31. Don't Go

77 12 1
                                    

"Yaudah. Makasih udah luangin waktu buat gue ya, Sa." Rizki berdiri dari duduknya, diikuti oleh Lisa.

"Makasih juga traktirannya." Lisa menyeringai. Rizki memutar bola matanya. Setelah Rizki membayar, mereka berduapun keluar dari cafe dan menuju mobil masing-masing.

Baru saja Lisa hendak membuka pintu mobilnya, seruan seseorang memanggil namanya terdengar. Lisa menoleh kesana kemari mencoba menemukan sumber suara. Namun tidak ada yang ia kenal disini.

"Lisa!" Suara itu terdengar lagi, kini lebih keras. Mata Lisa menyipit kala melihat sosok yang sepertinya tidak asing.

Cindy?

Lisa mengerutkan dahinya saat melihat Cindy melambaikan tangannya di seberang jalan. "Lisa! Ini gue!" Teriaknya lagi.

Lisa pun memutuskan untuk menghampiri Cindy yang sedari tadi terus memanggil namanya. Mendadak Lisa menjadi tidak bisa berpikir. Yang ia lakukan hanyalah berjalan lurus ke depan.

Rizki membelalak saat melihat Lisa berdiri di tengah jalan tanpa melihat kanan kiri. Melihat sebuah mobil yang melaju kencang ke arah Lisa, secepat kilat Rizki berlari menuju Lisa.

"Lisa!" Teriak Rizki. Belum sempat Lisa menoleh, tubuhnya telah terdorong ke depan dan kepalanya membentur pembatas jalan.

Sementara itu Rizki terhantam mobil dengan keras hingga tubuhnya terpental jauh. Orang-orang yang menyaksikan itupun berteriak histeris dan perlahan mulai mengerubungi Rizki.

Beberapa orang juga mendatangi Lisa dan membantunya berdiri. Lisa merasakan kepalanya sangat pusing berdenyut-denyut. Lisa mengedarkan pandangannya mencoba menemukan Cindy. Namun nihil, Cindy tidak ada.

Lisa merasakan darah mengucur di dahinya. Akibat terbentur pembatas jalan tadi. Kepalanya semakin berdenyut, sakit. Sakit sekali.

"Rizki!" Seru Lisa saat menyadari Rizki yang tertabrak mobil. Dengan gontai ia berlari mendekati Rizki yang kini tengah dikerumuni banyak orang.

Seolah tidak mempedulikan kepalanya yang berdarah dan pandangannya yang mulai kabur, Lisa tetap menerobos kerumunan orang tersebut.

"Rizki!" Pekik Lisa tak kuasa menahan tangisnya. Ia terduduk lemah di sebelah Rizki yang terkapar tak berdaya.

"Ambulan sudah dalam perjalanan. Harap bersabar." Ujar seorang polisi yang berada disana.

"Bertahan, Ki." Lisa terisak sambil mengusap wajah Rizki. Hidungnya mengeluarkan darah, kacamatanya hilang entah kemana.

Dengan gemetar Rizki menggenggam kalung yang kini ia kenakan. Ia melepasnya lalu menyerahkannya pada Lisa.

Lisa menggenggam kalung tersebut erat. Bercak darah Rizki kini ada di tangannya.

"Vi-na." Ujar Rizki terputus-putus. Ia terbatuk hebat, kemudian matanya tertutup rapat.

Lisa memekik, tangisnya semakin deras. "Ki!!!" Lisa mengguncang tubuh Rizki yang kini tidak berdaya.

"Rizki..." Lirih Lisa seraya memukul tubuh Rizki pelan. Ia tertunduk. Kepalanya semakin terasa berat. Matanya berkunang-kunang. Perlahan bayangan hitam menyelimuti pandangan Lisa. Semakin lama semakin membesar, hingga tubuh Lisa ambruk di sebelah Rizki. Semuanya gelap.

***

Ruangan itu penuh dengan alat-alat. Layar monitor EKG telah menampilkan garis lurus dengan bunyi nyaring. Dokter dan beberapa suster berusaha agar jantung pria itu tetap berdetak.

Matanya terpejam rapat, hidungnya tak lagi menghirup ataupun menghembuskan napas. Luka-luka di sekujur tubuhnya membuatnya semakin terlihat tidak ada harapan untuk hidup.

DiseasedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang