[Chapter 6] - Screw Up

10.3K 829 42
                                    

Terhitung lima hari sudah bantal guling Shania berubah menjadi sesosok pria tampan dan selama itu pula ia harus menyembunyikan keberadaan Gin dari Gavrel, cukup mudah baginya untuk menghindari Gavrel karena sahabatnya itu disibukkan oleh latihan menjelang turnamen bulan depan.

Namun, tiga hari belakangan ini agaknya Shania terlalu mengabaikan Gin. Pasalnya, tugas kuliah semakin banyak berhubung minggu depan UTS dan membuatnya harus menyelesaikan tugas tersebut sebab setelahnya ada yang harus dikerjakan lagi.

Shania keluar dari kamar mandi dengan mengenakan kimono handuk dan rambut yang masih basah, niatnya yang ingin lanjut memasuki kamar tertunda sorot matanya menangkap Gin yang tengah duduk bersila di depan dinding kaca apartemennya, pria itu menengadah mentap ke arah langit yang terpercik warna jingga tatkala matahari beranjak pulang ke peraduannya.

Gadis itu menghela nafas panjang, apa akhir-akhir ini dirinya terlalu mengacuhkan Gin? Pria itu memang selalu menyambutnya dengan semangat setiap dirinya pulang, tapi ia malah mengusir Gin kalau mengajaknya bercengkerama saat mengerjaan tugas. Rasanya aneh saja, dulu ia selalu sendirian di apartment ini dan tak harus repot-repot mempedulikan, tapi sekarang ada seseorang yang harus dipikirkan.

Ketika Shania keluar kamar setelah berpakaian, ia mendapati Gin sedang menutup tirai jendela. "Gin," panggilnya sembari berjalan ke arah sofa, "Sini!"

Gin tampak antusias ketika Shania menyuruhnya duduk di samping gadis itu, "Apa, Sha?"

Shania menjulurkan sebuah smartphone yang digenggamnya pada Gin, "Ini HP buat lo, kalo lo bosen pas gue kuliah lo bisa nge-chat gue." Ujarnya. Sebenarnya smartphone tersebut dulu miliknya tapi dipensiunkan sejak enam bulan lalu karena rusak, baru kemarin ia menyerahkan handphone tersebut ke service center dan mengambilnya tadi.

"Lo bisa nggak makenya?" lanjut Shania setelah Gin mengambil smartphone tersebut.

"Shasha kira dewa itu gaptek?" Gin melirik Shania dengan tampang songong yang dibuat-buat dan jatuhnya malah lucu bagi Shania.

Hey! Dari mana tuh anak belajar ekspresi kayak gitu?! Pasti gara-gara keseringan nonton drama kalo gue kuliah.

"Gimana coba?" tanya Shania sambil menaikkan sebelah alisnya, menantang.

Gin tersenyum lebar, memperlihatkan deretan giginya yang putih. "Dewa itu nggak seperti yang Shasha bayangin, kami juga punya hal yang kalau di dunia manusia disebut teknologi sesuai dengan keahlian kami. Kami juga bukan mahluk berbaju romawi kuno seperti di film-film."

"Masa sih?" Shania memicingkan mata curiga lalu terkekeh melihat Gin yang cemberut.

"Teknologi kami bahkan jauh lebih hebat dari peradaban manusia sekarang. Shasha kira bagaimana manusia dianugrahi akal untuk mengembangkan teknologinya? Tentu saja itu titipan Dewa Pengetahuan." Terang Gin.

Shania mengambil bantalan sofa kemudian memangkunya dan meletakkan tangan di atasnya, ia jadi penasaran dengan ucapan Gin. "Emang dewa ada berapa banyak , sih?"

"Banyaaaakkkk." Jawab Gin sambil merentangkan tangannya lebar-lebar.

Shania tertgelak, rasanya ia ingin mencubit pria dihadapannya itu. Glad to have Gin if the day already screwed up. His innocence makes everything goes easy.

"Dewa itu bisa mati nggak sih? Atau selama-lamanya menjabat sebagai menteri?" tanya Shania mengutip perkataan Gin saat mengibaratkan sistem dewa seperti kementrian di dunia manusia.

"Hmm... bagaimana ya? Bisa dibilang mirip kematian karena setiap dewa yang selesai masa jabatannya akan menghilang. Dewa juga memiliki batas, tidak seperti Sang pencipta yang tidak berawal dan tidak berakhir."

GINOSIDE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang