salah satu dari lagu favoritnya.

"You watch me bleed until I can't breathe
Shaking, falling onto my knees
And now that I'm without your kisses

I'll be needing stitches
Tripping over myself,
Aching, begging you to come help
And now that I'm without your kisses

I'll be needing stitches"

Menarik napas sejenak, Lisa yang berada dua meter di belakang Angga pun melanjutkan lirik berikutnya.

"Just like a moth drawn to a flame," Angga terperanjat. Secara otomatis ia berhenti memainkan gitarnya. Ia menoleh ke belakang, dan mendapati Lisa tengah berjalan mendekatinya.

"Oh, you lured me in, I couldn't sense the pain
Your bitter heart cold to the touch
Now I'm gonna reap what I sow
I'm left seeing red on my own"

Lisa duduk tepat di sebelah Angga, lalu tersenyum simpul. "Kenapa berhenti?"

"Kaget aja." Jawab Angga santai. Namun di dalam hati ia sungguh tidak menduga akan kehadiran Lisa disini.

Lisa memeluk kedua lututnya sambil menatap lurus ke depan. Angga yang masih setengah shock pun hanya bungkam. Ia pun meletakkan gitarnya di lantai.

"Pemandangannya bagus, ya." Kata Angga yang mencoba memecah keheningan di antara mereka. Angga dapat merasakan Lisa mengangguk.

"Dulu pas gue masih kecil, setiap kena marah papa atau mama, gue selalu lari ke danau ini." Lisa memulai ceritanya. Matanya menerawang pada langit yang dipenuhi bintang.

"Rumah gue yang dulu sekitar dua kilometer dari sini, dan gue naik sepeda sendirian ke sini. Ngebut, kadang sambil nangis." Lisa terkekeh pelan mengingat masa kecilnya. Angga tetap diam, menyimak cerita Lisa.

"Villa ini dulu belum ada. Disini cuma hamparan rumput luas yang dipenuhi pohon dan danau di hadapannya. Dermaga ini juga belum ada pembatas semen kayak sekarang, dulu dermaga ini kecil dan hanya terbuat dari kayu-kayu lapuk. Gue duduk di pinggir dermaga ini, asal lemparin batu ke danau sampe kesel gue ilang. Papa sama mama selalu khawatir kalo gue tiba-tiba ngilang kayak gini."

"Gue akuin danau ini memang bagus. Bisa bikin pikiran tenang." Angga menanggapi. Lisa pun mengangguk menyetujui.

Suasana kembali hening. Hanya hembusan angin dan suara jangkrik yang menemani malam mereka. Tidak tahan dengan suasana canggung ini, Lisa mencoba untuk mencairkan suasana. "Anyway, lo dapet gitar dari mana, Ga?"

DiseasedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang