Sherryn P.O.V
Pukul 11 tengah malam tapi, Rangga belum juga pulang. Kemana dia? Padahal, aku telah membuatkannya menu makan malam favoritnya. Tapi, kini, makanan itu telah dingin.
Ku putuskan untuk berjalan melangkahkan kakiku menyusuri jalan kota Jakarta pada malam hari. Jika Rangga telah pulang dan aku tak ada dirumah, mungkin ia akan membunuhku. Tapi, apa hanya aku yang tak boleh menikmati suasana kota Jakarta pada malam hari?
"Hei, manis," sial. Aku lupa jika pada malam hari para preman disini sering berkumpul bersama. Segera kupercepat langkah kakiku. Tapi, dengan mudahnya para preman itu menyamai langkah kakiku.
"Mau kemana larut malam seperti ini? Lebih baik bergabung dengan kami." Ku tutup hidung dan mulutku. Bau alkohol. Mereka mabuk. Aku benci seorang pemabuk.
Ku coba untuk tenang dan terus berjalan melewati mereka. Namun, jumlah mereka terlalu banyak. Mereka mengepungku. Mereka menghalangi langkahku. "Menjauh atau kau akan tahu akibatnya." Ancamku pada salah seorang preman yang mencoba untuk menyentuhku.
Ia tertawa. Teman-temannya ikut tertawa pula. "Akibat apa, manis?" Tanyanya. Sial. Bau alkohol kembali tertangkap oleh indra pembauku. Aku benci bau alkohol.
Sesaat kemudian, aku dapat merasakan hangatnya genggaman seseorang. Aku pun menoleh sekilas menatap orang tersebut. "Morgan?" Tanyaku tak percaya. Morgan menyelamatkanku.
Tapi, tunggu. Preman-preman itu? Ku edarkan pandangan mataku. Apa? Apa aku tak salah lihat? Preman-preman itu... seakan tertidur pulas dengan luka lebam disekujur tubuh mereka.
Siapa yang mengalahkan mereka? Tak ada orang saat ini kecuali... aku dan Morgan. Hei, apa Morgan yang mengalahkan preman-preman itu? Tapi, bagaimana bisa ia mengalahkan preman-preman itu dalam waktu singkat?
"Bagaimana kau..." Morgan memotong kalimatku. "Ku antar kau pulang." Ia menarik tanganku untuk terus mengikutinya.
Tangannya... tangannya sedingin es! Padahal, suhu malam ini tak begitu dingin. Apa ia sakit? Aku bertanya-tanya dalam pikiranku.
Tak lama kemudian, kami pun tiba dirumahku. Rumahku masih terlihat sepi. Sepertinya Rangga belum pulang. Syukurlah.
Morgan pun melepaskan genggaman tangannya dan berlalu meninggalkanku begitu saja.
"Hei, terima kasih!" Teriakku. Morgan terus saja berjalan tanpa memperdulikan ucapan 'terima kasih' ku.
Cintya benar. Morgan adalah pria yang penuh kemisteriusan.

YOU ARE READING
The Dark World
Fiksi PenggemarRasa tertarik Sherryn Avery kepada Morgan Oey malah menuntun gadis itu masuk ke dalam sebuah bahaya besar.