***
Kelas berakhir. Morgan segera keluar dari kelasnya untuk tak mendengarkan rayuan-rayuan manis Ilham untuk Sherryn.
"Gan!" Panggil Sherryn saat Morgan hendak masuk ke dalam mobil sport merahnya. Morgan pun mengurungkan niatnya dan segera berbalik menatap Sherryn.
"Ada apa?" Tanya Morgan. Sherryn hanya menggaruki tengkuk lehernya yang tak gatal. "Err..tak ada apa-apa, sih." Jawab Sherryn.
"Ilham mana?" Tanya Morgan mengedarkan pandangannya untuk mencari sosok yang ia cari. "Ilham pergi. Aku tak tahu kemana. Katanya hanya sebentar tapi, sampai sekarang ia belum kembali. Padahal, ia berjanji untuk mengantarku ke toko buku." Sherryn mengerucutkan bibirnya.
"Oh," jawab Morgan singkat dan segera masuk ke dalam mobil sportnya dan melajukan mobil tersebut menjauhi area sekolah.
"Huh, kupikir sikap dinginnya telah hilang. Tapi, sama saja. Tak berubah sama sekali. Tak peka akan perasaan seorang gadis. Dasar menyebalkan!" Umpat Sherryn menatap kepergian mobil Morgan.
Sherryn berjalan menuju mobilnya. Belum sempat ia membuka pintu mobilnya, tiba-tiba saja seseorang membekap mulutnya dari belakang.
"Ehm!" Sherryn meronta-ronta mencoba melepaskan diri. Orang itu mendekatkan mulutnya ke telinga kanan Sherryn. "Jangan melawan. Turuti semua yang ku perintahkan." Ujar orang tersebut.
Ia pun melepaskan bekapannya. Sherryn terdiam mematung. Tatapannya hampa.
"Temukan Morgan dan bawa ia kepadaku!" Perintah orang tersebut. Sherryn hanya mengangguk dan segera pergi mengendarai mobilnya menuju tempat tinggal Morgan.
***
Tok.. Tok.. Tok..
Sherryn mengetuk pintu rumah Morgan. Tak lama, pintu tersebut terbuka dan Morgan menampakkan dirinya dari balik pintu tersebut.
Morgan mengernyitkan dahinya menatap kedatangan Sherryn. Bagaimana Sherryn tahu kediamanku? Gumam Morgan tanpa suara.
"Ada apa?" Tanya Morgan. Sherryn hanya diam tak bersuara. Morgan semakin bingung dibuatnya. Tak lama kemudian, Sherryn membalikkan tubuhnya dan berjalan gontai entah kemana. Morgan yang merasa asing dengan sikap Sherryn segera mengikuti Sherryn.
---
Morgan P.O.V
Tak tahu apa yang terjadi pada Sherryn. Tiba-tiba saja ia muncul dibalik pintu rumahku.
Ia terlihat berbeda. Tatapannya sangat amat asing bagiku.
Tak lama kemudian, Sherryn menghentikan langkahnya tepat di tengah hutan yang tak jauh dari rumahku. "Sherryn," lirihku sambil menyentuh pundak Sherryn. Sesaat kemudian, Sherryn jatuh terhuyung dalam pelukanku.
"Sherryn." Aku mencoba membangunkannya dengan menepuk pelan pipinya.
Tiba-tiba saja sekelilingku beruhabh menjadi hitam. Hutan ini telah berubah.
Elverra. Pasti ia yang berada dibalik semua ini.
Yeah, memang benar. Tak lama kemudian, wanita iblis itu muncul dari kegelapan. Beberapa pengawal setianya nampak menyeret paksa...
Rafael dan Ilham!
Aku menggertakkan tanganku. Sial. Apa yang wanita ini rencanakan? Mengapa ia begitu mengincarku?
Elverra mendekatiku. Segera ku lindungi Sherryn yang tengah pingsan.
"Apa yang kau inginkan?" Tanyaku. Elverra tersenyum sinis dan menjentikkan jarinya.
Sherryn pun bangkit berdiri dan tersadar dari pingsannya. Aku menatapnya nanar. Tatapan Sherryn... Hampa! Sial. Sherryn pasti berada dalam pengaruh Elverra. Sherryn berdiri tegap dengan pandangan lurus ke depan.
"Reza, hadapi diam." Elverra memerintahkan seorang pria yang berada disisi kanannya untuk menyerangku. Reza pun maju untuk menghadapiku. Aku yang sama sekali tak punya pengalaman apapun tentang tertarungan antar kaum vampire, hanya dapat diam dan waspada.
"Jangan sakiti dia!" Terdengar teriakkan histeris Rafael. Ia berusaha untuk memberontak tapi, sepertinya Elverra telah mengunci kuat rantai yang membelit tangan dan kakinya.
Reza tak menghiraukan Rafael. Ia berjalan menghampiriku. Ia menatapku tajam. Amat sangat tajam. Entah kenapa, kepalaku tiba-tiba saja terasa amat menyakitkan. Otakku seakan dipaksa untuk memikirkan segala hal menyakitkan dalam hidupnya. Kenangan akan masa lalu ku yang amat memilukan terlintas dalam pikiranku sendiri.
"Stop! Berhenti melakukan itu. Berhenti mensabotase pikiranku!" Erangku. Tanganku mulai menjambaki rambutku sendiri. Berharap semua kenangan menyakitkan ini berhasil terkalahkan oleh rasa sakit akibat jambakkanku sendiri.
Tubuhku pun ambruk dan kini hanya bertumpu pada lutut kakiku. Peluh mulai mengalir dari pori-pori kulitku.
Tak lama kemudian, rasa sakit itu menghilang. Elverra mendekatiku. Ia merengkuh kasar wajahku. "Berikan kekuatanmu sekarang juga jika kau mau ini semua berakhir dengan cepat."
Ku tepis tangannya dari wajahku. "Tak akan." Jawabku ketus. Elverra tersenyum sinis. "Well, jika itu keinginanmu," Elverra menjauhiku dan mulai mendekati Rafael dan Ilham. Dengan sekali tepukan, Rafael dan Ilham mengerang kesakitan. "Argh!"
YOU ARE READING
The Dark World
FanfictionRasa tertarik Sherryn Avery kepada Morgan Oey malah menuntun gadis itu masuk ke dalam sebuah bahaya besar.