[Chapter 18] The Echo

11.7K 643 145
                                    

Baca ceritanya sambil dengerin mulmed ya, kalo bisa bacanya pas sendirian atau pas malem2. like dulu yuk sebelum baca :p

~*~*~*~

Hello, hello
Anybody out there? Cause I don't hear a sound
Alone, alone
I don't really know where the world is but I miss it now

(Jason Walker -Echo)


Sebuah mobil merah melesat cepat membelah jalan ibu kota di bawah payungan lampu-lampu jalan, di balik kemudinya tampak seorang gadis yang tak membiarkan jarum speedometer mobil itu menurun barang semilipun. Tangannya mencengkam kencang kemudi dan sudah tak herhitung berapa kali ia menekan klakson dengan brutal pada siapa saja yang menghalangi jalannya.

Mata gadis itu menatap lurus ke arah jalan, pun dengan fokus yang sebisa mungkin di arahkan kesana. Namun, pikirannya terus pecah. Kejadian beberapa waktu lalu terus berkisruh dalam benaknya, memancing kenangan-kenangan lama yang kini berbisik ricuh seolah ada recorder imajiner di samping telinganya.

Seharusnya kejadian itu tak terulang lagi.

Seharunya ia tak datang.

Sial!

Shania menginjak pedal rem kuat-kuat tatkala mobil di depannya berhenti karena lampu merah, gerakan mendadak yang hampir memicu konflik itu membuat tubuhnya sontak terdorong kedepan dan nyaris menghantam kemudi kalau saja tidak ditahan seat belt. Ia meringis, tulang rusuknya sakit gara-gara itu.

"Oy! Kalau mau mati bilang saja biar ku cabut nyawamu sekarang!"

Shania menoleh ke samping, mendapati Silver tengah merapat ke sandaran kursi dengan tampang ngeri, bahkan tangan Dewa Kematian itu menggenggam pegangan atas mobil dengan kuat.

Shania menautkan alis, "S—Silver?"

Silver menghembuskan napas, bahkan sampai mengelus dada segala dengan tatapan ungtung-gue-nggak-mati. Pria itu lalu memasang seat belt-nya, berniat jaga-jaga kalau saja gadis di sebelahnya kumat lagi. Dewa-dewa gini kalo kelempar terus nabrak kaca bisa jadi tape juga.

"Aku di sini sejak tadi dan kau baru sadar sekarang?" cibir Silver.

"Buat apa lo—maksudnya kamu di sini?

"Menumpang mungkin? Aku baru saja menonton drama seorang anak melempar kepala kekasih ibunya sampai berdarah lalu pergi dengan tidak tahu malu."

"Kamu nyindir?" tuduh sania dengan tampang masam. "Pergi sana, aku lagi pengen sendiri." Usirnya seraya menjalankan kembali mobilnya.

"Kau tenang saja, satu di antara kalian umurnya tak panjang lagi." Ucapan itu terlepas santai dari bibir Silver, tetapi sukses membuat napas Shania tertahan.

"Siapa?!" tanya Shania cepat, gurat kepanikan mulai menjalari wajah gadis itu.

"Aku tidak bisa memberitahu, itu rahasia negara."

"Kalo gitu ngapain lo bilang!" bentak Shania geram.

Gadis itu mengumpat dalam hati, Dewa kurang ajar di sampingya ini sukses menampah beban pikirannya. Mendadak spekulasi-spekulasi fiktif mulai bermunculan, ia amat sangat bersyukur kalau yang dimaksud Silver adalah pria tak tahu diri itu. Tapi kalau Ibunya? Sebenci-bencinya ia, tetap saja ada bagian dalam dirinya yang tak rela jika kejadian buruk menimpa Ibunya. Sebab, masih ada sepenggal sisi tersisa yang selalu berdelusi bila hari-hari dulu akan datang di kemudian hari.

Lalu skenario terburuk adalah ... bagaimana kalau dirinya? Tunggu, bukankah itu bagus?

Shania menatap pergelangan kirinya yang tertutup lengan baju. Jemari tangannya yang satu lagi mengetuk-ngetuk setir, bunyinya beradu dengan suara klakson yang teredam dari luar jendela. Ia terjebak macet, entah apa penyebabnya atau mungkin memang selalu begini. Detik bergulir lambat, dan pandangannya tak beralih. sedangkan pikirannya tak jauh berbeda dengan keributan di luar.

GINOSIDE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang