Shania berkacak pinggang dengan tampang sebal di depan seseorang yang duduk di sofa, siapa lagi kalau bukan Gin yang menikmati pizza dengan wajah tanpa dosa padahal jelas-jelas dia sedang dihakimi. Sehabis pernyataan cinta yang membuatnya menjadi pusat perhatian di festival tadi, Shania langsung menyeret Gin pulang. Alhasil mereka tidak jadi makan bakso dan hanya memesan pizza.
"Gin!"
Gin menengadah menatap Shania dengan ekspresi polosnya sehingga gadis itu bertambah geram sekaligus gemas.
"Gin, lain kali nggak boleh peluk-peluk! Nggak boleh ngomong yang aneh-aneh kayak tadi di depan orang!" omel Shania dalam satu tarikan nafas.
Alis Gin bertaut selaras dengan ekspresi bingung yang terukir di wajahnya, "Kenapa, Sha?"
Shania menghela nafas panjang disusul dengan bahu yang merosot, ia jadi heran sendiri apa semua dewa sepolos ini? Atau kepribadiannya berubah setelah melewati portal ke dunia manusia?
"Ya nggak boleh aja..." nada Shania menggantung, ia tidak tau harus menjelaskannya seperti apa.
Shania duduk di sebelah Gin, mengambil tisu di atas meja kemudian menyeka bekas pizza di sekitar bibir Gin dan membersihkan tangan pria itu dengan tisu yang baru.
"Kenapa? Padahal kita sudah ciuman dan pelukan."
Dan sebuah pernyataan cinta...
Pipi Shania menghangat jika mengingat kejadian itu, "Tapi itu bukan berarti aku sudah menikah denganmu dan jadi istrimu." Tampik Shania. Ia jadi bertanya-tanya bagaimana proses pernikahan sepasang dewa, apa langsung ditakdirkan dan tidak ada upacaranya?
Gin meraih kedua tangan Shania lalu menyatukannya dalam lingkupan telapak tangannya, ia menatap Shania dalam-dalam. "Kalau begitu kita menikah saja?"
Shania sempat terperenyak dengan ucapan Gin, namun tak lama karena tawanya langsung menyembur. Shania menarik tangannya dari genggaman Gin, "Dengar ya Gin, nggak mungkin banget gue nikah sama lo!" selorohnya. Ia sampai geleng-geleng kepala tak habis pikir.
Nggak mungkin banget kan gue kawin sama Gin, masa iya gue bilang sama bokap kalo gue mau kawin. Terus pas ditanya Gin siapa? Kerja dimana? Kenal dimana? Masa iya gue harus bilang Gin itu Dewa, kerjanya di kementrian cahaya, kenalnya pas menjelma jadi bantal guling di kamar?! Bisa-bisa gue dikirim ke rumah sakit jiwa!
Gelak Shania menyerbak, "Gin... gin... kalo mau ngajak nikah minimal lo tunjukin dulu kemampuan lo!" guraunya.
Ting... Tong...
Bunyi bel membuat mereka menoleh refleks ke arah pintu.
"Siapa sih malem-malem gini." Gerutu Shania, ia pun beranjak menuju intercom yang terpasang di samping pintu.
Setelah melihat orang yang tertera di layar intercom, Shania langsung mengahambur ke arah Gin dan memasukkan pria itu ke dalam kamarnya tanpa memberi kesempatan bertanya. "Jangan keluar sebelum gue suruh. Lo harus tetap di situ, oke?!"
Sesudah memastikan bahwa Gin tersembunyi dengan aman, barulah Shania membuka pintu.
"OOOOYYYYY MINYAK GORENG SYYAAAAAANIAAAAAA~~~~" sapaan bernada dangdut langsung melambung ketika Shania membuka pintu. Suara nyaring itu berasal dari seorang cowok berseragam SMA yang mengenakan bomber jacket biru navy dan sebuah backpack yang tersampir di pundak kanannya.
Cowok yang lebih tinggi dari Shania itu menengadah untuk mengintip dari atas kepala Shania, "Wihhh ada pizza tuh, bagi dong laper banget nih gue." Ucapnya dan langsung nyelonong masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
GINOSIDE [COMPLETED]
FantasíaShania terkejut mendapati bantal yang biasa dipeluknya saat tidur tiba-tiba menjelma jadi pria tampan dan berkata bahwa Shania adalah istrinya. Mungkin efek kelamaan jomblo dan kebanyakan nonton drama korea, dirinya suka ngayal...