Sismiyati mendengar slentingan Bimo yang tidak enak. Ibu itu sebetulnya sudah merasakan kejanggalan-kejanggalan akhir-akhir ini pada anak gadisnya.
"Bim, apa yang kau katakan itu benar?" ucap Sismiyati mendekati Bimo. Anak pertamanya itu menceritakan apa yang terjadi pada Nindi.
Sismiyati mendengarkan cerita Bimo. Sebagai ibu dia harus menyelamatkan pertunangan anaknya.
"Yah, apa kita perlu menikahkan keduanya dengan segera? Supaya tidak terjadi fitnah atau kita menjauhkan Nindi dari sosok Fahri?" ucap Sismiyati ketika sedang berdua dengan Pambudi. Mencari akar pemecahannya supaya tidak melukai ketiganya.
Untuk beberapa lama Pambudi tidak menjawab, otaknya dicoba untuk berpikir dan berpikir.
"Kalau menikahkan mereka apa tidak aneh? Apa mereka sudah siap? Tapi kalau untuk menjauhkan ini jelas tidak logis. Sekarang peralatan komunikasi sudah canggih, sejauh apapun kalau ingin komunikasi itu mudah" Pambudi mencoba menimbang-nimbang dengan apa yang dilontarkan Sismiyati.
"Kita harus mendekati bicara dengan Nindi, Bu, maunya dia bagaimana?" ucap Pambudi spontan
Sismiyati mendekati Nindi yang sedang seorang diri di kamar. Gadis itu sudah merasakan ibunya akan berbicara hal yang serius.
"Nindi, sedang apa, Nak?" ucap Sismiyati mendekati anak perempuannya.
"Ada apa, Bu? Tumben menengok Nindi?" balas Nindi sembari tersenyum dan menyandarkan kepalanya di badan ibunya yang berdiri di belakangnya.
"Kenapa sudah beberapa minggu ini Romi tidak kelihatan?" selidik Sismiyati
"Mungkin mas Romi lagi sibuk, Bu, jadi Nindi dilupakan deh"gurau Nindi kecut
"Jangan berbohong, Nak, ibu sudah tahu. Kenapa engkau sampai berbuat seperti itu kepada Romi?"
"Maafkan aku, Bu, aku khilaf. Aku juga tidak mau hal itu terjadi. Semua terjadi begitu saja," gadis itu mulai terisak-isak. Ada perasaan bersalah yang tidak bisa dibayangkan.
Sismiyati mencoba memahami perasaan putrinya. Sungguh berat memang ketika kita sudah ada menjalin cinta dengan orang lain, masa lalunya muncul dan memberikan sejuta impian.
"Siapa yang kamu pilih, Nindi?"
Gadis itu terdiam seribu kata. Hatinya benar-benar gundah. Apakah dia harus memilih salah satu laki-laki yang mengisi kehidupannya.
"Oh, Tuhan, kenapa nasib ku seperti ini? Aku tidak ingin melukai semuanya" rintihnya dalam hati
"Apa kamu siap menikah dengan Romi?" sekali lagi ucapan ibunya seperti pisau yang menghujam ulu hatinya. Nindi terdiam dan tetap terdiam. Dia tidak akan menyakiti siapa pun.
"Ibu, aku tidak akan menikah dengan siapa pun, tidak dengan Romi juga Fahri" ucap Nindi tanpa nada.
Sismiyati terperanjat, perasaan orang tua itu tidak mengira akan mendapat jawaban seperti itu. "Apakah hatinya telah benar-benar terbelah menjadi dua hingga tak bisa memilih salah satunya kah atau dia malah membiarkan hatinya terbelah dan kesepian seorang diri tanpa ada yang peduli denganmu anakku?"
"Baiklah, sekarang tidurlah, biar besok pagi hatimu kembali membaik dengan kejadian-kejadian yang sudah kamu alami"
Sismiyati meninggalkan kamar Nindi dengan perasaan tersayat-sayat. Sedikit banyak orang tua itu memahami apa yang dijalani anak perempuannya.
Siang yang panas. Musim penghujan sudah ganti kemarau. Walaupun terik menyengat suasana dalam kelas yang sedang diajar Fahri nampak enjoy dan ramai.
"Pak, ada tamu menunggu, Bapak" ucap Pak Yadi kepada Fahri ketika sedang mengajar. Ada banyak pertanyaan singgah dalam otaknya, siapakah gerangan kiranya"
Fahri melangkahkan kakinya menuju tempat yang ditunjuk Pak Yadi. Sosok wanita yang cantik. Dilihat dari penampilannya tidak menampik kalau wanita itu berpendidikan. Blazer yang dikenakan sangat pas dengan badannya yang ramping.
"Maaf, Ibu mencari saya?" tanya Fahri, seketika melihat wanita setengah baya itu sepertinya wajahnya tidak asing baginya. Mata ibu itu mirip...
"Maaf, Pak, perkenalkan saya Sismiyati. Ibunya Nindi" ucap tamu itu menjabat tangan Fahri. Spontan wajah Fahri berubah
"Maaf, Bu, apa Nindi baik-baik saja?" balas Fahri.
Sismiyati jadi tertegun, melihat sosok laki-laki di depannya ini. Bayangan dia sosok Fahri adalah laki-laki sekitar 45 sampai 50 tahunan tapi ternyata usianya sejajar dengan anak pertamanya. Sangat kharismatik dan tidak seperti yang ia pikirkan selama ini.
"Pantas kalau Nindi bisa jatuh hati dengannya" batinnya dalam hati
"Maaf, Nindi dalam kondisi baik-baik saja. Di sini saya cuma ingin mengingatkan. Bapak sudah berkeluarga dan alangkah baiknya Bapak memperbaiki hubungan Bapak dengan istri Bapak dari pada Bapak mencoba untuk mendekati anak saya dan tolong jauhi anak saya. Sebentar lagi dia akan menikah.
Jlegg....
Sendi-sendi tulangnya seperti dilolosi satu persatu. Bayang-bayang hitam menggupal di atas kepalanya. Laki-laki itu terdiam seperti orang yang baru kena vonis kanker stadium empat. Sangat parah dan menyakitkan. Posisi dia yang sudah beristri sangat-sangat tidak menguntungkan.
"Maksud, Ibu?" gagap Fahri
"Aku ulangi lagi, tolong jauhi anakku. Sebentar lagi dia akan menikah dengan tunangannya. Harusnya Bapak bisa menjaga diri. Bapak seorang guru yang perilakunya menjadi suri tauladan anak didik, Bapak, apalagi anda mengajar di perguruan tinggi. Apa ingin mahasiswa Bapak mempunyai perilaku yang sama seperti Bapak mempunyai sederet perempuan? Kasihan keluarga mereka, Pak, negeri ini mau dibawa kemana kalo gurunya saja tingkah lakunya tidak dapat dijadikan suri tauladan" ceramah Sismiyati panjang lebar seperti ingin menumpahkan kemarahan dan kekesalannya pada Fahri.
"Yang saya inginkan Bapak jauhi anak saya. Maaf, Saya permisi" lanjut Sismiyati sadis berlalu tanpa menghiraukan perasaan Fahri yang seperti kebakaran jenggot.
![](https://img.wattpad.com/cover/90855885-288-k975469.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA HATI BICARA
Ficción GeneralMempunyai seorang guru idola sudah biasa, tapi...jl ada murid yg jatuh cinta dng sang guru idola nya, apa tdk bertepuk sebelah tangan? Tentunya akan bertepuk sebelah tangan, apalagi umur yg terpaut jauh dan tingkat kedewasaan antara murid dan guru t...