Part 6

42 3 0
                                    

Rafael P.O.V


"Berjanjilah kau akan selalu menjaga adikmu, Raf. Lindungi dia dari mara bahaya. Lindungi pikirannya. Mom yakin, kau dapat melakukannya."

Aku terbangun dari tidurku. Suara Mom lagi-lagi terdengar dalam pikiranku. Aku harus mencari Morgan. Ia belum kembali sejak sore tadi.

Segera ku pergi keluar rumah mencari keberadaannya. Menyusahkan saja.

'Aku telah kembali. Tak usah mencariku,' suara Morgan terdengar dalam pikiranku.

Yeah, kaum vampire seperti kami memang memiliki kemampuan khususnya dalam segala hal yang menyangkut pikiran. Kami dapat menggunakan telepati untuk berhubungan satu sama lain. Berhubungan bukan berarti kami dapat saling membaca pikiran. Membaca pikiran termasuk salah satu jenis bakat khusus beberapa vampire. Jarang terdapat vampire yang memiliki kemampuan itu. Mungkin hanya satu dari seratus vampire yang memiliki bakat tersebut. Morgan salah satu vampire beruntung yang mendapatkan bakat tersebut.

Aku yakin, Morgan pasti membaca pikiranku. Ia pasti tahu jika aku mencemaskannya. Tapi, setahuku, Morgan jarang menggunakan kemampuannya itu.

Tiba-tiba saja pandanganku buram. Ku pejamkan mata dan dalam sekejap aku telah berada disuatu tempat asing.

"Elverra?" mataku mengerjap melihat siapa yang ada dihadapanku. Elverra. Si vampire ilmu hitam itu bersama seorang gadis. Gadis cantik. Tunggu. Gadis itu... Gadis itu... Salah seorang siswi sekolah tempat Morgan menimba ilmu. Ia gadis yang sering ku lihat bersama Morgan.

"Bawa Morgan kehadapanku!" Perintah Elverra. Gadis itu hanya mengangguk dan segera pergi.

Lama-kelamaan penglihatanku mulai buram kembali. Saat kucoba untuk mengerjap kembali, hanya jalan kota Jakarta yang sepi-lah yang kulihat.

Bakat khususku bekerja. Aku melihat ke masa depan. Gadis itu dalam bahaya!


***

Morgan P.O.V


Apa benar yang Rafael pikirkan? Aku dapat melacak pikirannya. Pikirannya dipenuhi oleh rasa cemasnya padaku. Ia mencemaskanku? Mustahil ia mencemaskanku. Peduli padaku pun tidak.

'Gadis itu dalam bahaya' tiba-tiba apa yang Rafael pikirkan muncul dalam pikiranku. Gadis itu dalam bahaya? Apa maksudnya? Siapa gadis itu? Apa bahaya yang dihadapi gadis itu? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berspekulasi dalam pikiranku.

Tiba-tiba saja, Rafael telah berada di hadapanku. Matanya menyorot tajam padaku. "Darimana saja kau?" Tanyanya. "Well, hanya berjalan-jalan untuk menenangkan pikiran." Jawabku berusaha setenang mungkin.

'Dasar pria bodoh. Apa dia tak tahu bahaya yang akan menimpanya jika ia tak berada dalam pengawasanku? Apa ia tak tahu seberapa rasa cemasku padanya?' Rafael menggerutu dalam pikirannya.

"Maafkan aku. Aku tak akan membuatmu cemas lagi." Jawabku terhadap gerutuan yang ada di pikirannya. Rafael semakin menatapku tajam. "Tutup pikiranmu dan jangan pernah membaca pikiranku!" Bentaknya sambil berlalu meninggalkanku.

Well, harus ku akui, aku senang ia mencemaskanku. Ternyata, dibalik sikap kasarnya, ia masih peduli padaku. Mungkin hanya sulit mengungkapkan jika bagaimanapun juga, aku-lah satu-satunya keluarga yang ia miliki. 

The Dark WorldWhere stories live. Discover now