Part 7

40 3 0
                                    

still Morgan P.O.V


Esoknya, lagi-lagi Sherryn mengejarku. Ia terus saja berkata 'terima kasih' kepadaku. Aku juga terus berusaha menjauhinya seperti apa yang Rafael katakan tetapi, aku tak tahu mengapa gadis itu selalu berhasil menemukanku.

"Aku hanya ingin berterima kasih padamu." Ujarnya lagi. Kututup buku yang kubaca. Aku mendekatkan wajahku ke wajahnya. Mungkin jarak antara hidungku dan hidungnya hanya sekitar 5 centimeter-an. Kutatap dalam-dalam wajah gadis ini. Harus kuakui, ia cantik dan manis. "Aku menerima ucapan 'terima kasih' mu lebih dari 10 kali hari ini. Kau masih mau mengucapkannya lagi?" Tanyaku sebelum akhirnya kujauhkan wajahku dan kembali fokus pada buku yang kubaca.

Aku melirik sekilas Sherryn. Ia tak secerewet tadi. Semburat merah terukir indah dipipi mulusnya. Sepertinya aksiku tadi berhasil membuatnya terkejut.

Sesaat kemudian, Sherryn menundukkan kepalanya. Mungkin untuk menyembunyikan rona merah dipipinya. Aku terkekeh kecil. Tunggu. Bukankah aku harus menjauhinya?

'Temukan gadis itu. Bawa ia padaku!' Tiba-tiba saja terlintas sebuah suara dalam pikiranku. Suara itu.. Suara itu.. Itu suara Elverra.

Gadis itu? Apa maksudnya? Siapapun gadis itu, dia berada dalam bahaya besar saat ini.

Segera kubangkit dari dudukku. Kulangkahkan kakiku keluar dari perpustakaan dan meninggalkan Sherryn yang masih terdiam.

---

Sherryn P.O.V


Aku masih saja terdiam walaupun aku tahu Morgan telah meninggalkanku. Tatapan Morgan tadi.. Tatapannya amat menghipnotis dan mengintimidasi. Lagi-lagi muncul keganjilan dalam dirinya. Matanya. Iris matanya berwarna hitam kemerahan tadi. Aneh. Bukankah sebelumnya iris matanya berwarna kecokelatan? Apa ݪªª ݪªª ݪªª ݪªª menggunakan contact lens? Tidak. Mustahil orang seperti Morgan menggunakan contact lens. Tak akan mungkin.

Aku bangkit dari dudukku. Aku mulai berjalan menyusuri rak-rak yang berisi deretan-deretan buku yang ada ditempat ini. Tanganku menjamah sebuah buku yang nampak usang. Ber-cover merah dan bertahtakan tinta emas pada judul buku tersebut yang bertuliskan 'The Dark World'. Akhirnya, ku pinjam buku tersebut untuk membacanya dirumah.

Sesampainya dirumah, kubuka lembar demi lembar buku tersebut dan membacanya.

'The Dark World akan terlahir saat kekuatan cinta berhasil dikalahkan oleh kebencian. Memang sulit untuk menghilangkan kebencian terhadap seseorang. Namun, yakinlah, rasa cinta dan kasih sayang pasti akan mampu mengalahkan rasa benci tersebut. Saat cinta berhasil terkalahkan oleh benci terlahirlah The Dark World. Saat The Dark World lahir, niscaya, kebahagiaan didunia ini akan hilang. Yang ada hanya kegelapan dan kesenjangan dunia.'

Itulah yang tertulis dihalaman ke-3 buku tersebut.

Apa The Dark World dapat menjadi nyata? Tunggu. Apa yang dimaksud dengan 'kebencian' itu?

Bodohnya dirimu, Sherryn. Jelas itu hanyalah karangan. Cerita fiksi. Tapi, bagaimana jika dunia itu benar-benar tercipta? Kebahagiaan akan lenyap dari dunia ini. Siapa yang mampu mencegah lahirnya dunia itu? Pertanyaan-pertanyaan itu terus-menerus bergulat dalam pikiranku.   

The Dark WorldWhere stories live. Discover now