Pertemuan tanpa kesengajaan yang membawa petaka bagi Nindi. Perasaan yang selama ini sudah dikubur dalam-dalam hadir kembali dengan sejuta harapan dan impian. Kesetiaan pada kekasihnya diuji, seberapa cinta itu akan bertahan dalam kesetiaan dalam pertunangan yang sebentar lagi ke jenjang pernikahan. Nindi berusaha memberikan kesetiaan itu pada kekasihnya.
Ruang tamu nampak gelap dan sepi, tak ada suasana hidup, hanya lampu pilips 5 watt yang masih menyala. Suara kendaraan di jalan raya Yogyakarta Magelang masih terdengar satu dua.
Dihempaskannya tubuh itu ke dalam sofa, ada rasa kelelahan dalam hatinya. Lelahnya fisik masih bisa dia tahan tapi jika hati dan pikiran berada pada titik jenuh kepenatan itu terpancar dan menggelayuti wajahnya yang kusam.
"Apa jadinya jika Romi tahu kalau dirinya telah mendua perasaan dengan mantan guru SMAnya? Dan apapula jadinya kalau kakaknya, Bimo mengetahui ada rasa yang ia rasakan untuk orang lain. Orang lain yang sudah berumahtangga, bagaimana nantinya kalo dia dicap sebagai perebut laki-laki orang? Bagaimana dengan pertunangan yang telah terjalin hampir empat tahun dengan Romi, bagaimana nanti ayah ibu dan keluarga besarnya padahal orang tua Romi sudah menganggap Nindi seperti anak kandung sendiri. Bagaimana dan bagaimana?"
Nada dering hp berbunyi, ternyata sudah 7 kali nada dering itu berbunyi, apalagi sms yang masuk sudah tak terhitung lagi. Ada rasa takut untuk menjawabnya. Untuk yang kesekian kali dibiarkan saja dan kembali dengan angan yang melayang jauh di dunia lain.
Dari kejauhan sepasang mata memperhatikan gerak gerik gadis yang tertidur di sofa dalam keadaan telungkap. Ada rasa kebingungan kegundahan dalam hatinya.
"Baru kali ini Nindi seperti ini, mungkinkah ada masalah dengan Romi? Atau ada masalah lain yang membuatnya seperti ini?" batin Bimo sembari melangkahkan kakinya menuju ruang tamu. Diperhatikan adiknya dari belakang hanya nampak punggung yang selalu bergerak kekanan dan kekiri.
"Nindi apa yang kamu lakukan hari buta gini? Sekarang sudah pukul 03.15 tadi malam kamu pulang jam berapa?? Anak perempuan bisa selarut ini pulangnya. Apa kata Ayah, Ibu dan Romi nanti? Kenapa kamu tidak membalas sms dan telepone Romi? Ah, kau adikku satu-satunya. Kenapa bisa seperti ini?" rengkuh Bimo merasa kasihan melihat kondisi Nindi yang tidak karuan.
"Ya, Mas Bimo tidak bilang sama Ayah dan Ibu. Bereskan semua" ucap Nindi sekenanya
Nindi terdiam antara diceritakan atau tidak, namun hatinya takut melukai orang-orang di dekatnya.
"Apakah aku sudah menjadi WIL orang? ucap lirih Nindi setengah tidak percaya pada dirinya.
"Apa maksud ucapanmu itu?" potong Bimo penasaran.
"Aku tadi tanpa tidak disengaja bertemu dengan guru SMAku. Dia banyak cerita masalah keluarganya, dan perlu mas Bimo tahu dia dulu pernah menjadi pacar dalam anganku" kata-kata meluncur seperti kereta. Bimo mendengarkan dengan seksama apa yang dikatakan adiknya. Dari Nindi menjadi penggemar berat Fahri dari kelas dua sampai akhir kelas tiga, karena akhir kelas tiga itu Fahri menikah. Padahal pada saat itu banyak anak didiknya yang kecewa termasuk Nindi.
"Dan sekarang pernikahannya ada di ujung tanduk, tapi sikap dia sudah berbeda dari lima tahun yang lalu, kemarin tanpa sengaja dia kekantorku untuk mentransfer uang dan Mas tahu? Aku juga berada di situ dan tadi tanpa sengaja juga ketemu dan sepertinya dia mengatakan mencintaiku, aku takut ini menjadi fitnah jika orang tahu apalagi kalau Mas Romi tahu" lanjut Nindi lagi. Ada rasa yang coba untuk dihilangkan tapi masih bercokol dalam kepala dan hatinya.
"Aku seperti berada dalam persimpangan jalan. Aku sangat menyayangi Mas Romi, Mas, dan masa lalu itu menari-nari di depan mataku. Apa aku bersalah?" ucap Nindi seperti tidak sadarkan diri.
"Apa kau juga mencintainya? Kamu tidak boleh mencintai orang yang sudah mempunyai istri. Titik.
"Aku tidak tahu dengan perasaanku. Selama ini aku cuma diam. Selama hampir enam tahun aku tutup rapat-rapat hatiku. Kemarin aku tanpa sengaja bertemu dengannya dan bercerita banyak kalau pernikahan dia tidak bahagia, pernikahan dia di ujung tanduk" Nindi tidak melanjutkan kata-katanya, hanya kepalanya disandarkan di bahu kakaknya, kakak satu-satunya tempat berlabuh di saat suka dan duka selama ini.
"Jangan percaya omongan laki-laki. Biasanya laki-laki kalau sudah menceritakan aib keluarga tanda-tanda dia akan punya WIL dan kamu tahu apa artinya untuk kehidupanmu? Aku mohon jauhi laki-laki itu kalau kamu tidak ingin terjerembab ke lubang yang lebih dalam lagi."
Bimo berusaha meyakinkan Nindi untuk menjauhi Fahri, mantan gurunya, namun dibalik itu semua kakaknya ikut merasakan apa yang terjadi atas diri adiknya, dia tahu betul perasaannya ada di persimpangan jalan, kalau adiknya ingin jadi istri simpanan. Wallahua'lam.
"Sudah. Sekarang kamu sholat dulu, habis itu tidur sebentar, nanti aku bangunkan. Katanya nanti kamu bertemu dengan pimpinan ada promosi pekerjaan yang lebih bagus?" ucap Bimo mengelus bahu adik.
Sementara di tempat lain, seorang wanita dengan gelisah duduk di ruang tamu. Sebentar-sebentar duduk dan sebentar-sebentar berdiri. Baru ketika ada suara mobil parkir di depan rumah, perempuan itu pura-pura tertidur.
Pintu dibuka, nampak sepi dan gelap, dia langsung menuju ke ruang kerjanya. Laki-laki itu terduduk menyandarkan kepalanya. Angannya melayang ke taman Badakan satu jam yang lalu. Perasaannya melambung jauh, Membayangkan telah mencium wanita yang dicintainya.
"Ah, Nindi, kau membuat hatiku tak bisa tenang" desahnya menyungging senyum.
Tanpa disadari ada sorot mata tajam yang memperhatikan tingkah laku orang itu. Ada cemburu ketika dilihatnya sosok yang begitu dekat dengan hidupnya menyebut nama seorang wanita dan tersenyum-senyum sendiri.
"Sekarang aku tahu kenapa Mas Fahri selalu pulang larut. Mas punya perempuan lain kan di luar sana? Siapa tadi?" ucap perempuan itu yang tidak lain adalah istri Fahri.
Fahri terdiam, emosinya berusaha ia tahan. Sudah lima tahun ia mencoba untuk selalu mengalah dengan istrinya tapi apa yang ia dapat. Semua hanya lakon wayang orang dalam rumah tangga yang harus dijalani tanpa hati.
Sementara di rumah Pambudi baru pukul 05.25 ada suara mobil berhenti di depan rumah, mobil siapa lagi kalau bukan Romi. Bimo sudah mempersiapkan diri untuk berkata apa nantinya kalau Romi bertanya banyak perihal adiknya yang tidak menjawab telephonnya atau membalas smsnya. Sebagai kakak tentu dia akan melindungi adiknya yang sekarang sedang tertidur.
Pintu dibuka dari dalam, Bimo masih mengenakan kaos oblongnya yang kusam karena memang ia tidak bisa tidur karena Nindi tidak lekas pulang, apalagi mendengar cerita Nindi tadi.
"Tumben dah apel?" sapa Bimo
"Aku kepikiran Nindi. Ada apa dia?"
"Sudah. Sekarang tengok dia. Dia baik saja kok, lagi tidur di kamar. Tadi aku bilang kalau nanti akan aku bangunkan setengah enam, coba sekarang kamu yang membangunkannya" ucap Bimo sembari ke ruang makan, entah apa yang akan diperbuatnya kalau bukan buat sarapan pagi, makanan super cepat, mi instan sama ceplok telur.
Romi merasa kasihan melihat Nindi yang masih menggunakan sepatu dan jaket tertidur tanpa berselimut.
"Ada apa, selama ini dia tidak pernah mempunyai masalah apapun, hidupnya normal-normal dan tidak pernah aneh-aneh kebanyakan anak gadis lainnya. Hidupnya terlalu biasa untuk gadis sejajaran dia. Apa mungkin pekerjaannya tapi selama ini dia mempunyai nilai plus dimata pimpinan, apa laki-laki yang di pinggir gedung kemarin dulu waktu menjemput Nindi sempat membuat hatinya bertanya-tanya? Kenapa orang itu memunggunginya dan menutupi kepalanya dengan topinya ditambah penjelasan Nindi waktu di mobil itu, katanya seperti teman lama. Teman lama yang bagaimana...?"

KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA HATI BICARA
General FictionMempunyai seorang guru idola sudah biasa, tapi...jl ada murid yg jatuh cinta dng sang guru idola nya, apa tdk bertepuk sebelah tangan? Tentunya akan bertepuk sebelah tangan, apalagi umur yg terpaut jauh dan tingkat kedewasaan antara murid dan guru t...