Bimo memperhatikan tingkah laku adiknya, perasaannya was-was dan pikiran buruk mulai bersemayam dalam hatinya.
"Jangan-jangan, tapi dokter bilang tidak terjadi pemerkosaan" pikiran kotor ditepisnya dalam otaknya, namun melihat kejadian barusan itu tidak salah pastilah itu tanda-tanda kehamilan.
Nindi kembali ke ruang tamu dan terduduk dengan lemas, rasa mual-mual masih saja belum mau berhenti tiba-tiba suara bel depan rumah berbunyi. Walau dengan rasa sedikit sempoyongan Nindi mencoba membuka pintu. Sosok perempuan berjilbab seumuran dengan kakaknya berdiri dengan menantang. Wajah yang tidak begitu asing baginya.
"Istrinya Mas Fahri, kenapa dia di sini? Atau jangan-jangan..." wajah yang cukup familiar dalam ingatan dia. Beribu pertanyaan singgah dalam hatinya.
"Apa benar ini rumahnya mbak Nindi?" tanya perempuan itu sembari menyelidiki wajah Nindi, mungkin dalam pikiran perempuan itu, mungkin inilah wanita idaman suaminya itu. Cantik, tinggi semampai, menarik walaupun wajah agak pucat dan terkesan baru sakit.
Kembali rasa mual muncul lagi dan lebih parah seperti diiris-iris dengan pisau dan Nindi kembali berlari ke kamar mandi. Melihat situasi yang seperti itu pikiran buruk muncul mengganggu tamu perempuan itu. Nindi masih berusaha mencoba menemui tamunya bersamaan dengan datangnya Bimo muncul dari arah belakang, dan mencoba mempersilakan perempuan itu duduk tapi ditolak.
"Hemm, ternyata hasil kumpul kebo kalian sudah membuahkan hasil rupa-rupanya" seru perempuan itu marah, wajahnya terlihat kasar dan galak.
"Apa maksud ibu?" ucap Nindi tidak tahu apa yang dimaksud perempuan itu
"Aku istrinya Fahri Rahadian, sudah lama mencurigai suamiku mempunyai wanita lain dan ternyata kaulah wanita bejat itu. Suamiku punya simpanan, terkutuk kalian!!! Harusnya kamu berfikir!!!" ucap Rahma sembari menarik rambut Nindi dan menamparnya dua kali, beruntung saat itu Bimo segera merelainya. Walhasil Bimo yang terkena cakaran perempuan itu dan berdarah.
"Kalau hubungan kalian diteruskan jangan harap kamu bisa hidup" ancam Rahma sembari meninggalkan Nindi. Gadis itu terisak-isak menangis di pundak Bimo. Dosa apa lagi yang ia perbuat sehingga kejadian demi kejadian terus terjadi dan membuatnya lelah untuk memikirkan tentang hidup ini.
"Apa benar aku mengandung seperti apa yang dikatakan istrinya Mas Fahri? Apa nanti kata orang? Apa nanti kata temen-temen? Mengandung benih-benih penjahat yang telah memperkosanya beberapa bulan yang lalu" rintihnya dalam hati, padahal dia tidak mengalami pemerkosaan itu. Entah kenapa orang tuanya tidak memberitahukan atau kedua orang tua itu lupa.
Oh Tuhan...
Jatuh dan jatuh lagi...
Bersimpuh dan berlutut di bumi Mu...
Berapa lama aku berada pada kubangan hitam...
Hitam dan sangat menjijikkan..
Apalah daya ku Tuhan....
Apalah dosa-dosaku...
Kau beri aku begitu banyak lembah..
Lembah yang sangat menyakiti diri ini...
Aku terpinggirkan...
Aku terdzolimi....
Dan aku tersakiti...
Dengan keadaan seperti ini Tuhan...
Cabutlah luka ini...
Cabutlah duri-duri dalam hati ini...
Sehingga aku bias berjalan
Dan menjalani hidup ini dengan menuju jalanMu...
Amin...
Nindi memeriksakan diri ke dokter diantar Bimo, tidak ada permasalahan yang serius dengan kesehatan gadis itu.
"Hanya gejala sakit maag, dengan makan teratur kurangi makan-makan yang pedas dulu" ucap dokter itu sambil memberi obat.
Siang yang panas. Matahari tepat lurus di atas kepala. Ada rasa sepi dalam hati Nindi. Kenapa kehidupan sepertinya selalu tidak berpihak pada dirinya, selalu memojokkannya. Pertunangan dengan Romi yang kandas karena ada masa lalu dengan Fahri, dan kini perempuan lain yang mencoba untuk merusak kehidupannya.
"Aku bukan perebut suami orang" rintihnya pilu, sakit dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA HATI BICARA
General FictionMempunyai seorang guru idola sudah biasa, tapi...jl ada murid yg jatuh cinta dng sang guru idola nya, apa tdk bertepuk sebelah tangan? Tentunya akan bertepuk sebelah tangan, apalagi umur yg terpaut jauh dan tingkat kedewasaan antara murid dan guru t...