[Chapter 2] - Keanu Gavrel Risesa

19.6K 1.2K 66
                                    

Ada dua hal yang dibenci Shania pada kampusnya yang notabene adalah kampus ternama di Indonesia, bukan soal tumpukan tugas atau dosen gaib yang setiap diminta konsultasi selalu hilang, melainkan para mahasiswi nyinyir yang berdiri disepanjang selasar dan koridor. Karena kondisi jembatan yang rusak, ia pun harus melewati fakultas ekonomi dan bisnis untuk sampai ke bagian belakang fakultas ilmu pengetahuan budaya karena kedua gedung itu berbelakangan.

Memang lebih cepat melewati area fakultas ekonomi dan bisnis karena jika melalui jalan depan menuju fakultasnya, ia harus memutar dan melewati jembatan di atas drainase besar yang sering tergenang. Tapi meski terlambat sekalipun, ia akan memilih jalan depan.

Hal itu karena tingkat kenyinyiran mahasiswi di jurusannya masih berada di ambang batas wajar, lain halnya dengan mahasiswi berbedak tebal dan bergincu merah yang selalu memajang barang branded penghuni fakultas ekonomi dan bisnis, tingkat kenyinyiran mereka sudah level akut mengalahkan akun lambe-lambe di instagram.

Bukannya takut, ia hanya malas saja mendengar omongan kasar tentangnya. Ia sudah kenyang.

Meskipun berkacamata, Shania tidak terbilang cupu. Gayanya tergolong up to date meskipun tidak over karna dia lebih suka yang simpel sekaligus nyaman. Tapi tetap saja, saat berjalan di selasar banyak yang mengkomentarinya. Bukan berbisik-bisik lagi, tapi terang-terangan di hadapan maupun dibelakangnya.

"Eh itu anaknya Diana Safira kan? Kampung banget ya gayanya, emaknya aja kemana-mana naik jet pribadi mana jalan-jalan ke eropa mele, kuku palsunya aja 10 juta cynnn." Celetuk salah satu mahasiswa.

Shania memasang tampang datar, tak ada gunanya memperdulikan omongan mereka. Kalau penampilannya biasa saja dibilang kampung, kalau lebih fashionable lebih pedas lagi komentarnya.

"Sok ngartis banget ya tuh anak, tau deh anaknya Diana Safira yang gila brondong itu. Nggak tau malu banget ya emaknya, udah nenek-nenek juga masih aja demen jagung muda. Jangan-jangan anaknya demen bocah SD lagi."

"Ih lo nggak tau aja ya, kemaren gue iseng sapa-sapi nyanya dia beli tas dimana eh malah ditinggalin gitu aja. Sombong banget ya mentang-mentang anak artis, dikira cuma dia doang yang punya duit!"

Gaya ibunya yang glamour memang selalu menjadi sorotan utama acara gosip, apalagi sensasi panas tentang Ibunya yang selalu kedapatan berkencan dengan brondong-brondong tampan padahal para bajingan itu hanya memanfaatkan Ibunya untuk mendokrak popularitas di dunia hiburan.

Seperti itulah gunjingan tentangnya, mereka pun sering mengejek suaranya yang serak padahal Ibunya adalah penyanyi terkenal yang sudah mencetak berbagai hits dan rekor penjualan album terbanyak pada masa mudanya.

Shania hafal segala jenis cacian mereka saking seringnya mendengar umpatan seperti itu, padahal mereka tidak tau apa-apa tentang dirinya malah terlalu dilebih-lebihkan demi kesenangan mereka. Dulu dia memang sakit hati mendengar itu semua tapi sekarang Shania sudah bodoh amat, dirinya sudah kebal.

Cuekin aja Shania... mahluk macam mereka itu nggak penting di hidup lo. batinnya selalu.

Meski dia sudah sekuat mungkin untuk tidak memperdulikan mereka tapi masih saja tersisa satu topik sensitif baginya, yang jika terdengar telinga tidak bisa ia acuhkan seperti cacian yang lain. 

"Gue denger-denger dia anak haram loh, pantes aja suaranya kayak gitu mukanya aja nggak mirip Diana Safira atau kalau bener anaknya berarti emaknya yang kebanyakan oplas hahaha."

Shania mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih, rasanya ia ingin menguliti orang itu hidup-hidup. Namun, dirinya berusaha memasang ekspresi datar tak peduli karena jika dia menanggapi yang ada malah menjadi gosip panas seantero kampus.

GINOSIDE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang