PENCARIAN CINTA SEJATI

99 0 0
                                    


Fahri seperti ditampar. Wajah terbakar oleh kata-kata yang memojokkan dia. Apa salahnya orang jatuh cinta? Apa aku senista itu untuk sebuah cinta? Ya, masalahnya aku sudah beistri" harga dirinya seperti diinjak-injak oleh tamu itu. Rasa dongkolnya memuncak sampai tanpa sadar tangannya memukul kursi yang ia duduki.

Sebagai seorang ibu, Fatmi mengetahui betul apa yang terjadi pada pasa pernikahan anaknya. Ternyata apa yang ia impi-impikan selama ini tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Melihat seringnya pertengkaran membuat ibu itu hanya bisa mengelus dada. Keinginannya untuk mempunyai istri yang solekhah yang berbakti pada suaminya hanya fatamorgana. Menantunya malah sering yang medikte anaknya, dan sifat manjanya tidak berubah.

"Bersabar, Nak, kamu harus bisa menuntun istrimu. Jangan kebawa emosi, itu gunanya kepala keluarga, kamu harus bisa mengatasi semua kesulitan dalam berumah tangga"

"Iya, Bu, mungkin aku memang harus bersabar lagi. Tapi aku manusia biasa yang selama ini aku banyak mengalah?" ucap Fahri dengan nada putus asa.

"Aku sudah capek dengan permasalahan yang ada. Masih banyak yang harus aku fikirkan, tidak hanya di rumah terutama istri, aku juga memikirkan anak didikku, mahasiswaku, yang aku inginkan hanya dukungan moril Rahma sebagai istri, tidak lebih. Ibu tahu yang aku maksudkan tapi Ibu tahu sendiri sifat Rahma bagaimana?" lanjut Fahri lagi.

"Bersabar dan Ikhlas, Nak, mungkin Yang Maha Kuasa akan menunjukkan jalan terbaik bagi kamu, Anakku" ucap Fatmi seperti tidak ada kata-kata lain yang lebih baik lagi. Tapi kata SABAR itu memang yang harus dilakukan Fahri.

"Ibu, aku akan jujur dengan, Ibu, selama ini aku tidak pernah memikirkan diriku, Bu. Aku bahkan tidak tahu biduk rumah tanggaku ini mau di bawa kemana. Rahma berjalan sendiri dengan egonya yang kekanak-kanakkan, sedang aku menjalani rutinitas tiap harinya hanya sebatas tugas dan tugas. Bahkan kebahagiaan berumah tangga yang diinginkan setiap orang dengan yang namanya keluarga sakinah, mawadah dan warohmah jauh dari anganku. Ibu, sebelumnya aku minta maaf" Fahri mendekati ibunya, bahkan bersimpuh di depan perempuan itu.

"Ibu, aku sebagai kepala keluarga seharusnya aku menuntun, mengubah perilaku Rahma yang kurang baik menjadi perilaku yang agamis, menurut dengan apa yang dikatakan suami. Aku sudah tidak bisa mempimpin Rahma. Aku sudah seperti kerbau ditusuk hidungnya. Aku sadar aku tidak bisa menjaga kehormatan keluarga. Aku hidup dengan dia seperti dalam neraka" Fahri terdiam cukup lama dengan kata-kata terakhirnya. Tak terasa Fatmi meneteskan air matanya. Perasaan seorang ibu yang telah mengandung sembilan bulan tidak akan pernah jauh dari perasaan yang disandang anak laki-lakinya.

"Di saat hati saya mencoba mencari ketenangn hati, menentramkan diri dengan permasalahan yang ada, ada seorang wanita yang mensupport diri saya, Ibu, yang menguatkan hati saya, dia dari keluarga baik-baik" Fahri melanjutkan kata-katanya dengan harapan ibunya bisa menerima apa yang diucapkan.

Mata Fatmi menatap anak laki-lakinya tanpa berkedip. Jauh dari lubuk hatinya yang paling dalam.

"Apa kamu sadar dengan yang kamu ucapkan?" tanya Fatmi setengah tidak percaya

"Aku sadar, Ibu, sudah lama aku mengenalnya bahkan hampir tujuh tahunan tapi kami berpisah selama lima tahun. Aku baru sadar beberapa minggu yang lalu. Akhir-akhir ini dia yang mengisi relung hatiku. Kami tidak pernah bertemu, Ibu, tapi aku yakin dialah wanita yang akan selalu memberiku semangat, memberiku kehidupan," ucap Fahri setengah mengiba untuk hatinya yang banyak luka.

"Fahri," ucap Fatmi tersekat di dalam tenggorokannya, mencoba untuk memahami apa yang dipikirkan anaknya.

"Aku juga tahu, Ibu, itu sudah aku fikirkan lebih jauh, dia juga sudah mempunyai calon, tapi aku yakin Yang Maha Kuasa akan memberi kami jalan"

KETIKA HATI BICARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang