Shania mengangkat tangannya untuk dilingkarkan ke pinggang Gin, namun gerakannya terhenti ketika ia menatap bekas luka bergaris yang telah memudar di pergelangan tangannya. Sebuah tanda terkelam dari masa lalu yang biasanya ia tutupi dengan jam tangan dan tanda itu pula lah yang menjadi penyebab berbunyinya bel apartemen.
Shania tahu Gavrel akan datang.
"Gin, masuk ke kamar dulu kayak biasa." Pinta Shania dikala melepas pelukannya.
Gin tak membiarkan Shania pergi, ia menggenggam kedua lengan gadis itu dengan gerakan defensif. Netra moka gelap itu menatap Shania lurus, "Sha... kenapa Gin selalu sembunyi?"
Shania meghela nafas berat, ia memutuskan pautan pandang mereka kemudian menurunkan tangan Gin. "Gin, please not now..." ini bukan pertama kali Gin mengajukan pertanyaan yang sama, sangat kentara bahwa pria itu jemu mengulangi hal serupa.
"Sha..."
Shania yang berjalan menuju pintu berbalik sesaat, "Gin, masuk kamar cepetan! Gue nggak mau Gavrel nanya yang aneh-aneh," pintanya agak memaksa. "Dan jangan keluar sebelum gue suruh! Kalo nggak..." ucapan Shania terpotong karena bunyi bel kian menuntut, ia pun membuka pintu setelah ekor matanya melihat Gin memasuki kamar.
"Sunny! lo baik-baik aja kan? Wartawan belum nyariin lo, kan?" cecar Gavrel seusai Shania membukakan pintu, raut wajahnya tampak cemas.
Shania menilik singkat, jelas sekali kalau Gavrel buru-buru mendatanginya. Pemuda itu masih mengenakan jersey basket hitam bergaris merah yang merupakan seragam UKM Basket, padahal ia selalu menggantinya lebih dulu sebelum pulang atau paling banter mengenakan jaket karena tak ingin menarik perhatian orang-orang (Re: tak mau cewek-cewek gemas melihat lengan berototnya)Namun, kali ini Gavrel mengesampingkan dua kebiasaannya itu, bahkan sepatu basketnya masih terpasang dan sport bag-nya masih mengantung di bahu kanannya.
Gavrel itu ibarat arus yang teratur, kalau alurnya berubah pasti ada sesuatu yang mendesak.
"Gue baik kok, untungnya belum ada wartawan." balas Shania. "Lo abis tanding, Gav?" tanyanya sedikit penasaran, pasalnya setahu gadis itu turnamen besar antar kampus belum dimulai.
"Nggak, cuma latih tanding sama kampus lain. Sorry Sun, gue baru datang soalnya baru tau kabar pas selesai latihan."
"Nggak papa kok."
"Sun, lo sebaiknya nginep di tempat gue malam ini. Apartemen lo pasti diserbu wartawan kayak kemarin-kemarin." Sarannya. Gavrel tau betul bagaimana kelakuan wartawan yang haus berita, bahkan berita yang tidak penting sekalipun diliput. Pernah mereka meminta petugas keamanan apartment untuk melarang para pemburu berita masuk tapi ada saja yang gigih menyusup.
"Nggak usah, Gav." Tolak Shania cepat.
"Sun, gue tau lo nggak suka masuk infotainment. Lagi pula unit gue deket sama lift jadi bisa cepat ke ground floor, gue udah parkir mobil deket pintu biar enak kalo mau ngampus besok." Jelas Gavrel. Seperti biasa, ia selalu mempersiapkan segala sesuatu dengan tepat.
Bukan itu.... masalahnya ada dewa jadi-jadian di apartment gue, nggak mungkin kan gue ninggalin dia? Lebih tepatnya gue nggak pernah ninggalin dia semaleman. Kalimat yang seharusnya lantang terlontar itu malah terucap dalam hati, sebenarnya ia tak ingin menerima anjuran Gavrel tapi melihat sahabatnya itu memasang tampang kukuh, ia pun tak punya pilihan.
Shania melengos, ia tahu sia-sia menolak Gavrel. Meskipun pembawaan pemuda itu selalu kalem, tapi pendiriannya kuat. "Iya deh, tapi gue ngambil HP..." kalimat Shania tergantung, ia baru ingat ponselnya hancur terbanting.
"HP lo rusak lagi?" terka Gavrel dan bungkamnya Shania membenarkan spekulasinya, "Kebiasaan buruk lo itu nggak ilang-ilang ya, kalo marah pasti lempar-lempar barang. Yaudah besok gue beliin yang baru."
KAMU SEDANG MEMBACA
GINOSIDE [COMPLETED]
FantasyShania terkejut mendapati bantal yang biasa dipeluknya saat tidur tiba-tiba menjelma jadi pria tampan dan berkata bahwa Shania adalah istrinya. Mungkin efek kelamaan jomblo dan kebanyakan nonton drama korea, dirinya suka ngayal...