Part 20

60 3 0
                                    

Morgan P.O.V

"Pagi," seseorang menepuk pelan pundakku. Aku menutup buku yang tengah kubaca dan segera membalikkan tubuhku menatap orang tersebut. 
Aku tersenyum saat mendapati Sherryn, yang tersenyum sumringah menatapku. Ia nampak cantik dan segar dengan sweater merah dan celana jeans hitam. Rambut hitam cantiknya nampak terkulai lembut dibalik punggungnya. "Welcome back, Morgan." Ujar Sherryn mengulurkan tangannya. Aku membalas uluran tangannya sambil tersenyum pula. "Terima kasih,"

"Maaf aku tak sempat menjengukmu. Rafael bilang, aku bisa mati jika berada di rumahmu." Sherryn mengerucutkan bibirnya. Aku hanya terkekeh. "Yeah, dia benar. Dan mungkin kau juga akan mati jika terlalu dekat denganku." Kataku datar. Sherryn segera menjauhkan dirinya dariku.

"Baik, sekarang tak dekat, kan?" Ujarnya mengangkat sebelah alisnya. Aku segera berjalan mendekatinya dan tanganku mulai mengacak-acak poni rambutnya.

"Apa yang kau lakukan?" Sherryn mencoba menepis tanganku dari rambutnya. Aku pun menjauhkan tanganku dari rambutnya.

"Kenapa? Apa aku tak boleh menyentuhmu?" Tanyaku.

"Tidak," jawab Sherryn kesal. "Karena kau bukan siapa-siapaku." Tambahnya.

"Ku kira kita telah berteman. Tapi, pikiranku salah." Aku menghela nafas panjang. Sherryn segera menatapku dengan wajah memelas. "Bukan begitu maksudku," katanya terbata-bata.

"Lalu?" Aku mengangkat sebelah alisku. Sherryn nampak bingung akan sikapnya sendiri. Ia menggaruki tengkuk lehernya yang tak gatal. "Maksudku, yeah, kita berteman hanya saja..err.. Hanya orang spesial yang dapat menyentuhku sepenuhnya." Ia menundukkan kepalanya.

"Aku tak spesial untukmu?" Tanyaku. Sherryn mengangkat wajahnya sebentar. Nampak semburat merah mewarnai pipinya. Aku terkekeh kecil. Ia kembali menundukkan kepalanya. "Bagaimana? Kenapa kau tak menjawab pertanyaanku?" Tanyaku meminta kepastian.

"Apa aku spesial untukmu?" Kini giliran Sherryn yang bertanya kepadaku. Masih sambil menundukkan kepala.

Aku tersenyum menatapnya. Sherryn tak kunjung mengangkat kepalanya. Aku meraih dagunya dan mulai mensejajarkan wajahnya dengan wajahku.

"Jika kau bertanya seperti itu, aku harus mengatakan ini padamu. Sejujurnya, kau spesial untukku. Amat sangat spesial. Kau berbeda dengan yang lainnya. Kau berani. Kau cantik. Kau berhasil memikatku dengan pesonamu. Aku tak tahu mengapa hatiku terasa hangat jika bertemu denganmu," ujarku tanpa ragu.

Sherryn nampak terkejut mendengar ucapanku. "Well, bagaimana denganmu?" Tanyaku balik.

"Kau..err..kau juga spesial untukku. Kau berhasil mengundang rasa keingin tahuanku pada sosokmu. Aku sejak lama telah terpikat oleh pesonamu. Aku juga tak tahu mengapa," ujar Sherryn dengan wajah penuh kegugupan.

Aku terkekeh menatapnya. "Tak usah gugup seperti itu jika berbicara dengan pria setampan-ku," Sherryn menatapku jengkel. "Tampan? Sungguh? Kau tak bercanda?" Ujarnya.

Aku mengangguk. "Semua wanita mengatakan jika aku tampan," ujarku jujur.

"Semua wanita? Aku tak pernah bilang kau tampan?" Sherryn menyipitkan matanya.

Aku menggaruki tengkuk leherku yang tak gatal. "Kau wanita, ya?" Godaku. Sherryn menatapku tajam sambil memicingkan matanya.

"Apa katamu?"

Aku segera memasang wajah tanpa dosa dan segera berlari untuk menjauhinya. Sherryn mencoba untuk mengejarku. Aku terus berlari cepat tanpa henti.

"Aduh!" Aku berhenti berlari dan membalikkan tubuhku.

Mataku mendapati Sherryn tengah terduduk dijalan sambil terus mengeluh dan mengelus perlahan luka yang timbul di kaki kanannya akibat terjadi gesekkan jalan beraspal dengan kakinya.

Aku mendekatinya. Ku lepas jaket hoodie hitamku. Ku robek perlahan jaket tersebut. Sherryn nampak terkejut dengan perlakuanku.

"Dasar ceroboh!" Ku baluti luka dikakinya dengan sobekkan jaket tersebut. Sherryn hanya terdiam.

"Terima kasih." Ujarnya. Aku segera berbalik dan membungkuk. "Ayo naik!" Ujarku. Sherryn hanya diam. "Ku tahu kakimu terluka parah dan sulit untuk berjalan, kan?"

Sherryn masih terdiam. "Oke. Aku duluan. Silahkan mengesot untuk sampai ke rumahmu." Belum sempat aku menegakkan tubuhku, Sherryn telah melompat ke atas punggungku.

Ia memeluk erat leherku. "Sekali lagi, terima kasih. Kau..kau memang berbeda dengan pria manapun. Kau jauh lebih berarti dimataku," ujarnya.

Aku hanya tersenyum dan kembali melanjutkan langkah kakiku.

 


THE END   

The Dark WorldWhere stories live. Discover now